Brimob Kembali Pakai Loreng

Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri kembali mengenakan seragam loreng. Seragam yang didominasi warna hijau dan cokelat itu menjadi pakaian dinas lapang

Editor: Benny Dasman
FATHUR ROCHMAN
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Pol Sutarman, di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat (14/11/2014) 

POS KUPANG.COM, DEPOK--Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri kembali mengenakan seragam loreng. Seragam yang didominasi warna hijau dan cokelat itu menjadi pakaian dinas lapangan (PDL).

"Ini pakaian khas untuk melakukan penyamaran di medan-medan khusus," ujar Kapolri Jenderal Sutarman pada upacara HUT ke-69 Brimob di Markas Korps Brimob, Kelapadua, Depok, Jawa Barat, Jumat (14/11) pagi.

Pada upacara itu, Kapolri dan para petinggi Polri lainnya juga mengenakan seragam loreng. Sedangkan penutup kepalanya adalah baret warna biru yang selama ini merupakan baret khas Brimob. Seragam terdiri atas celana panjang dan baju lengan panjang yang digulung hingga dekat siku.

Seragam loreng milik Brimob bercorak daun. Corak berukuran besar berwarna hijau dan cokelat. Sedangkan corak yang lebih kecil berwarna hijau seperti warna cangkang telur asin dan hijau mendekati kuning. Sedangkan nama personil, tanda-tanda kesatuan dan kepangkatan, seluruhnya berwarna hitam.

"Berdasarkan keputusan Kapolri, penggunaan pakaian dinas lapangan PDL bermotif loreng secara resmi digunakan kembali," ujar Sutarman. 

Penggunaan seragam loreng akan diatur lebih lanjut oleh Komandan Korps Brimob Irjen Roby
Kaligis. "Nanti akan diatur Komandan Korps Brimob. Mungkin seragam ini untuk penugasan khusus. Kalau penugasan di kota, anggota Brimob memakai pakaian yang mencerminkan identitas Polri," katanya.

Irjen Roby Kaligis mengatakan bahwa pakaian bukanlah hal yang hendak dicapai Brimob. Tujuan akhir Brimob, katanya, terwujudnya kepentingan nasional seperti amanat pembukaan UUD 1945.

Seragam loreng pernah dikenakan Brimob ketika Polri masih berada di bawah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Seiiring pemisahan Polri dari TNI, di tahun-tahun pertama era reformasi, Brimob menanggalkan seragam loreng.

Namun, belakangan muncul pemikiran Brimob juga memerlukan seragam untuk kamuflase.
Sutarman mengatakan, seragam loreng diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Misalnya menghadapi gerombolan sparatis yang bersembunyi di hutan. Pakaian loreng, menurut Sutarman, sangat efektif untuk penyamaran di hutan.

Menurut Sutarman, Brimob terakhir menggunakan pakaian loreng di masa awal reformasi. Sutarman penggunaan kembali seragam loreng oleh Brimob juga memiliki tujuan menjaga tradisi dan sejarah.

Era SBY
Sebuah dokumen di Brimob menyatakan, ide untuk menghidupkan kembali seragam kamuflase di Brimob muncul pada tahun 2013, tepatnya menjelang penobatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Warga Kehormatan Brimob. Saat itu, para pimpinan Polri dan Brimob baru menyadari bahwa korps-nya tidak memiliki pakaian dinas lapangan yang khas mencerminkan identitas dan pribadi Brimob Polri. Kapolri Jenderal Sutarman kemudian meminta Brimob merancang PDL yang khas Brimob.

Pada periode awal kemerdekaan RI, Brimob telah memiliki pakaian kamuflase motif loreng macan tutul. Motif itu juga dipakai seluruh satuan Angkatan Perang RI.

Sumber seragam motif loreng macan tutul itu adalah pampasan perang dari tentara Belanda. Sumber lainnya adalah membeli dari AS yang punya kelebihan stok karena seragam loreng yagn sudah diproduksi besar-besaran batal dipakai oleh para tentaranya yang bertugas di Eropa. Pasalnya, loreng itu mirip pakaian kamuflasenya pasukan Nazi.

Pemakaian loreng macan tutul berakhir di awal tahun 1960-an. Namun, beberapa satuan tetap menggunakan loreng macan tutul. Salah satu buktinya adalah foto-foto Mayjen Soeharto di Lubang Buaya. Seragam yang dikenakan Soeharto saat itu adalah seragam loreng macan tutul.
Brimob kemudian memakai loreng khas Resimen Pelopor (Menpor). Seragam loreng menpor pertama kali diperkenalkan pada latihan Rimba Laut di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ciri khas loreng menpor adalah corak garis mengalir.

Penggunaan loreng menpor meredup seiring peleburan secara total Resimen Pelopor ke dalam Brimob. Loreng menpor pun diganti PDL warna hijau rimba. Loreng menpor semakin menghilang sejak munculnya kontroversi tragedi Minggu Palma yakni konflik bersenjata antara Batalyon Teratai Brimob dan pasukan Fretilin di Timor Timur tahun 1976.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved