LIPSUS

Kadis DKP NTT Bilang Tidak Ada yang Lolos Dalam Penertiban Rumpon

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT memastikan tidak akan ada rumpon yang lolos dalam operasi penertiban rumpon ilegal di perairan NTT.

ist
KAPAL PENGAWAS - Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya (SD) Kelautan dan Perikanan Kupang (DKP), Eddy Surya (tengah) usai operasi penertiban rumpon illegal di peraiaran NTT dengan Kapal ORCA 04, akhir Juni 2016 lalu. 

Laporan Wartawan Pos-Kupang, Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT memastikan tidak akan ada rumpon yang lolos dalam operasi penertiban rumpon ilegal di perairan NTT.

"Tidak akan ada yang lolos dari operasi pemusnahan rumpon ilegal itu. Karena semua rumpon di perairan NTT itu tidak punya izin sebagaimana diatur Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26/2014," tegas Kepala DKP NTT, Ir. Benediktus Polo Maing melalui Kabid Perikanan Tangkap dan Pengawasan DKP NTT, Ganef Wurgiyanto, Jumat (24/6/2016).

Menurut Ganef, dalam Permen KP Nomor 30/2004 menyebutkan izin rumpon diberikan kepada perorangan dan perusahaan sehingga perorangan pun bisa memiliki dan memasang rumpon. Ketika itu ada yang mengurus izin rumpon tidak diperpanjang hingga saat ini.

Pada Permen KP yang baru Nomor 26/2014, demikian Ganef, disebutkan rumpon harus melekat pada kapal. Artinya, hanya nelayan pemilik kapal yang bisa memiliki dan memasang rumpon.

Rumpon yang dipasang pun harus mengantongi izin dari DKP. Namun DKP belum pernah mengeluarkan izin kepada nelayan di wilayah NTT.

"Tidak ada permohonan yang masuk ke kami. Meski kenyataan banyak informasi dan kami tahu ada ratusan rumpon yang dipasang di perairan NTT tanpa izin. Semua nanti ditertibkan. Empat rumpon sudah dimusnahkan akhir Juni 2016 lalu oleh tim operasi yang terdiri dari nelayan, pengawas pusat dan NTT serta DKP. Penertiban menggunakan Kapal Pengawas Arca," jelas Ganef.

Menurut Ganef, dalam berbagai pertemuan dengan nelayan, DKP rutin mensosialisasikan beragai hal termasuk kewajiban mengurus izin pemasangan rumpon. Tapi kenyataannya hingga kini belum ada yang datang mengurus izin.

Ganef mengaku tidak tahu siapa pemilik rumpon-rumpon ilegal itu.

"Kami bukan mentoleransi hal itu. Tapi karena kami tidak tahu siapa pemilik rumpon itu sehingga tidak bisa melakukan pembinaan. Kami akan segera penertiban, pemusnahan rumpon illegal itu karena tidak ada izinnya," tegas Ganef.

Langkah lain, kata Ganef, jika memungkinkan pihaknya akan mendata pemilik rumpon dan memberikan kesempatan mereka segera mengurus izin sebelum operasi penertiban.

Strategi lain, pihaknya memasang sejumlah rumpon sesuai ketentuan dan memberi keleluasaan bagi nelayan lokal siapa saja bisa melakukan penangkapan ikan di sana, asal menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.

"Hal ini demi pemerataan agar setiap nelayan bisa bebas melakukan penangkapan ikan di rumpon itu," kata Ganef.

Ganef menjelaskan, mengurus surat izin pemasangan rumpon (SIPR) itu tidak sulit karena sudah melekat pada surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang biayanya Rp 1 juta per tahun. Satu kapal diperbolehkan memiliki dan memasang 3 rumpon.

Mengenai kerusakan Kapal Pengawas DKP NTT, Napoleon 024, Ganef mengatakan, sedang dalam perbaikan. Kondisi kapal Napoleon memang cukup memadai, tapi belum maksimal beroperasi hingga ke seluruh perairan NTT karena minimnya dana dan ketahanan fisik kapal.

Apakah akan ada permintaan kapal baru, Ganef mengatakan, belum lama ini mereka sudah ajukan ke DPRD dan sudah disetujui untuk pembelian kapal baru.Selama ini APBD membantu baya operasional Kapal Napoleon sekitar Rp 50 juta per tahun, sementara APBN sebesar Rp 1 miliar per tahun. (vel)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved