Bercermin Pada Peristiwa Tragis Angeline

Para penegak hukum seyogianya bertindak tegas dan cepat terhadap keluarga yang berlaku kasar terhadap anak-anak mereka

Editor: Benny Dasman
KOMPAS.com/SRI LESTARI
Foto Angeline yang disebar 

Oleh Sefri Juhani, SVD
Tinggal di Roma-Italia

ADA sebuah anekdot yang kisahnya sebagai berikut. Dalam sebuah kapal berkumpul lima orang yang mewakili beberapa negara. Masing-masing mereka mau mendemonstrasikan kekayaan yang dimiliki oleh negaranya masing-masing.

Orang Amerika menunjukkan bahwa negaranya kaya dengan teknologi baru dan terbarukan.Karena itu ia membuang ke laut beberapa robot dan miniatur pesawat ruang angkasa. Orang Arab tidak mau kalah. Ia menunjukkan bahwa negaranya kaya dengan minyak. Ia menenggelamkan miniatur kilang-kilang minyak ke dasar samudera. Orang Cina tak mau ketinggalan. Iamelemparkan ke lau tberbagai jenis handphone dan gadget terbaru.

Orang Thailand tampil dan memproklamirkan diri sebagai negeri penghasil beras terbesar di Asia. Ia mencecerkan beras dari dalam karung yang dibawanya. Terakhir orang Indonesia. Orang tersebut menceburkan anak-anak kecil ke dalam laut. Lalu keempat orang dari negara lain bertanya mengapa engkau melemparkan anak-anak tersebut? Ia menjawab setiap tahun kami kelimpahan penduduk karena setiap tahun selalu lahir ribuan bayi.

Anekdot ini mungkin agak naif tetapi bisa berbicara sesuatu tentang realita kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini. Kenyataan menunjukkan bahwa kita kelimpahan penduduk. Hal ini tak bisa dimungkiri lagi. Realitas ini di satu sisi merupakan keuntungan besar bagi negara, namun pada sisi lain, hal ini sering menjadi salah satu alasan penelantaran anak. Kelahiran banyak anak dalam keluarga-keluarga kita, sering berimbas pada ketidaktercukupannya perhatian bagi kelayakan hidup untuk anugerah Tuhan tersebut. Banyak keluarga mengadopsi adagium yang bersabda: banyak anak, banyak rezeki. Berhadapan dengan realitas ini, pemerintah pernah dan sedang menerapkan program Keluarga Berencana. Namun belum terlihat dengan kasat mata manfaatnya.

Kenyataan ketidaktercukupan perhatian terhadap seorang anak dapat terlihat dalam kasus Angeline yang harus mati muda, dengan proses kematiannya yang sangat tragis. Realitas ini sebenarnya bukan baru terjadi sekali. Tetapi terjadi berulang kali. "Menurut data tahun 2011, tercatat ada 2.637 kasus kekerasan anak yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak (PA). Dari jumlah itu, 62 persen adalah kasus kejahatan seksual. Tahun 2013, Komnas PA mencatat ada 3.339 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan, 52 persen di antaranya kejahatan seksual. Tahun 2014, periode Januari-September, ada 2.626 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan. Tahun 2015 diprediksi kasus penelantaran dan tindak kekerasan terus naik."(Bdk. Bagong Suyanto, Kompas, 13 Juni 2015).

Apa yang perlu dibuat untuk meminimalisir kasus-kasus seperti itu? Perlunya perencanaan yang matang mengenai kehamilan dan kelahiran. Perencanaan terhadap kehamilan dan kelahiran sangatlah penting. Penulis pernah berbincang dengan beberapa keluarga di Italia mengenai masalah ini. Dalam perbincangan itu terlihat jelas bahwa bagi orang Italia dan mungkin di semua negara maju, melahirkan seorang anak manusia ke bumi bukanlah persoalan gampang. Sebab keluarga yang mau memiliki anak harus menyiapkan segala sesuatu yang perlu sebelum kelahiran putera-puteri mereka.

