Oleh Maria Matildis Banda
Tertimpa Kehormatan
NONA Mia sudah lupa di mana atau dalam buku apa kata-kata bijak ini dibacanya, atau kata-kata bijak ini milik siapa. Yang pasti kata-kata ini sangat bijak untuk direnungkan dan dilaksanakan dalam hidup. "Apabila politik mengotori, seni yang membersihkan."
NONA Mia sudah lupa di mana atau dalam buku apa kata-kata bijak ini dibacanya, atau kata-kata bijak ini milik siapa. Yang pasti kata-kata ini sangat bijak untuk direnungkan dan dilaksanakan dalam hidup. "Apabila politik mengotori, seni yang membersihkan."
Kalimat ini mengajar seseorang yang kesehariannya sibuk dengan berbagai urusan politik dan birokrasi, atur waktu demikian rupa agar memiliki waktu untuk membaca karya seni dan merenungkannya sebagai makanan jiwa. Agar lebih memiliki kepekaan pikiran dan hati dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, hak dan kewajibannya.
"Jangan hanya satu," saran Benza. "Cari lagi kata-kata bijak lain agar Rara sahabat kita itu bisa belajar mengelola emosi."
***
"Ini dia! Dalam drama berjudul Hamlet, salah satu tokoh bernama Polonius berkata: "Berhati-hatilah agar kau tidak terlibat dalam pertengkaran; namun jika sudah terlanjur, bersikaplah sedemikian agar lawanmu berhati-hati terhadap engkau". Nasehat Polonius ini adalah nasehat William Shakespeare, sastrawan dunia asal Inggris yang selama hidupnya yang singkat telah menulis karya sastra (drama) yang penuh nilai universal. Nasehatnya ini cocok diberikan kepada orang yang bertengkar, bahkan berkelahi dengan alasan apa pun. Nasehat ini juga cocok bagi orang-orang besar yang sulit mengelola emosinya dan memaki, mengancam, bahkan memukul adalah ciri khasnya. Orang yang karena kedudukan atau jabatan sanggup mencaci dan mengintimidasi bawahan. Orang yang menjadi pemimpin, namun sesungguhnya bukan sedang memimpin tetapi sedang berkuasa. Orang yang cocok hidup bersama Rara yang baru saja berkali gara-gara jabatan dan kekuasaan."
"Rara sudah menambah julukan baru untuk NTT-nya. Nendang, Tinju, Tonjok! Masak sih, pejabat berkelahi. Baku ambil di muka umum lagi. Apa kata dunia?" Jaki terheran-heran.
"Dia belajar dari mana ya?" Tanya Nona Mia sambil bolak-balik tumpukan buku, mencari kata-kata bijak buat Rara.
***
"Belajar dari Kefa, mungkin! TTU lagi rame dengan dengan berita pejabat baku hantam," sambung Jaki.
"Sssttt... jangan sembarangan omong kamu! Setahuku orang Kefa dan TTU pada umumnya itu orang-orang baik, sabar dan sadar, tidak sembarang maki dan juga tidak sembarang pukul. Semua orang TTU yang aku kenal, tidak ada tabiatnya begitu!" Potong Benza. "Jadi hati-hati ya, jangan pukul rata. Kalau temanku tahu dia pasti kecewa. Aku jadi tidak enak menghadapinya!"
"Buktinya!" Jaki mau segera membantah, tetapi Nona Mia menyambung. "Sudahlah, jangan ngurusi orang. Sebaiknya sekarang kita kunjungi Rara yang sedang terlibat perkelahian. Kita bawa kata-kata bijak ini untuknya."
"Nasihat agar Rara menjadi contoh ketertiban. Ini dari Ulysses dalam Troilus and Cressida Shakespeare. "Bumi, planet-planet, dan bahkan surga sendiri menaati akan adanya derajat, prioritas, dan tempat. Enyahkanlah ketertiban, kacaukanlah nada-nada dawai-dawai itu, dan dengar dan lihatlah, perselisihan dan perpecahan pun muncul di antara kamu...."
"Ini lagi! Nasehat apa yang akan dilakukan Rara jika dihinggapi amarah. Kata-kata yang diucapkan Antonio dalam Merchant of Venice. Kan kulawan amarahnya dengan kesabaran, kan kutanggung derita di bawah kuasa amarahnya, dengan sikap setenang roh..."
"Juga nasehat penting dalam Twelfth Night II tentang tanggung jawab baru. "Jangan khawatir akan kehormatan. Beberapa di antara kita terlahir sebagai orang terhormat, beberapa meraih kehormatan, dan beberapa lagi tertimpa kehormatan..."
"He he he, pasti nasehat yang ini tidak diterima Rara," Jaki tertawa. "Soalnya Rara selalu yakin bahwa dirinya terlahir sebagai orang terhormat, padahal semua orang juga tahu bahwa sebenarnya dia tertimpa kehormatan karena kekacauan politik."
"Benar juga ya," sambung Nona Mia. "Kalau dia lahir sebagai orang terhormat pasti karakternya tidak meledak-ledak penuh ancaman seperti itu. Apalagi merasa paling pintar, tahu semua, dan main hantam turut suka. Berkelahi lagi!"
"Ya, sudah! Nasehat yang ini kita delete saja," saran Benza dan langsung delete.
"Ini dia nasehat penutup tetapi bukan terakhir. Henry V-nya Shakespeare dalam hal melihat sisi yang baik... "selalu ada kebaikan dalam peristiwa yang buruk, bila kita mau memperhatikan dengan seksama" ya mudah-mudahan nasehat berupa kata-kata bijak ini diterima Rara. Mudah-mudahan Rara memiliki waktu untuk merenungkannya.
***
Ternyata, rumah jabatan terkunci rapat, rumah pribadi milik Rara pun terkunci rapat. Penjaga tidak dapat memberi penjelasan Rara sedang ke mana atau sedang buat apa.
"Yang pasti, Pak Rara sangat kecewa dengan berita perkelahian yang memalukan itu," kata salah satu penjaga rumahnya. "Pak Rara itu orang baik. Kalau dia maki, dia marah, dia bentak, dia menipu, bahkan dia pukul orang pun ya wajar saja. Bukankah dia orang besar yang memang ya begitulah, benar semua? Kita harus menghormatinya karena memang harus!"
Nona Mia, Benza, dan Jaki diam saja setelah membaca sendiri tulisan tangan Rara bertinta merah di daun pintu. "Tidak ada waktu untuk menerima nasihat." Tetapi Jaki segera mencabut tulisan Rara dan menggantikannya dengan tulisan tangannya sendiri: "Tertimpa kehormatan!" Nona Mia pun meletakkan tulisan tangannya di bawah tulisan Jaki:
"Apabila politik mengotori, seni yang membersihkan..."