Aplikasi Design Thinking untuk Perubahan
Masa depan tidak seperti masa lalu. Cara-cara kita melakukan pekerjaan apa saja, termasuk bisnis pada saat ini
Oleh Vincent Gaspersz
Komisaris Independen Group Bisnis di Jakarta
POS KUPANG.COM - Kita semua pasti akan setuju bahwa dunia sekarang ini telah berubah dengan cepat. Masa depan tidak seperti masa lalu. Cara-cara kita melakukan pekerjaan apa saja, termasuk bisnis pada saat ini, tidak akan lagi menjadi cara kita melakukan hal yang sama di masa depan. Praktek-praktek kuno dan tidak profesional telah harus ditinggalkan agar kita tetap bertahan dalam era hiperkompetitif pada saat sekarang maupun di masa yang akan datang. Kita akan sulit memprediksi apa yang akan terjadi pada masa 6 -12 bulan ke depan, termasuk prediksi terhadap kinerja kita sendiri, kinerja tim maupun kinerja organisasi.
Berdasarkan kenyataan ini, maka berbagai perencanaan strategik, baik pada level negara, organisasi maupun operasional, harus berdasarkan pada kesempatan (opportunity) di masa depan, BUKAN lagi sekedar berdasarkan peristiwa masa sekarang, apalagi masa lalu. Imajinasi dan ide-ide kreatif dalam melakukan perencanaan strategik di masa depan menjadi suatu keniscayaan dan merupakan faktor penentu keberhasilan memprediksi perilaku sistem, meskipun peristiwa masa sekarang dan masa lalu masih dapat dijadikan informasi tambahan sebagai pelengkap terhadap prediksi perilaku sistem di masa yang akan datang.
Latar belakang di atas yang mendorong terciptanya pendekatan Design Thinking dalam meningkatkan profesionalisme kita untuk mendesain, merencanakan, mengimplementasikan, menganalisis dan mengevaluasi, termasuk mengendalikan perilaku sistem di masa yang akan datang agar sesuai dengan kinerja yang diharapkan.
Apa itu Design Thinking?
Design Thinking adalah sebuah sistem yang menggunakan kepekaan dan metode yang sering dipergunakan oleh desainer untuk mencocokkan dengan kebutuhan pengguna (user) berbasiskan kelayakan teknologi dan kelayakan bisnis agar mengkonversi sesuatu yang didesain itu menjadi nilai konsumen (consumer value) dan kesempatan pasar (market opportunity). Tim Brown, CEO IDEO.
Ide desain sebagai "cara berpikir" dalam ilmu pengetahuan dapat ditelusuri melalui buku Peter Rowe (1987) yang berjudul: Design Thinking, yang menjelaskan tentang metode dan pendekatan yang digunakan oleh arsitek dan perencana kota, sebagai terminologi awal penggunaan istilah "Design Thinking" dalam literatur tentang penelitian desain. Selanjutnya, Rolf Faste dari Stanford University mengembangkan apa yang telah dilakukan oleh McKim di Stanford University pada tahun 1980-an dan 1990-an yang mengajar Design Thinking sebagai metode Aksi Kreatif (Creative Action). McKim pada tahun 1973 telah menulis buku tentang: Experiences in Visual Thinking.
Design Thinking kemudian diadaptasi untuk tujuan bisnis oleh rekan Rolf Faste bernama David M. Kelley yang mendirikan IDEO pada tahun 1991.
Pendekatan Design Thinking ini berbeda dengan metode ilmiah analitis (analytical scientific method) yang memulai dengan mendefinisikan secara seksama semua parameter dari masalah agar menciptakan solusi. Design Thinking mengidentifikasi dan menyelidiki secara bersama tentang berbagai aspek yang diketahui secara jelas maupun bersifat ambigu (ambiguous aspects) dari situasi sekarang agar menemukan parameter-parameter tersembunyi dan menemukan berbagai jalur alternatif yang mempengaruhi sasaran/goal yang diinginkan di masa mendatang.
Tidak seperti pemikiran analitis (analytical thinking), design thinking merupakan suatu proses yang mencakup: (1) Empati (Empathize), (2) Definisi (Define), (3) Menggali ide-ide melalui tahap "brainstorming" (Ideate), (4) Menciptakan Prototype (Prototype), dan (5) Uji Coba (Test). Langkah-langkah ini akan mengurangi rasa takut akan kegagalan dari partisipan dan mendukung masukan yang diberikan oleh partisipan yang bervariasi.
Melalui penerapan Design Thinking yang mencakup lima tahap di atas, maka masalah-masalah dapat dibingkai, pertanyaan yang tepat dapat diajukan, lebih banyak ide dapat diciptakan, dan jawaban-jawaban yang tepat dapat dipilih. Langkah-langkah dalam Design Thinking tidak bersifat linear, dapat terjadi secara simultan dan dapat diulang. Cara lain melihat Design Thinking adalah siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA) dari Shewart.
Terminologi berpikir di luar kotak (thinking outside the box) sangat mendukung Design Thinking, karena akan menemukan elemen-elemen tersembunyi dan ambigu yang belum jelas dalam situasi sekarang serta menemukan asumsi-asumsi yang berpotensi menimbulkan kesalahan.
Meskipun desain selalu dipengaruhi oleh preferensi individual, tetapi metode Design Thinking akan mencakup sekumpulan sifat-sifat umum berikut: kreativitas, berpikir sangat tangkas (ambidextrous thinking), kerja sama tim, berfokus pengguna (empati), menciptakan rasa ingin tahu dan optimisme berdasarkan risiko yang diperhitungkan secara matang.
Catatan Akhir
Aplikasi Design Thinking untuk perubahan telah diterapkan dalam dunia praktek oleh penulis yang memperoleh hasil yang baik, di mana semua peserta yang terlibat sebagai team leaders maupun members telah memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya organisasi beroperasi secara efisien, produktif, dan berkualitas internasional.
Perubahan pemikiran ini disebut sebagai "MAGIC" Thinking yang memiliki akronim berikut: (1) M = Mindset (perubahan pola pikir ke arah solusi setiap masalah yang terjadi), (2) A = Achievement (pengguna memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi), (3) G = Goal (pengguna memiliki sasaran/goal yang jelas) (4), I = Improvement (pengguna memiliki semangat perbaikan terus-menerus ke arah yang lebih baik di masa yang akan datang), dan (5) C = Commitment (pengguna memiliki komitmen tinggi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik).*