Persiapan-persiapan itu adalah menyiapkan biaya untuk mengecek ke dokter kandungan selama masa kehamilan. Hal ini penting untuk mencegah hal-hal negatif terjadi pada jabang bayi. Selanjutnya menyiapkan kamar khusus untuk bayi. Kamar tersebut dilengkapi dengan berbagai jenis permainan yang bertujuan untuk melatih aspek kognisi dan afeksi dari seorang anak. Selain itu keluarga juga menyiapkan tabungan untuk pendidikan dan asuransi kesehatan. Juga biaya untuk rekreasi sehingga seorang anak tidak akan jenuh karena tinggal di rumah saja. Biasanya setiap akhir pekan anak-anak tersebut dibawa ke tempat seperti kolam renang, taman-taman untuk memperkenalkan mereka mengenai dunia luar selain diri mereka sendiri, juga ke kebun-kebun binatang, dan lain-lain. Semuanya ini tentu membutuhkan biaya.

Selain persiapan di atas, mereka juga harus memperhatikan regulasin egara yang menetapkan jangka waktu cuti bagi seorang ibu yang mau melahirkan. Jangka waktu cuti 3 bulan bukanlah waktu yang pendek. Banyak ibu-ibu yang bekerja di perusahaan swasta yang di-PHK oleh perusahaannya karena mereka tidak mau rugi. Tentu hal ini berimbas pada pendapatan mereka.

Akibat lanjutnya pada anak yang telah mereka lahirkan. Juga pemerintah menerapkan regulasi yang ketat terutama berkaitan dengan kelangsungan hidup seorang anak di kemudian hari. Regulasi itu bertujuan untuk menyadarkan setiap keluarga akan tanggung jawabnya yang besar jika memiliki anak. Tanggung jawab itu bukan saja soal ketersediaan dalam aspek ekonomi, tetapi juga kesiapan mental dan intelek mereka sebagai orang yang menyandang predikat ayah dan ibu keluarga. Kematangan secara mental dan intelek sangat penting dalam proses pendidikan anak dalam keluarga.

Menilik kasus Angeline, berbagai mass media memberitakan bahwa gadis cilik ini terpaksa diberi kepada Margreit untuk diadopsi karena keluarga kandungnya ketiadaan biaya untuk membayar rumah sakit. Hemat penulis, kasus ini terjadi karena ketiadaan perencanaan sebelum melahirkan Angeline. Hal semacam ini dapat dihindarkan kalau setiap keluarga yang mau memiliki anak perlu duduk bersama dengan pasangannya untuk merencanakan secara matang bagi kelahiran seorang anak. Jangan hanya tahu melahirkan dan tidak tahu bagaimana menghidupkan manusia baru itu di kemudian hari. Kita harus meninggalkan filosofi lama yang keliru, kerja hari ini untuk makan hari ini tanpa memikirkan masa depan.

Perencanaan yang matang dalam menghadirkan manusia baru tersebut juga penting untuk meminimalisir munculnya manusia seperti Agustinus Tai. Dari berbagai berita koran, Agustinus awalnya bersaksi bahwa ia membunuh Angeline karena takut gadis cilik itu melaporkan tindakan pelecehan seksual yang telah dibuatnya. Dalam kesaksian selanjutnya, ia bertutur bahwa pembunuhan tersebut dilatari warisan.

Agustinus membunuh untuk memenuhi nalurinya untuk kaya mendadak. Boleh jadi Agustinus bisa saja merupakan output dari masyarakat yang minim perencanaan tersebut. Orang yang punya perencanaan akan selalu menghargai proses. Mereka akan sadar bahwa segala sesuatu bisa terpenuhi karena sebuah perjuangan. Tidak ada yang didapat secara instan di dunia ini.

Implementasi undang-undang perlindungan anak yang sifatnya segera. Hal lain juga yang menyebabkan peristiwa Angeline tetap eksis adalah ketiadaan implementasi dari Undang-Undang Perlindungan Anak.

Kembali penulis merujuk pada penerapan aturan di negara-negara maju, bukan berarti penulis mau mengagungkan negara maju, tetapi mungkin bisa dijadikan rujukan untuk belajar. Pada negara-negara maju, keberadaan seorang anak sangat dilindungi. Misalkan saja, kalau ada tetangga yang melihat keluarga di sekitarnya melakukan tindakan kekerasan terhadap anak-anak mereka, para tetangga tersebut segera menelpon polisi. Dan dalam waktu yang singkat polisi datang dan mengambil anak-anak itu. Selanjutnya, mereka menitipkan para korban itu di tempat penampungan anak yang dikelola sangat professional. Anak-anak tersebut baru bisa diizinkan pulang kalau ada pernyataan dari dokter, yang menerangkan bahwa orang tuanya tidak mengalami kelainan psikologis. Juga setelah ada pernyatan tertulis yang berisi perjanjian dari orang tua untuk tidak melakukan hal yang sama.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved