Penembakan Warga NTT di Sleman
PMKRI Ende Kecam Penembakan di Lapas Sleman
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Yohanes Don Bosco, Ende mengecam kasus penembakan

POS KUPANG.COM, ENDE -- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Yohanes Don Bosco, Ende mengecam kasus penembakan empat orang tahanan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta.
Dalam pernyataan sikapnya yang ditandatangani oleh Ketua Presidium, Angelius Wake Kako dan Sekretaris Jenderal Adolfus Sahagun, PMKRI Ende menyatakan sebagai organisasi yang mengemban visi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati terpanggil untuk menyatakan, peristiwa penembakan terhadap empat orang tahanan lapas Cebongan, Sleman merupakan tindakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Melalui surat yang diterima Pos Kupang, Rabu (27/3/2013), PMKRI Ende menyatakan peristiwa penembakan tersebut telah memberikan rasa tidak nyaman bagi segenap warga negara terhadap ancaman keberlangsungan hidupnya, karena masih banyaknya kelompok bersenjata yang berkeliaran bebas dan tidak mampu dikontrol oleh aparat pemerintah.
PMKRI Cabang Ende mendesak kapolri untuk secepatnya mengusut tuntas kasus penembakan tersebut sehingga tindakan kejahatan ini segera terungkap dan pelakunya segera diadili sesuai dengan perundang - undangan yang berlaku.
PMKRI Cabang Ende menduga peristiwa penembakan tersebut masih berkaitan dengan peristiwa pengeroyokan terhadap salah satu anggota Kopasus yang dilakukan oleh empat orang tahanan pada Selasa, 19 Maret 2013.
PMKRI Cabang Ende menyatakan bahwa kasus penembakan tragis ini merupakan cerminan bahwa Negara Republik Indonesia telah gagal melindungi warganya.
Menurut PMKRI Ende, salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, adalah melindungi segenap bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang tertuang dalam Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999, pasal 2 yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejateraan, kebahagian, dan kecerdasan serta keadilan.
Pengakuan Negara Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia seperti masih jauh dari apa yang dituangkan dalam konstitusi, dimana seringkali kita masih menemukan banyaknya tindakan yang mengabaikan HAM sebagai dasar yang wajib dihargai dan dihormati oleh semua warga negara tak, terkecuali aparat pemerintahan. Peristiwa penembakan terhadap sejumlah mahasiswa pada tahun 1998, dan berbagai kasus pelanggaran HAM lainnya masih menemani perjalanan bangsa ini.
Yang lebih parah lagi adalah lemahnya penegakan hukum terhadap segala kasus pelanggaran HAM, dan bahkan sampai saat ini, masih ada begitu banyak kasus pelanggaran HAM yang penyelesaiaannya masih terkatung - katung dan bahkan terkesan didiamkan.
Di tengah carut - marutnya penanganan sejumlah masalah HAM di republik ini, disajikan pemberitaan yang sungguh memalukan yakni terjadinya penembakan keji terhadap empat orang tahanan Lapas Cebongan, Sleman asal Propinsi Nusa Tenggara Timur yang sampai saat ini belum diketahui secara pasti identitas para pelaku.
Peristiwa memilukan ini tentu berdampak pada berbagai aspek kehidupan kebangsaan seperti keamanan, ketentraman, dan hilangnya kepercayaan dunia terhadap bangsa Indonesia karena tidak mampu menjamin keberlangsungan hidup bagi warganya.*