Oleh Maria Matildis Banda

Iklan Jamin

JADI cabup dan cawabup? Siapa takut! Lima tahun berkuasa, siapa bilang tidak enak. Tidak mau ketinggalan kereta, Rara pun mau jadi cabup. Tetapi dia bingung cari pintu masuk. Bingung juga mencari pasangan cawabupnya. Rencananya sore ini Rara dan teman-temannya akan berkeliling kota. Mereka akan melihat dari dekat berbagai iklan yang terpampang di mana-mana. Mau lihat mana yang sesuai selera. Namun sebelum berkeliling, Benza bicara soal apa motivasi Rara mau jadi orang nomor satu.

***
"Hmmm apa ya?" Rara balik bertanya. "Ah, tentu saja ingin mengabdikan diri menjadi pelayan masyarakat. Ingin berkorban demi kemakmuran rakyat. Ingin makan jagung bombo dengan rakyat. Ah ya intinya ingin jatuh bangun dan menderita bersama rakyat," kata Rara dengan rendah hati menyembunyikan niat dan tujuan sesungguhnya dari upaya menjadi bupati.

"Hmmmm itu ya motivasimu?" Sambung Jaki. "Kata-kata indah dan mengenaskan. Namun sayang tidak jelas banget untukku!  Mau makan jagung bombo dengan rakyat? Apa konkretnya? Mau menderita bersama rakyat? Apa wujudnya?"

"Gampanglah! Bisa dipikirkan kemudian. Yang pasti, begitu aku terpilih aku akan langsung buat pesta syukur dimana-mana bersama rakyat, konkretisasi dari mau makan jagung bombo dengan rakyat..." Jawab Rara dengan sedikit kesal. "Ingat! Aku ini cabup dan kalau benar-benar jadi bup, lihat saja nanti!"

"Wah, ngancam nih yeeee," Jaki tertawa mentah.

"Sudahlah, sekarang kita keliling kota, baca iklan, biar bisa pilih pintu masuk yang cocok untuk teman kita ini," Benza tenang-tenang saja bicaranya. 

***
"Ayoooo, ramai-ramai calonkan diri jadi  cabup-cawabup.  Siapa tahu seperti durian runtuh, lima tahun jadi orang nomor satu. Dapat status, dapat pangkat, dapat kuasa, dapat duit, dapat harta, dan dapat jalan-jalan ke Jakarta. Ada yang berani tolak? Coba saja!" Demikian iklan yang terpampang di tikungan  jalan dekat kali.

"Siapa takut!" Demikian reaksi Rara seketika saat membaca iklan itu. "Bagaimana menurut kalian? Ini pintu mau nantang kita. Balik tantang?"

"Dia jual kita beli!" Jaki menggulung lengan maju sambil menepuk dada. Ha ha gaya Jaki dan Rara persis si oknum Pansus Century. Lu jual gue beli. Waduh! Selangit deh!

"Bagaimana menurutmu Benza?" Tanya Rara.

"Sebaiknya kita minta komentar Nona Mia. Sebagai ahli wacana argumentatif dan persuasif, Nona Mia pasti tahu, apa yang dapat dibaca dari balik tikungan setiap kata!" Jawab Benza.
***

"Anda sanggup goreng kulit bundar di lapangan hijau?   Jebol gawang lawan sebanyak-banyaknya? Anda suporter pinggir lapangan yang suka teriak bangkitkan semangat lawan? Wasit garis dengan penglihatan super tajam?  Wasit yang tegas memberi sanksi kepada pemain nakal? Apalagi kalau Anda spesialis pinalti. Anda yang kami cari. Segera lamar jadi bupati,"  ini iklan yang terpampang di depan Gelora Sepak Bola.

"Wah, mau nantang juga nih!" Jaki memberi komentar. "David Becham, Christiano Ronaldo, Zinedine Zidane, Ibrahimovic, Kaka, Tierry Henry, Ronaldinho, atau siapa sebut saja. Nasib saja yang belum beri kesempatan kepada temanku Rara untuk lebih hebat dari pemain dunia."

"Ya ialaaaah..." Rara termakan pujian.  "Soal goreng bola? Jamin, aku lebih hebat dari Oscar De Lahoya. Tendangan sudut? Aku lebih jago dari Mikhael Jordan! Mau gaya tanduk di depan gawang? Aku jauh lebih baik  dari Brad Pitt..."

"Ssssttt, Rara! Oscar itu petinju, Jordan bintang basket, dan Brad Pitt itu bintang film. Ya ampun, jangan salah ngomong kamu, calon bupati!" Jaki berbisik.

"Yaaa, aku hanya membandingkan," merah wajah Rara. "Bagaimana menurutmu Benza? Aku yakin petinju, bintang basket, aktor film, juga bisa main bola bukan? Bahkan bisa lebih hebat dari Paris Hilton eh maksudnya si jago bola ..."

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved