Sidang Kasus Brigpol Rudy Soik

"Jangan Sampai Polda NTT Dimanfaatkan Mafia Perdagangan Manusia"

Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia (Amasiaga) mendesak Kepolisian Polisi Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) untuk memanfaatkan seju

Editor: Alfred Dama
POS KUPANG/EDY BAU
Koordinator Amasiaga, Paul Rahmat (kedua kiri) memberikan keterangan pers di OCD Beach Cafe Lasiana Kupang, Rabu (10/12/2014) siang. 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Edy Bau

POS KUPANG.COM, KUPANG -- Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia (Amasiaga) mendesak Kepolisian Polisi Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) untuk memanfaatkan sejumlah fakta dan bukti persidangan terkait dengan diskriminasi terhadap Birgpol Rudy Soik.

Hal ini agar Polda NTT tidak terjebak dalam Mafia Human Trafficking.

Pasalnya, dari rentetan persidangan terhadap Rudy Soik semakin terungkap sejumlah fakta bahwa proses penyelidikan oleh Rudy yang kemudian dikriminalisasi, semakin memperkuat adanya praktik mafia human trafficking.

"Sekalipun sebagian besar saksi yang dihadirkan terlihat memberikan kesaksian palsu dan berupaya melakukan manipulasi, namun ada beberapa keterangan saksi dan fakta yang justru memperkuat apa yang dilakukan oleh Rudy," kata Koordinator Amasiaga, Paul Rahmat kepada Pos Kupang melalui email, Minggu (11/1/2015).

Berdasarkan pantauan Amasiaga selama enam kali persidangan dan informasi yang digali selama ini, lanjutnya, semakin memperkuat adanya jaringan mafia yang jelas-jelas melakukan praktik perdagangan manusia.

Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya saksi yang memberikan keterangan palsu dan berupaya mengaburkan persoalan utama yang seharusnya diungkap Rudy Soik bersama tim Satgas Polda NTT.

Sebagai anggota Satgas Polda NTT, Rudy Soik bersama timnya berusaha mencari salah satu pelaku dalam jaringan mafia itu, Toni Seran alias Toser, yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda NTT.

Upaya tim Satgas melalui Ismail P. Sanga menunjukkan bukti keberadaan Toni, namun Ismail berusaha mengaburkan keberadaan Toni dan menunjukkan gerak-gerik mencurigakan.

"Tindakan yang dianggap sebagai kekerasan oleh Rudy Soik terhadap Ismail tersebut kemudian menjadikan Rudy tersangka, padahal itu menjadi bagian dari tugasnya untuk mengungkap praktik ilegal yang selama ini memperdagangkan manusia NTT," katanya.

Menurut Paul Rahmat, langkah Rudy untuk menyelidiki keberadaan Toni Seran tersebut semakin diperkuat dalam sidang terakhir pada Kamis, 8 Januari lalu. Bahwa ada beberapa barang bukti milik Toni Seran, seperti topi dan jaket, yang ada di kos-kosan Ismail.

Ini diperkuat dari keterangan beberapa saksi yang masih menjunjung kebenaran dan fakta yang tidak dimanipulasi. Selain itu, Ismail pernah diajak oleh Toni Seran untuk main ke kantor PJTKI milik Adi Sinlaeloe dan salah satu dari tiga nomor handphone milik Toni terhubung dengan Ismail.

Berangkat dari fakta tersebut maka Amasiaga mendorong para hakim dan penegak hukum lainnya untuk mengungkap fakta persidangan sehingga bisa mencegah gerak langkah para mafia perdagangan manusia tersebut.

Untuk itu, demikian Paul Rahmat, Polda NTT seharusnya bisa memperdalam dan melanjutkan berbagai kasus mafia perdagangan manusia tersebut yang didukung dengan fakta persidangan yang sudah berjalan. Selain itu, penyelidikan dan fakta yang sempat diungkap oleh Rudy Soik seharusnya diteruskan oleh Polda NTT.

"Jangan sampai Polda NTT dimanfaatkan oleh mafia perdagangan manusia tersebut. Sebagai bagian dari aparat negara yang bertugas menegakkan hukum dan memberikan keadilan kepada masyarakat, Polisi seharusnya tetap profesional," kata Paul Rahmat.

Lebih lanjut Paul Rahmat mengatakan, Amasiaga yang merupakan aliansi dari puluhan LSM dan pegiat anti perdagangan manusia ini juga mendesak pemerintah dan Polri untuk ikut membahas penegakan hukum perdagangan manusia orang dengan mengembangkan investigasi dan penyelidikan yang memadai.*

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved