60 Dokter di Kupang Praktik Tanpa Izin

Sebanyak 60-an orang dokter spesialis yang berpraktek di di wilayah Kota Kupang tidak mengantongi Surat Izin Praktik (SIP).

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sebanyak 60-an orang dokter spesialis yang berpraktek di klinik, Rumah Sakit Umum (RSU), Rumah Sakit Swasta (RSS) dan tempat praktiknya di wilayah Kota Kupang tidak mengantongi Surat Izin Praktik (SIP).

Bahkan ada yang dokter yang melakukan praktik pada 5 hingga 6 rumah sakit atau klinik. Kondisi ini menyalahi UU Praktik Kedokteran, UU Rumah Sakit dan Permenkes tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran.

Para dokter spesialis yang melanggar aturan itu adalah dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anastesi, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis bedah, dokter spesialis anak, dokter spesialis syaraf dan dokter spesialis patologi klinik.

Demikian investigasi yang dilakukan delapan anggota tim Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) tanggal 18-22 Januari dan tanggal 25-26 Januari 2016. Tim invetigasi itu terdiri dari Darius Beda Daton, SH dan sejumlah asistennya yakni Yosua P Karbeka, SH; Ola Mangu Kanisius SH. MH; Magda Bolla, SE; Leila Noury,SH; Yoh Don Bosco L Nohos, SH serta dia staf kesekjenan yakni Martin Lagan, ST dan Mikael Kause.

"Kami melakukan investigasi atas koheresi aspek sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dan disiplin profesi tenaga medis dengan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) penyelenggaraaan urusan pemerintah di bidang kesehatan pada 11 rumah sakit, 11 puskesmas dan sejumlah fasilitas kesehatan lainnya di Kota Kupang. Hasilnya sungguh mengejutkan," kata Darius di Kupang, Rabu (3/2/2016).

Menurut Darius, pada investigasi SDM tenaga kesehatan ditemukan jumlah dan kualifikasi tenaga medis belum sesuai dengan standar minimal berdasarkan klasifikasi rumah sakit. Sebaran jumlah dan klasifikasi ketenagaan Puskesnas belum merata di Kupang.

Pada investigasi fasilitas kesehatan ditemukan sebagian besar fasilitas kesehatan di Kota Kupang belum terakreditasi. Bahkan sejumlah fasilitas kesehatan tidak memasang daftar nama tenaga medis. Ada juga rumah sakit tidak lengkap memasang daftar nama tenaga medis dan klinik utama tidak memiliki dokter spesialis.

"Pada investigasi disiplin profesi tenaga medis, ditemukan praktik dokter lebih dari tiga tempat. Bahkan banyak dokter yang praktik tanpa SIP dari Dinkes Kota Kupang dan surat tugas dari Dinkes Provinsi NTT. Bahkan ada beberapa dokter praktik yang menggunakan perjanjian kerja sama (MoU). Papan nama praktik dokter pribadi pun tanpa mencantumkan nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan SIP," kata Darius.

Padahal, lanjut dia, ketentuan itu diatur tegas dalam UU 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan Permenkes No 2.052 tahun 2011 tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran.

Darius menambahkan, bagi dokter yang praktik tanpa SIP, bisa dipidana dan denda sebesar Rp 100 juta. Sedangkan rumah sakit yang memberikan tempat bagi dokter praktik yang tidak memiliki SIP bisa juga dipidana dan denda Rp 300 juta. "Jadi ada sanksi pidana dan denda juga," tandasnya.

Darius yang saat itu didampingi Yosua P Karbeka dan Ola Mangu Kanisius mengatakan, langkah selanjutnya yang akan dilakukan yakni menyimpulkan dan untuk kepentingan itu pihaknya meminta keterangan ahli dari dua dokter.

"Setelah ada keterangan ahli, maka kami akan menyimpulkan dan kami akan mengeglar pertemuan dengan seluruh kepala rumah sakit, klinik dan puskesmas," ujarnya.

Darius mengharapkan agar temuan ini menjadi masukan bagi para dokter dan organisasi dokter seperti IDI, serta dinas kesehatan Kota Kupang dan provinsi untuk mengambil langkah.

Darius menambahkan, investigasi dilakukan menyusul masuknya 24 laporan atau pengaduan masyarakat terkait pelayanan kesehatan kepada Ombudsman sejak Januari -Juli 2015. Laporan itu antara lain meliputi petugas tidak kompeten (7), dokter gigi membatasi periksa pasien BPJS (1), tidak membayar hak tenaga medis seperti uang jasa medis, uang lembur (1), pelayanan terlalu lama karena kekurangan petugas (7) dan tidak memberikan pelayanan karena alat rusak (8).

Selain pengaduan itu, kata Darius, Ombudsman juga menerima pengaduan masyarakat saat melakukan supervisi ke rumah sakit di sejumlah daerah. Saat itu sejumlah pasien mengeluhkan penjelasan dokter dan tenaga kesehatan atau komunikasi dengan pasien tidak memadai alias irit bicara, diagnosa penyakit yang kurang jelas atau banyak pasien tidak tahu sakit apa dan baru diketahui setelah diperiksa dokter di luar NTT. Selain itu pemeriksan saat visite bagi pasien rawat inap terlalu cepat.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved