Liputan Khusus
Benahi Perencanaan Agar Tidak Terjadi Kelangkaan Obat di Kupang
Ia menambahkan dalam pelayanan rumah sakit ada pelayanan pasien umum dan BPJS
Penulis: PosKupang | Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG.COM, KUPANG - Mantan Direktur RSUD Johannes Kupang, dr. Yovita Anike Mitak mengatakan, agar tak terjadi kelangkaan obat diperlukan perencanaan yang matang dengan melibatkan para dokter yang selalu memberikan resep obat dan melihat kondisi penyakit yang rutin ada. Perencanaan itu akan mengeliminer kekurangan stok obat.
"Memang kuncinya harus dikelola baik dari perencanaan hingga proses pembelian atau pengadaan," katanya kepada Pos Kupang, Sabtu (21/11/2015)
Ia menambahkan dalam pelayanan rumah sakit ada pelayanan pasien umum dan BPJS. Untuk pasien BPJS, obat-oba sudah ditentukan dalam formularium yang ditetapkan pemerintah dan BPJS. Semestinya rumah sakit fokus pada obat-obatan itu.
"Sering kali obat tidak ada lantaran kondisi obat di distributor yang tidak ada. Untuk itu perlu kerjasama dan komunikasi dengan pihak yang mengadakan obat itu agar bisa membantu dan mendukung kelancaran obat di rumah sakit," katanya.
Ketua Komite Formularium dan Terapi RSU Kupang, dr. Heri Sutrisno, Sp,PD FINASIM mengharapkan, kekosongan stok obat lantaran kehabisan dana sebelum masa tahun anggaran selesai, tidak terjadi lagi. Sebab sudah sering terjadi, baru delapan bulan operasional berjalan, dana pembelian obat di rumah sakit sudah habis.
"Akibat dana obat sudah habis. Akhirnya manajemen menahan dana jasa medik bagi dokter, perawat sehingga menimbulkan persoalan lain hingga berunjuk rasa," ujar Heri saat dihubungi via telepon selulernya, Minggu (22/11/2015) siang.
Ia mengatakan ketersediaan obat di rumah sakit merupakan hal yang ruwet. "Dari farmasi katakan sudah siapkan perencanaan obat tetapi PPK tidak penuhi. Saat PPK ditanya mau beli obat sesuai permintaan tetapi dananya tidak mencukupi. Lalu tanya bendahara, katanya ada persoalan sehingga dana dialihkan," jelasnya.
Terhadap persoalan itu, kata Heri, langkah pertama yang dilakukan sebagai ketua komite yaitu merevisi formularium obat di rumah sakit dengan mengakomodir obat-obatan yang dibutuhkan para dokter sepanjang obat yang dibutuhkan sesuai katalog yang dikeluarkan Menkes.
Kebutuhan obat semua diakomodir kemudian dimasukkan formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit itu nanti menjadikan obat yang diresepkan harus yang ada diformularium. "Jadi tidak ada obat liar dan tidak boleh lagi terjadi permainan obat-obatan," ujarnya.
Selain itu, ujar Heri, setelah dibentuk pejabat pembuat komitmen (PPK) maka mereka akan mengurus obat formalirum rumah sakit. Degan formularium dapat mengakomodir seluruh kebutuhan obat yang diperlukan pasien dan dokter. Tentunya, panitia pengadaan yang kompeten di bidangnya dengan dasar ilmu farmasi karena akan mudah menyesuaikan dan mengetahui kebutuhan. "Jangan dikasih orang yang ahli listrik malah urus obat-obatan," ungkap Heri.
Ia mengataan tahun ini sudah membuat perencanaan untuk satu tahun anggaran. Ia sudah memanggil bagian perencanaan namun ternyata masih ada kekurangan dana. Untuk itu diajukan tambahan dana." Kalau sudah klop perencana dan dana maka tidak ada lagi kekurangan obat," imbuhnya.
Ia menambahkan, dahulu memang jumlah item obat yang disediakan sedikit sehingga dokter terpaksa menuliskan resep obat lain lantaran tidak tersedia di rumah sakit. Ke depan kalau ada dokter yang menulis resep di luar obat formularium maka harus dibicarakan dengan komite medik. Kalau sangat vital diperlukan untuk kesembuhan pasien maka akan dimasukkan formularium. Kalau hanya sifatnya vitamin dan tidak menentukan maka akan ditolak. Kalau ada dokter meresepkan obat di luar, demikian Heri, maka semua resep masuk satu pintu di instalasi farmasi. Farmasi rumah sakit berhak mengganti obat sesuai formularium rumah sakit dan tak perlu konfirmasi. (aly)