Oleh Willem B Berybe

Lari dalam Imaji Chairil Anwar

BAHASA menjadi daya tarik tersendiri dalam konteks politik. Samsudin Berlian menulis dalam rubrik Bahasa Kompas edisi 10 Juli 2009 sebagai berikut: "Kata berkampanye sangat prosaik. Ia bermakna kegiatan atau rangkaian kegiatan politik dengan tujuan kedudukan politik."

Memang belum ada kata khusus (bahasa Indonesia) yang sepadan dengan kata kampanye (campaign). Orang Amerika lebih suka memakai kata kerja to run  ('berlari') jika seseorang terjun dalam dunia kampanye politik: She runs for election. Di sini kata runs bermakna kerja keras dan bertarung dalam jangka waktu lama untuk memenangkan pemilihan presiden. Berlian menggambarkan bagaimana Barack Obama dan Hillary Clinton secara maraton menjelajah seluruh wilayah AS tanpa kenal lelah. Jadi kata run dalam kalimat di atas sama sekali tidak diartikan lari, berlari, atau melarikan. 

Setiap tanggal 28 April masyarakat sastra negeri ini memperingati Hari Sastra Indonesia (HSI) berkenaan dengan berpulangnya Chairil Anwar ke alam baka (28 April 1949). Karya-karya Chairil selalu menarik dan membuat penikmat sastra (pembaca) terinspirasi untuk masuk ke dalam 'dunia Chairil' meski pembaca seringkali tidak mungkin menyatakan dengan tepat maksud Chairil, it is often impossible to define a poet's 'true' intensions, (L.G Alexander). Namun, sebuah puisi baru dikatakan berhasil apabila ia mampu membangkitkan perasaan-perasaan tertentu (certain feelings) dalam diri pembaca. Puisi sebagai produk sastra merupakan sebuah obyek studi atau rasa ingin tahu intelektual (Valdman:1966). Karena itu Valdman mengatakan bahwa tujuan mempelajari karya sastra adalah menekankan keunikan karya sastra itu sebagai pengalaman manusia yang indah (estetetis), sebagai aksi perpuisian per se.

Puisi 'Aku' (Chairil Anwar) menggambarkan semangat yang menggelora. Hal ini diakui oleh kalangan pengamat sastra.  Keunikan (uniqueness) itu tak lain adalah ekspresi jiwa sang penulis. Ini tergambar jelas dalam kata-kata, dinamika, dan alur puisi itu walau pada kesempatan lain watak kegeloraan sukma Chairil serta merta sirna ketika ia menciptakan puisi Derai- Derai Cemara.

Ada hal menarik ketika sebuah kata muncul secara repetitif (pengulangan) dalam sebuah puisi. Ini menunjukkan ada gejala penekanan makna yang signifikan di balik kata tersebut. Kata 'berlari' dalam puisi Aku diulang dua kali, bahkan yang kedua berada dalam baris tersendiri: /luka dan bisa kubawa berlari/berlari/. Jika puisi Aku kita tempatkan dalam konteks 'perseteruan' Sutan Takdir Alisyahbana yang dikecam sebagai pemuja kebudayaan Barat dengan kelompok Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin yang teguh dengan nilai-nilai Timur dan tradisi, maka menurut Sutardji Calzoum Bachri (SCB) di sini letak kehebatan Chairil yang dibuktikan dengan  karya-karya kreatifnya (Kompas, 1 Januari 2000). Tidak sekadar menolak 'Barat' namun, kata SCB, Chairil-lah yang menjadi penyelamat gerakan modernitas dalam sastra Indonesia. Kelompok Chairil cenderung bersikukuh pada harkat dan martabat diri bangsa Indonesia. Tidak salah SCB menyebut Chairil adalah bendera kemenangan gerakan.

