Dokter Herman Man: Menjaga Performa Dokter
Empat pihak yang terlibat dalam kehadiran Surat Izin Praktek (SIP) dokter yaitu dokter, IDI, sarana atau Rumah Sakit dan Pemerintah.
Penulis: Ferry Jahang | Editor: omdsmy_novemy_leo
NEWS ANALYSIS
dr. Herman Man
Mantan Kadis Kesehatan Kabupaten Kupang
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ada empat pihak yang terlibat dalam kehadiran Surat Izin Praktek (SIP) bagi seorang dokter yaitu dokter, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sarana atau Rumah Sakit (RS) dan pemerintah.
Seorang dokter, bidan atau perawat itu harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai tanda bahwa yang bersangkutan sudah terdaftar di Indonesia. Sedangkan SIP itu dikeluarkan pemerintah setempat dimana dokter, perawat atau bidan melakukan praktik. Jangka waktu untuk STR itu lima tahun dan SIP itu adalah satu tahun. Setiap tahun SIP harus diperbaharui.
SIP itu basisnya di kota atau kabupaten yang tujuannya membatasi, dengan demikian rasio dokter akan menyebar di semua sarana yang ada di wilayah tersebut. Berdasarkan ketentuan SIP itu diberikan kepada dokter hanya untuk tiga tempat praktik dokter yang bersangkutan.
Mengapa hanya tiga tempat? Asumsi saya, jika lebih dari tiga tempat praktik dari seorang dokter maka performa dokter itu akan buruk atau menurun ketika memeriksa pasien. Walau memang saya tidak tahu persis seperti apa naskah akademik dari penentuan tiga tempat praktik tersebut.
Selain itu, pembatasan untuk praktik di tiga tempat itu juga sangat membantu dokter. Sebab bisa dibayangkan betapa hiruk- pikuknya seorang dokter ketika pada saat yang bersamaan ada panggilan dari tempat praktiknya. Pada saat yang sama dokter sementara melakukan visite di RS lain.
Selain SIP ada juga surat tugas yang dikeluarkan Dinas Kesehatan provinsi. Surat tugas itu diberikan untuk dokter yang mendapat tugas khusus oleh pemerintah provinsi karena masih terjadi kekurangan dokter dengan keahlian tertentu.
Menurut saya, pada suatu titik nantinya, tempat praktik dokter itu tidak lagi tiga tetapi cukup dua. Hal ini bisa terjadi apabila rasio dokter di suatu wilayah sudah cukup banyak.
Terkait adanya dokter yang tidak memiliki SIP, seharusnya sarana kesehatan yang memanfaatkan jasa dari dokter tersebut menanyakan atau meminta SIP dari dokter tersebut. Hal itu dilakukan sebagai alat kelengkapan administrasi di sarana kesehatan itu.
Untuk dokter yang tidak memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) atau SIP maka akan ada tindakan adminstrasi berupa pencabuatan izin oleh pemerintah. Jika demikian maka dokter yang bersangkutan tidak bisa melakukan praktik.
Sedangkan untuk sarana kesehatan yang menggunakan jasa dokter yang tidak memiliki STR atau SIP itu juga akan mendapatkan saksi administrasi. Sebab, sarana kesehatan tersebut sengaja memberi kesempatan kepada dokter untuk praktik walaupun tidak memiliki izin.
Setiap sarana kesehatan sudah mengetahui bahwa setiap dokter harus memiliki SIP sebelum melakukan praktek. Jika RS itu tetap mengizinkan praktek tanpa SIP maka itu termasuk upaya pembiaran.
Saya berpendapat, pemberian SIP itu adalah pembuktian kepada masyarakat bahwa pelayanan yang dilakukan dokter itu adalah sah. Jadi pemerintah memberikan itu sebagai pembuktian terhadap keberadaan dokter tersebut. Seharusnya teman-teman dokter tahu dan menyadari itu.
Jika tidak ada masalah dalam pelayanan mungkin itu yang menyebabkan ada keengganan mengurus SIP tersebut. Tetapi ketika suatu saat ada masalah yang dihadapi dokter dalam kegiatan praktiknya maka unsur pertama yang dicek itu adalah SIP dokter yang bersangkutan.
Jadi keberadaan SIP harus dilihat dari upaya pemerintah untuk membantu dokter bukan untuk menyusahkan. Jika sudah memiliki SIP dan ada masalah maka pembuktian soal itu yang dilakukan tetapi jika tidak ada SIP tetapi juga bermasalah maka ada dua kasus yang harus dihadapi. Itu yang harus kita pahami bersama.
Jika sekarang ditemukan adanya dokter yang tidak memiliki SIP atau SIP nya sudah kadaluwarsa maka harus dilakukan pengecekan. Pihak yang melakukan pengawasan terhadap keberadaan SIP adalah Dinas Kesehatan Kota atau kabupaten dimana dokter tersebut melakukan praktik.
Untuk itu kita berharap Ombudsman menyampaikan hasil temuannya itu kepada pihak yang berwenang sehingga akan telusuri lebih lanjut masalah tidak adanya SIP tersebut. Selain itu, perlu disamakan persepsi antara Ombudsman dan pemerintah terkait SIP tersebut. (ery)