Pakian Bekas ada Bakteri

Pedagang Rombengan Belum Tahu Ada Bakteri

Para penjual pakaian bekas (rombengan atau RB) di Pasar Kasih Naikoten 1 Kupang belum tahu pakaian yang dijualnya kemungkinan mengandung bakteri.

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Alfred Dama
POS KUPANG/APOLONIA MATILDE DHIU
Seorang penjual pakaian RB di Pasar Inpres Naikoten Kupang, Hj.Hapsan. Gambar diambil, Selasa (3/2/2015). 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Apolonia Dhiu

POS KUPANG.COM, KUPANG -- Para penjual pakaian bekas (rombengan atau RB) di Pasar Kasih Naikoten 1 Kupang belum tahu pakaian yang dijualnya kemungkinan mengandung bakteri. Pasalnya, selama ini belum ada keluhan dari pembeli terkait bakteri tersebut.

Hal ini disampaikan beberapa penjual yang ditemui Pos Kupang di Pasar Kasih Naikoten Kupang, Selasa (3/2/2015). Yustan (27), penjual RB yang memiliki dua meja dan sudah menekuni pekerjaan ini selama tiga tahun, mengaku, sudah terbiasa dengan isu-isu seperti itu.

Yustan mengatakan, dirinya sering mendengar orang membicarakan isu tersebut, tetapi selama ini belum ada keluhan pembeli. Bahkan, katanya, para pembeli pakaian RB semakin banyak mulai dari mahasiswa, masyarakat biasa, pegawai bank, pengusaha china, istri pejabat dan sebagainya.

"Banyak kok yang datang beli RB, bahkan ada langganan khusus saya. Jika ada buka karung baru, mereka langsung menyerbu. Tetapi, sejauh ini tidak ada keluhan atau komplain apapun dari mereka," ujarnya.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengimbau masyarakat untuk tidak membeli pakaian bekas impor. Dari hasil uji laboratorium, Kemendag mendapati berbagai bakteri yang bisa membuat kulit gatal-gatal sampai terkena penyakit saluran kelamin.

"Baru memisahkan pakaian itu tangan sudah gatal. Dari uji lab, ternyata banyak bakteri yang berkoloni. Kita bisa kena gatal-gatal dan maaf kita bisa kena penyakit saluran kelamin," ujar Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Widodo di Kantor Kemendag, Jakarta, Sabtu (31/1/2015).

Ia menuturkan, uji laboratorium terhadap pakaian bekas itu dilakukan Kemendag selama 1 tahun. Menurut dia, sampel pakaian bekas diambil dari Pasar Senen Jakarta Pusat.

"Kita ambil sampel pakaian bekas acak. Pakaian anak-anak dan dewasa. Kita pisahkan jadi lima kelompok terdiri dari lima pakaian," kata dia.

Widodo mengatakan, pakaian bekas berbakteri itu masuk dari berbagai pelabuhan "tikus" di sepanjang pantai Sumatera. Karena masuk bukan dari pelabuhan resmi, Kemendag pun mengaku kesulitan melarang pakaiaan bekas impor itu.

Yustan mengatakan, sejauh ini belum ada pihak terkait yang melarang mereka menjual RB. Dia pun berharap tidak terjadi demikian karena pekerjaan ini sudah mampu memenuhi kehidupan sehari-hari. "Kami mau ke mana kalau usaha ini ditutup. Kami memiliki keluarga dan anak-anak juga sekolah dari hasil jual RB," katanya.

Hal senada disampaikan bibi Ani, Hj. Hapsan dan Apek. Hj. Hapsan mengaku dengan menjual pakaian RB selama delapan tahun dirinya bisa naik haji.

Ia mengatakan, selama ini dia mengambil lima karung setiap minggu dari pengusaha di Osmok. Jika tidak laku harus over lagi kepada orang lain. Harga perkarung berbeda-beda, ada yang Rp 1 juta dan Rp 800 ribu dan Rp 925 ribu.

Apek mengatakan, ada dua jenis pakaian RB yang diambil dari pengusaha di Osmok, yakni karung SNI dengan harga Rp 1 juta, dan Naga dengan harga Rp 925 ribu.

Ia mengatakan, pakaian RB ini didatangkan dari Singapura melalui Batam. "Kami dengar informasinya seperti itu, tetapi tidak tahu persis, karena kami ambil dari pengusaha di Osmok," katanya. *

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved