Berikan Ruang Menulis Anak di Media Cetak

Semakin banyak anak membaca dan menulis sebenarnya mereka makin sadar karena banyak informasi yang mereka tahu.

Editor: Agustinus Sape

Sebuah Refleksi Membimbing Anak Menulis

Oleh: Adrianus Bareng, S.Pd
Guru SMP Frater Maumere

TULISAN ini lahir dari pengalaman praktik membimbing anak menulis di media cetak. Kemudian bertepatan dengan hari Anak Nasional yang kita rayakan beberapa waktu lalu, baiklah menjadi refleksi bagi perhatian kita terhadap hak-hak anak yang kini belum menunjukkan solusi yang signifikan bagi anak. Apakah anak-anak Indonesia umumnya sudah diberi ruang menyampaikan ide atau gagasan tertulis secara kreatif di media cetak dalam negeri kita?

Banyak persoalan anak yang penyelesaiannya belum tuntas, maka hemat saya ruang media menjadi solusi tepat. Semakin banyak anak membaca dan menulis sebenarnya mereka makin sadar karena banyak informasi yang mereka tahu. Pengalaman saya setelah anak dibimbing menulis pada media dan dimuat, banyak yang berubah dari karakter buruknya. Suka mencoret-coret atau vandalisme perlahan lenyap dalam kompleks pendidikan. Mencoret di dinding toilet, kursi, meja di kelas dengan sendirinya tidak dipraktekkan lagi. Ketika tulisan puisi anak termuat di Pos Kupang untuk ruang imajinasi anak, mereka begitu senang dan bangga.

Sekalipun berbagai media mempunyai ruang untuk anak, tetapi belum mencukupi untuk kreasi anak yang memadai untuk memenuhi hak-hak anak demi peningkatan kualitas intelektual anak bangsa. Maka tidak heran media cetak jarang dibaca anak. Saat ini anak-anak lebih banyak main game atau gadget.

Dalam konteks wilayah NTT optimalisasi pengembangan akan hak anak untuk menyampaikan pikiran melalui tulisan ke media cetak belum menunjukkan hasil yang signifikan. Anak hampir tidak diberi ruang yang banyak pada media di daerah kita. Pos Kupang merupakan satu-satunya surat kabar nasional yang memberi solusi dengan menyiapkan ruang imajinasi anak SD dan SMP. Terbit setiap Minggu pertama dan ketiga dalam bulan. Itu pun seminggu satu kali terbit, bukan setiap hari. Namun diakui belum merata untuk anak NTT. Tetapi, dalam konteks anak dan menulis sudah banyak dirasakan oleh anak-anak Nusa Tenggara Timur sekalipun baru puisi dan gambar. Walaupun yang muncul itu sekolah-sekolah yang sama, tetapi sebuah kebanggaan luar biasa bagi kami sebagai guru yang sudah membantu anak menyalurkan ide kreatif dalam puisi dan gambar dengan berbagai tema menarik. Penulis sekaligus guru, dalam kegiatan pembelajaran aspek menulis menjadi prioritas. Ide atau gagasan anak cemerlang tidak dihargai dan dibagi untuk orang lain, maka kita secara perlahan membunuh sekian juta anak sebagai agen perubahan masa depan bangsa.

SMP Frater Maumere sebagai sekolah binaan penulis, harus bangga dengan media nasional yang terbit di NTT, yaitu Surat Kabar Harian Pos Kupang. Hampir tiap hari anak-anak selalu memberikan puisinya dan cerpen serta bentuk tulisan untuk dikirim ke Pos Kupang dan media lain seperti Majalah OIKOS serta Media Pendidikan Cakrawala. Jumlah anak menulis untuk dikirimkan ke media Pos Kupang meningkat dari sebelumnya hanya puluhan. Anak-anak menonjolkan berbagai topik atau tema yang menarik dan aktual untuk dibaca masyarakat NTT dan dunia.

Guru sebagai Model
Pengalaman membimbing anak menulis pada media cetak khususnya Pos Kupang menjadi kebanggaan pribadi. Apa yang ditulis anak, saya diskusikan bersama kemudian saran perbaikan oleh anak sendiri soal diksi dan bahasa. Sebelum anak menulis saya selaku guru menunjukkan model teladan menulis lebih dahulu. Saya selalu menunjukkan hasil tulisan saya di media cetak yang dimuat. Baik Pos Kupang, Flores Pos, Majalah Oikos. Bentuk tulisan anak mengamati dan membaca. Akhirnya banyak anak terinspirasi karena ada bakat menulis dimana setiap hari memberikan puisi, cerpen, dongeng untuk saya baca serta saran perbaikan sebelum dikirim.

Memotivasi dan membimbing anak menulis sebenarnya kita sedang memberi ruang yang nyaman bagi anak untuk belajar dan bermain. Sudah saatnya anak didengar suaranya. Ide atau gagasan anak perlu dihargai atau dipublikasikan. Untuk itu, perlu media yang lebih luas bagi pengembangan kreativitas anak. Baik media lokal maupun nasional. Atau media terbitan sekolah atau organisasi/kelompok yang peduli akan hak-hak anak. Disamping itu bentuk pendampingan oleh guru di sekolah menjadi penentu keberhasilan anak. Pemangku kepentingan pendidikan di daerah perlu lebih peduli untuk memberikan ruang atau kegiatan yang lebih bermanfaat. Jika kerjasama bagus, maka ke depan citra anak-anak Indonesia semakin baik dan membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa dan negara kita.*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved