Proyek MBR Bermasalah
Deputi, Satker, Kontraktor Harus Jadi Tersangka Proyek MBR di NTT
Penyidik Kejati NTT seharusnya menetapkan Deputi, Asisten Deputi dan Kasatker Kementerian Perumahan Rakyat
Laporan Wartawan Pos Kupang, Maksi Marho
POS KUPANG.COM, KUPANG -- Penyidik Kejati NTT seharusnya menetapkan Deputi, Asisten Deputi dan Kasatker Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), serta kontraktor pelaksana menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tahun anggaran 2012 di Kabupaten TTU, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang.
Demikian disampaikan Philipus Fernandes, S.H, penasihat hukum tersangka tiga PPK kasus dugaan korupsi proyek MBR tahun 2012 di Kabupaten TTU, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, ditemui di Pengadilan Tipikor Kupang, Rabu (13/8/2014).
Philipus mempertanyakan mengapa saat ini penyidik kejaksaan hanya menetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK) sebagai tersangka dalam kasus MBR. Tiga tersangka PPK kasus MBR, yaitu Efraim Pongsilurang (PPK MBR Kota Kupang), Don Carlos Nisnoni (PPK MBR Kabupaten Kupang) dan Fransiskus Dethan (PPK MBR Kabupaten TTU).
Philipus mengatakan, proyek MBR ini dikendalikan oleh Kasatker Kemenpera bersama deputi dan asisten deputi. "Yang menyiapkan draft proyek MBR di wilayah NTT adalah Kasatker Kemenpera," ujarnya. Selain itu, lanjut Philipus, proyek MBR di Pulau Timor mulai dari TTU sampai Kota Kupang, dikerjakan oleh satu orang kontraktor, tetapi menggunakan beberapa bendera perusahaan.
"Kontraktor proyek MBR di Kabupaten TTU, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang cuma satu, namanya Arsad Hanafi dari Lampung. Dia menggunakan bendera perusahaan lebih dari satu. Ada sepuluh paket proyek MBR di NTT yang ditangani kontraktor ini," ungkap Philipus.
Awal proyek dimulai, jelas Philipus, Arsad Hanafi mencairkan uang muka proyek dari 10 proyek yang seharusnya dia kerjakan. Jumlah uang muka proyek yang dicairkan Rp 10 miliar lebih. Setelah pencairan uang muka, ungkap Philipus, Arsad Hanafi pergi dan membiarkan proyek MBR terbengkalai. "Ke mana uang Rp 10 miliar lebih digondol kontraktor ini?," tanya Philipus.
Di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, kata Philipus, pelaksanaan proyek MBR nol persen, tetapi belum ada tersangka yang ditetapkan penyidik kejaksaan. Sementara proyek MBR di TTU, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang justru PPK yang terlebih dahulu jadi tersangka.
"Kalau kontraktornya tidak dijadikan tersangka, tidak ditangkap dan ditahan, bagaimana penyidik kejaksaan bisa membuka tabir, di mana atau ke mana uang muka Rp 10 miliar lebih itu dibawa Arsad Hanafit?," kata Philipus.
Menurut dia, proyek MBR sebenarnya proyek mainan orang pusat di Kemenpera RI yang kemudian mengorbankan orang- orang daerah dijadikan tersangka kasus korupsi.
Apalagi, deputi dan asisten deputi, demikian Philipius, sesuai informasi yang diterimanya, membuat laporan kepada presiden bahwa proyek MBR di wilayah NTT selesai 70 persen.
"Penyidik Kejati NTT mestinya memperhatikan hal ini. Penyidik harus mengejar kasatker dan kontraktor proyek MBR di TTU, Kabupaten Kupang dan Kota Kupang," tegas Philipus.*