Breaking News

Oleh Maria Matildis Banda

Takut Kalah

SEJAK jadi calon bupati, penampilan Rara berubah total. Jalannya lebih tegas, dadanya sedikit membusung, punggung tegak, cara menoleh dibuat sedemikian rupa sehingga terkesan elegan. Ketika bertemu Benza, Rara langsung menjabat tangan Benza, senyum sekilas dan langsung ambil gaya kancing.

SEJAK jadi calon bupati, penampilan Rara berubah total. Jalannya lebih tegas, dadanya sedikit membusung, punggung tegak, cara menoleh dibuat sedemikian rupa sehingga terkesan elegan. Ketika bertemu Benza, Rara langsung menjabat tangan Benza, senyum sekilas dan langsung ambil gaya kancing.

Gaya kancing adalah sebuah gaya baru, dimana seseorang berusaha ramah dengan cara bersalaman, namun pada saat yang sama langsung defensif, kaku, untuk mengatakan saya berbeda dengan kamu dan saya ini orang penting atau calon orang penting, level kita berbeda! Relasi dengan sahabat dan kenalannya sebenarnya sedikit terganggu dengan perubahan mendadak itu. Namun demikianlah Rara.

"Tetapi saya takut kalah!" Rara mengeluh.
"Bagaimana? Belum bertanding kok sudah takut kalah?"
"Kalau kalah bagaimana?"

"He he he, belum jadi bupati sudah takut kalah. Apalagi kalau sampai jadi bupati? Bukankah kita sudah berupaya meyakinkan rakyat untuk pilih paket kita dan kita yakin kita pasti menang?"

"Tetapi aku tetap takut! Waktu aku kampanye dulu, aku janji apa saja ya? Aduh, benar-benar aku takut kalah! Tolonglah aku," Rara mengeluh.
***
NTT sekarang lagi heboh dengan pilkada. Sekian lama  kampanye dimana-mana, jual keunggulan, jual rencana kerja, jual janji-janji, dan tebar pesona. Sudah memasuki minggu tenang pun kampanye terselubung   masih dilakukan dengan berbagai cara dan gaya. Jantung dag dig dug menghadapi 3 Juni, hari khusus, hari bersejarah. "Apakah saya akan keluar sebagai pemenangnya?"

Demikianlah calon bupati Kabupaten XYZ. Kasihan sekali! Berbulan-bulan tidak istrirahat karena sibuk orasi, masih ditambah dengan pikiran pusing memikirkan kantong yang kian lama kian terkuras, belum lagi kong kali kong dengan tim sukses yang semuanya penuh dengan unsur kepentingan masing-masing, membuat kepala calon bupati benar-benar pusing tujuh keliling.

"Jangan kuatir Pak Rara!" Demikian Jaki ketua tim pemenangan pilkada paket Rano alias Rara Nona Mia meyakinkan. "Kita pasti menang! Percayalah padaku."
"Kalau kalah bagaimana?" Rara masih mengeluh. "Pada hal aku sudah keluarkan duit begitu banyak. Utangku siapa yang mau bayar? Aku sudah janji sana sini dan jual program kiri kanan. Bagaimana kalau kalah?"
"Kita tidak mungkin kalah!"

"Ya, Pasti," jawab Rara. "Aku juga yakin. Bukankah aku yang terbaik? Bukankah aku calon yang paling memiliki peluang untuk menang. Bukankah tiada seorang pun yang lebih unggul dari aku? Tetapi aku takut kalah, Jaki!" Rara pun gemetar dan mulai mengigau.  

***
Siapa yang jualannya paling laris, dialah pemenangnya! Demikian prinsip kampanye yang dikumandangkan Jaki. Selama kampanye mereka sudah merancang seribu janji yang membuat semua warga XYZ terpesona bukan main. Kehadiran Nona Mia sebagai cawabup memiliki nilai jual tersendiri, sebab jumlah pemilih perempuan lebih banyak dari laki-laki.

"Suara perempuan untuk perempuan," berkumandang dimana-mana untuk merebut hati pemilih. Apalagi ditambah dengan janji penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, kesempatan perempuan mengambil posisi penting di eksekutif dan legislatif, penghapusan segala bentuk perdagangan perempuan dan anak, serta yang paling unggul menurut Rara tetapi paling memalukan menurut Nona Mia   dari semua materi kampanye adalah jika paket Rano terpilih, akan   diadakan pesta rakyat selama tujuh hari tujuh malam. Pestanya berpindah-pindah tempat. Di rumah Rara, rumah Nona Mia, di kampung Rara, kampung Nona Mia, di kampung ipar, di kampung mertua dan di kampung ketua tim sukses bergiliran setiap hari.

"Kita mesti pesta pora merayakan kemenangan," Jaki meyakinkan  Rara.
***
"Itulah alasannya mengapa aku mau mengundurkan diri, Benza," demikianlah Nona Mia curhat dengan Benza. Aku mau batal jadi cawabub, meskipun hari H pemilihan tinggal beberapa hari lagi.

"Sudah terlambat niatmu untuk undur diri Nona Mia. Semua proses sudah berjalan dan hari puncak sudah dekat. Jalani saja. Kelak kalau kalian yang terpilih jalani saja. Engkau punya hak untuk undur diri jika dalam perjalanan ternyata kebijakanmu bertolak belakang dengan Rara," kata Benza.

"Belum jadi bupati Rara sudah ketakutan. Belum jadi bupati Rara sudah pasang ilmu kancing. Aku benar-benar tidak suka dengan gayanya. Aku tidak suka dengan kebohongannya...Politik model apa ini! Aku akan segera undur diri begitu terpilih nanti..."

"Kalau bupati dan wakil bupati itu sebuah tanggung jawab, amanat dan pelayanan rakyat, aku yakin engkau bisa menjalaninya dengan baik. Tetapi kalau jabatan penting itu adalah pengaruh, kekuatan, peluang, dan kekuasaan, itu lain lagi ceritanya. Itulah politik, Nona Mia. Saranku, jalani saja proses ini..."

***
"Nona Mia! Benza! Tolong, toloooong," Jaki datang tergesa-gesa mengantar Rara dengan kebingungan luar biasa. "Tolonglah Rara..."
"Apa apa, kenapa?" Nona Mia dan Benza terkejut bukan main.

"Rara kesurupan takut kalah! Rara takut kalah!"  *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved