Oleh Maria Matildis Banda

Kasihan Markus

"KASIHAN Markus anakku," Rara tampak murung. Nona Mia turut prihatin. Ada apa gerangan sampai Rara jadi sembab seperti ini?

"KASIHAN Markus anakku," Rara tampak murung. Nona Mia turut prihatin. Ada apa gerangan sampai Rara jadi sembab seperti ini?

"Markus tidak mau sekolah. Markus anakku diolok-olok di sekolahnya gara-gara namanya Markus yang dijadikan singkatan makelar kasus. Kenapa harus markus singkatannya? Kenapa? Apa salah anakku?

Kenapa bukan makkas atau masus atau apa lainnya?" Tanya Rara. Nona Mia terdiam menarik nafas panjang. Benar-benar dia merasa kasihan melihat Rara.

"Bayangkan Nona Mia, Markus nama baptis anakku yang begitu inspiratif, kudus, religius, historis dijadikan makelar kasus. Aku tidak mau nama anakku dikait-kaitkan dengan kasus Gayus dan  orang-orang berdasi, penggelapan, manipulasi dan pencucian uang. Aku sedih sekali," Rara benar-benar menangis.

"Sudahlah Rara. Santai saja lagi," bujuk Nona Mia.
"Apa artinya sebuah nama? Hanya nama, hanya sekedar nama!" Sambung Jaki dengan sungguh-sungguh kasihan pada nasib yang menimpa Markus anaknya Rara yang tidak mau sekolah gara-gara makelar kasus.

"Jangan engkau katakan apa artinya sebuah nama. Bagiku nama anakku sangat berarti," Rara menghapus air mata. "Dulu ayahku juga menangis tersedu ketika nama kakakku yang sulung, Petrus menjadi singkatan penembak misterius. Engkau tahu bukan apa artinya sebuah nama bagi ayahku dan keluargaku bukan?

Ayahku sampai dirawat di rumah sakit. Petrus kakakku tidak sekolah sampai sebulan lamanya. Untung hatinya bisa lapang untuk terima kenyataan setelah dinasehati dan diberi pengertian."

"Sekarang kuharap hatimu juga lapang menerima kenyataan anakmu bernama Markus!" Nona Mia mencoba menghibur.

"Tetapi sekali ini kalian harus membantu aku berbuat sesuatu. Kita harus ambil sikap menentang kekuasaan. Jangan seenaknya membuat singkatan nama untuk mafia kasus dan kasus mafia...Bila perlu kita demo Gayus dan komplotannya untuk bertanggung jawab!"
"Ya. Mari kita tanya Benza, biar atur sedemikian rupa supaya demo kita bisa berbuah hasil!" Jaki segera tanggap.


***
 "Kenapa kamu diam saja Benza? Apakah kamu tidak kasihan Markus anakku?" Rara sangat kecewa mendapati Benza yang hanya diam saja tidak memberi komentar apapun soal penderitaan yang dialaminya.
"Dulu, kakakku Petrus diambil namanya untuk penembak misterius. Kok mesti Petrus, apa hubungannya dan apa tidak ada singkatan nama lain?  Sekarang Markus anakku jadi makelar kasus. Tolong bantu aku Benza mengatasi masalah ini. Kita tidak boleh diam saja..."

"Benza, kamu sakit?" Tanya Nona Mia. "Aduh, badanmu panas sekali!"

"Demam berdarah?" Jaki terbelalak. "Kenapa tidak demam Gayus? Biar jadi pesakitan tetapi duitnya segudang, dikelilingi orang-orang penting, berkuasa, dan berpendidikan tinggi lagi. Benza, bicaralah!" Jaki memohon.

"Kalau kamu kasihan Markus anakku, bicaralah Benza!" Pinta Rara.

"Bicaralah sepatah kata saja, Benza!" Nona Mia ikut membujuk.
    
***
Tenar ala Gayus Tambunan dengan modus penggelapan pajak memang parah. Acara kaburnya pakai ke  Singapura, tinggal di hotel mewah, pulangnya pakai dibujuk-bujuk rayu, dijemput petinggi Polri, disambut kilatan lampu fotografer, bom berita media massa cetak, elektronik, dan dikerubuti bagai si aktor sekaliber Leonardo Di Carpio. Tampak benar pencuri berdasi yang satu ini, "diamankan" sedemikian rupa bagai pahlawan menang perang.

Maklumlah! Gayus pemegang kunci yang sanggup mematikan dan menghidupkan para petinggi negara ini. Jadi janganlah heran teman-teman jika Gayus menjadi begitu istimewa. Konon kasusnya akan menyeret tidak kurang dari lima belas jaksa, petinggi keamanan, penyidik di markas  besar, 121 rekan akan dimutasi, 13 anggota komplotan digiring untuk diperiksa, ditambah lagi sejumlah perusahaan, konsultan pajak, pengacara, hakim, jaksa, dan lain-lain yang bakal digaruk akibat mafia pajak. Bayangkan!

"He he he nanti juga diam dengan sendirinya kok. Century yang sekian triliun saja berakhir dengan rekomendasi dan pidato, apalagi Gayus yang hanya sekian miliar. Sudahlah, tak usah ikut-ikutan repot urusan orang-orang besar."

***
"Tetapi ini serius Nona Mia!" protes Jaki.
"Mau sibuk urus Gayus atau mau urus Markus anakku?" Rara memohon.

"Sudahlah! Tidak usah banyak komentar. Kita hanya orang kecil yang bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi. Kita berjuang sendiri, sungguh sendirian. Kita bayar pajak pontang panting. Kamu tahu tidak? Tanggal 30 Maret lalu aku hampir pingsan di kantor pajak untuk urus kartu wajib pajak karena mau ikut aturan.  Melihat ulah Gayus dan sekian petinggi negara di seputarnya aku jadinya mual.  Kita tidak punya kekuatan apa pun untuk berkata apa pun selain ngomong buang energi seperti sekarang ini. Capek ah!"

"Tetapi, kasus Gayus membuat teman kita Rara jadi uring-uringan tidak bisa makan, tidak bisa tidur, dan bawaannya maraaaah terus. Sejak markus terkenal dengan makelar kasus Rara sudah marah besar. Sekarang dia lebih marah lagi karena markus tambah tenar dan si Markus mogok sekolah."

"Kalau begitu kita tanya Benza. Mudah-mudahan saat ini dia sudah bisa bicara!"

***
Ternyata Benza tetap diam. Meskipun hatinya sungguh miris memikirkan nasib Markus yang namanya dimafia jadi makelar kasus, sebagaimana dulu nama Petrus pamannya yang juga dimafia. Hatinya sakit memikirkan betapa memalukan wajah negara ini yang sedang tenggelam dalam kubangan mafia oleh tangan-tangan penentu nasib rakyat? Bukankah pada jaman edan ini, lebih baik diam dari pada bicara? *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved