LIPSUS
Barang Bukti Presensi dari Terdakwa Pemerkosa Diduga Dipalsukan
Alat bukti surat yang diajukan pihak terdakwa perkosaan, Ba'I KT, kepada majelis hakim PN Oelamasi berupa presensi korban diduga Dipalsukan
Penulis: omdsmy_novemy_leo | Editor: omdsmy_novemy_leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Alat bukti surat yang diajukan pihak terdakwa perkosaan, Ba'I KT, kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Oelamasi berupa presensi korban yang telah dilegalisasi diduga palsu.
Kepala Sekolah SDI Merdeka, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Jane M Falukas, S.Pd.SD, memastikan tidak pernah melegalisir absen itu. Bahkan cap legalisasi pada absen itu bukan cap sekolah.
Didampingi Walikelas 1 B dan 2 B, Yonas Messah dan Tadeu Amaral, Jane Falukas mengatakan, awal tahun 2015, pengacara Koroh datang ke sekolah minta copian presensi murid kelas 1 bulan Oktober 2014, namun tidak dilayani.
Berikutnya tahun 2016, Koroh meminta presensi itu lagi ke sekolah melalui seorang guru di sekolah, Minggus, yang masih kerabat Koroh.
"Pak Minggus minta presensi dan presensi asli dibawa lama sekali dan baru dikembalikan beberapa waktu lalu," kata Jane, Jumat (27/5/2016) siang.
Jane juga mengaku didatangi jaksa, Bagus, dan dia ditunjukkan copian presensi yang sudah dilegalisir, untuk minta kepastian apakah presensi dan legalisir di presensi itu dari sekolah atau tidak. Setelah diperhatikan, kata Jane, presensi dari sekolah, tapi ada yang ganjil. Salah satunya, cap legalisasi di presensi bukan cap dari sekolah.
"Namanya pengesahan, maka sesuatu yang sesuai aslinya dan dikasih pengesahan dari instansi dimaksud. Tapi cap legalisasi di presensi itu bukan cap sekolah kami. Karena cap pada absen itu kotaknya sangat besar dan NIP saya juga tidak sesuai dengan NIP pada cap legalisasi sekolah yang asli. Artinya, legalisasi di presensi itu tidak sah, palsu. Kami tidak pernah melegalisasi presensi itu," ungkap Jane.
Jane mengaku tak ada niat apa-apa meminjamkan presensi itu kepada Koroh melalui Minggus, selain ingin memberikan pelayanan dan membantu setiap pihak yang membutuhkan. Apalagi menyangkut kasus yang harus dicari kebenarannya.
"Tujuan kami agar membantu semua pihak, tapi jangan sampai pelayanan yang kami berikan malah menyusahkan kami seperti ini," kata Jane.
Jane juga mengaku heran kenapa pelakunya bisa bebas. "Waktu presensinya dikembalikan, Pak Minggus mengatakan, terdakwa bebas, kalau tidak maka bisa hukum 10 tahun penjara. Lalu saya sempat bilang, berarti tidak jadi dikebiri ya. Saya pikir bagaimana kok bisa bebas ya," kata Jane.
Menurut dia, untuk mengantisipasi kasus perkosaan terhadap siswi di sekolah itu, kini pihaknya menutup gerbang sekolah dan tidak boleh ada orang lagi yang berjualan di dalam lingkungan sekolah.
Sementara itu, Yonas Messah mengaku tidak ingat, apakah korban tidak masuk sekolah pada tanggal 14 dan 15 Oktober 2014 lalu, seusai terjadi perkosaan itu.
Namun dari presensi, kata Yonas, korban tidak masuk hari itu karena sakit. "Di presensi, korban tidak masuk dua hari. Jadi, jika ada presensi yang dilegalisasi dan menyatakan bahwa pada tanggal itu korban masuk, maka saya tidak tahu, itu presensi dari sekolah mana," kata Yonas, wali kelas korban.
Yonas juga melihat keganjilan pada cap legalisasi presensi yang dibawa jaksa itu. "Bentuk cap legalisasi disalinan itu beda sekali dengan cap legalisasi asli milik sekolah kami. Capnya juga ditaruh di atas nama saya, seakan saya yang kasih legalisasi, padahal saya kan guru, bukan kepala sekolah," kata Yonas, sambil menunjukkan cap legalisasi yang asli milik sekolah.
Jane dan Yonas memastikan siap memberikan keterangan mengenai dugaan pemalsuan presensi dan pemalsuan legalisasi cap sekolah itu jika memang diperlukan.
Pengacara korban, Hermin Y Boelan mengatakan, keluarga korban akan mengangkat masalah dugaan presensi dan legalisasi palsu yang diajukan terdakwa ke persidangan itu.
"Jaksa sudah mengecek kebenaran presensi itu di sekolah dan ditemukan ada keganjilan. Pada presensi yang asli korban tidak masuk sekolah tanggal 14 dan 15 Oktober 2014, tapi pada presensi yang dibawa terdakwa ke sidang, tanggal itu korban masuk sekolah. Artinya apa, artinya bahwa ada pihak yang telah memalsukan alat bukti presensi yang diajukan ke persidangan itu. Ini namanya pemalsuan alat bukti," tegas Hermin. (vel)
http://10.130.44.6/displayimage.php?pos=-9016
PK/VEL
Jane M Falukas, SPd.SD