Puncak sebuah perjuangan yang berhasil (kemenangan) selalu diikuti dengan simbol-simbol yang mencerminkan luapan jiwa, letupan emosi secara spontan. Dalam dunia sastra simbol-simbol itu berbentuk kata-kata (diksi) yang jitu, tepat sasaran, menyentuh (touched). Berbeda dengan dunia olahraga khususnya atletik. Seorang atlet lari kelas dunia yang sukses meraih medali emas di ajang olimpiade maka aksi 'lari' (berlari) adalah wujud ekspresi jiwanya. Ia seakan tidak ingat lagi apa yang sebenarnya telah terjadi ketika ia sedang berlari atau selama berada di pusat latihan. Ia pun merayakan kemenangannya dengan sebuah tampilan yang disebut 'lari kemenangan' (victory run). Sambil mengacungkan bendera kebangsaannya ia toh masih berlari-lari solo mengelilingi lintasan di hadapan ribuan penonton. Ini sesuatu yang dramatis.  Sebaliknya Decker (pelari putri AS) yang jatuh tergeletak di lintasan lari akibat berbenturan dengan sesama pelari dalam sebuah insiden Olimpiade Los Angeles, AS (1984) tersingkir. Meski dalam kesakitan yang luar biasa (in agony) dan didampingi dokter atlet, Decker tetap memelotot dan menatap kawan-kawannya dalam kemarahan (in anger) ketika lomba lari itu berjalan terus tanpa dia. Sebuah ekspresi pemberontakan. Panorama kejiwaan yang ditampilkan Chairil dalam puisi Aku merupakan tanda kemenangan, ketegaran, sukacita karena sebuah pencapaian dalam pertarungan 'nilai' di atas sebuah gelanggang sastra.

Puisi Aku adalah simbol gelora dan semangat hidup Chairil yang menggebu-gebu merentang panjang jauh ke depan. Sebuah  metafora 'binatang jalang' dan  eksklamasi 'Aku mau hidup seribu tahun lagi' memperkokoh personalitas Chairil walau kontradiktif dengan usianya yang demikian singkat (1922-1949). Watak Chairil yang enerjik dan berapi-api itu hendak menggambarkan kepada kita bahwa perjalanan sastra Indonesia ke depan penuh dengan dinamika 'berlari'. Dalam penghayatan seorang Chairil puisi Aku adalah sebuah perspektif sastra Indonesia yang visioner. Hendaknya sastra Indonesia tak boleh  berjalan di tempat. Ia maju terus menerjang berbagai aral di negeri ini.

Gerakan sastra Indonesia oleh kelompok Taufiq Ismail, Agus R Sarjono, Gerson Poyk, Hamid Jabbar, Hartoyo Andangjaya, Jamal D Rahman, Joko Pinurbo, Satyagraha Hoerip, dan Utuy Tatang Sontani melalui aksi 'Sastrawan Berbicara Siswa Bertanya' (SASBISISTA) yang pernah turun ke SMAN 1 Kupang, NTT 26 Juli 2002 adalah sebuah wujud kepedulian agar sastra itu lebih dekat dengan siswa dan masuk ke dalam 'pagar-pagar sekolah'. Di sini  tidak cuma temu muka secara fisik yang terjadi tetapi apa itu 'sastra' yang riil menjadi terang benderang bagi siswa. Pemerintah daerah kita mestinya dapat berbuat serupa. Gerson Poyk, Umbu Landu Paranggi, Dami N Toda alm. Maria M Banda, dan sastrawan-sastrawan lain asal NTT perlu diakrabkan dengan masyarakat Flobamora, terutama kalangan pelajar (sekolah) dan  mahasiswa. Untuk itu harus bergerak. Tidak boleh diam. Ada tindakan nyata (action).  SASBISISTA adalah sebuah model perjuangan untuk membesarkan sastra Indonesia dengan roh Chairil Anwar dalam ikon 'berlari' : dari SMA ke SMA, dari pulau ke pulau, dan dari propinsi ke propinsi. *                       


Guru SMA Katolik Giovanni Kupang, peminat sastra

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved