Kemelut di Golkar

Munas Golkar Bali Tidak Cerminkan Demokrasi

Munas Partai Golkar di Bali tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang benar. Dimana partisipasi dan rasionalisasi politik hilang.

zoom-inlihat foto Munas Golkar Bali Tidak Cerminkan Demokrasi
POS KUPANG/NOVEMI LEO
Bakal Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT, IA Medah, dan Melki Laka Lena (Paket Tunas)

POS-KUPANG.COM, KUPANG --- Munas Partai Golkar di Bali tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang benar. Dimana partisipasi dan rasionalisasi politik hilang. Begitupun pemecatan sejumlah pengurus Golkar oleh Abdul Rizal Bakrie alias ABR, dinilai tidak ada masuk akal sehat.

Demikian pendapat kader Golkar asal Sikka-NTT, Melki Lakalena, saat dimintai tanggapannya soal hasil Munas Partai Golkar di Bali yang secara aklamasi memiliki ABR sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Dihubungi Pos Kupang melaui telepon  genggamnya, Rabu (4/12/2014) siang, Lakalena mengatakan, ada beberapa catatan penting dari Munas dan juga pemecatan sejumlah pengurus Golkar oleh ABR.

“Pertama,  Munas di Bali tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang benar. Partisipasi dan rasionalisasi politis hilang. Maksudnya, seseorang itu seharusnya memilih dan memberikan pendapat berdasarkan kesadarannya. Namun terkesan dalam Munas itu ada intimidasi, partisipasi dan mobilisasi untuk memilihi dan memberikan suara kepada ABR. Rasionalisasi politik seperti itu agak mengagetkan dan aneh,” kata Lakalena.

Menurut Lakelena, semua janji janji politik ABR di Riau dan target yang tidak berhasil selama ini, justru diterima secara aklamasi tanpa pertanggungjawaban ARB.

“Ini artinya diluar akal sehat politik. LKPJ ABR diterima secara aklamasi,” kritik Lakalena.

Hal kedua, demikian lakelena, mekanisme dan sistem yang ada di Partai Golkar selama  ini ternyata tidak digunakan dalam Munas di Bali itu.

“Dari segi mekanisme, Golkar sebenarnya punya mekanisme dan proses pemilihan yang berlangsung secara demokrasi dan tertutup. Artinya, langsung Umum bebas dan rahasia. Agak mengagetkan yang terjadi justru datr sejak awal proses Munas hingga saat munas, proses pemilihan ketua umum Golkar terkesan dipaksa, anggota memberikan penryataan secara terbuka. Hal ini sangat tidak sesuai dengan mekanisme Partai Golkar,” kritik Lakalena.

Dijelaskan Lakelan, instrumen DPD 1 sebagai pengumpul suara dan kemudian menggiring DPD 2 untuk memilih ABR. Dalam suasana seperti ini jelas  bahwa suasan demokrasi yang selama ini telah dibangun oleh Partai Golkar tidak terjadi dalam Munas.

Bahkan ada informasi bahwa untuk daerah yang tidak memilih ABR akan diberikan sanksi berupa pemecatan atau pergantian pengurus.

“Golkar ini kan sepanjang sejarah 50 tahun adalah Partai yang menjadi real model, contoh, bagaimana sistem demokrasi itu bisa terbangun secara baik.  Justru pada ulang tahun emasnya, Golkar mundur sekali ke belakang. Demokrasi yang di kawal selama ini dipaksakan menjadi sangat otoriter. Dan orang yang  beda pendapat dipecat secara tidak masuk akal. Dan tidak dimintai pertangggungjawaban dari mereka,” sesal Lakalena yang merupakan kelompok regenerasi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved