Breaking News

Asyiknya Malam Minggu di El Tari Kupang

TIGA anak muda duduk di trotoar Jalan El Tari I, persis di depan rumah jabatan Gubernur NTT. Adi, Epi dan Voni, demikian nama ketiganya. Mereka bercerita, sesekali diselingi tawa, seakan tak peduli pada dinginnya angin malam. Pemandangan ini terekam pada Sabtu (6/6/2009) malam.

Tidak jauh dari mereka bertiga, ada beberapa pasang muda-mudi. Juga, asyik berceritra. Ada  yang duduk bersembunyi di balik sepeda motor yang diparkir. Seperti Adi, Epi dan Voni,  mereka juga sibuk berceritra, sambil cemilan. Diantara beberapa pasangan itu, ada sepasang  yang terlihat sangat mesra. Lagi pacaran. Duduk sambil berangkul bahu. Meski dilihat orang,  keduanya tidak peduli. Dunia milik berdua...he..he..

Selain mereka yang terkonsentrasi di depan rujab, sepanjang Jalan El Tari I ada saja orang  yang nongkrong. Kebanyakan, mereka duduk berkelompok, minimal dua orang. Sementara di ruas lainnya di Jalan El Tari, banyak warga sedang menikmati bubur kacang ijo, jagung bakar serta penganan ringan lainnya.

Setiap pengunjung Jalan El Tari memiliki alasan berbeda. Adi, Epi dan Voni, misalnya, datang  ke sana karena sudah janji untuk bertemu melepas rindu. Apalagi  Adi yang baru saja datang  dari Kefa, Kabupaten TTU.

"Kebetulan Adi ada di Kupang dan kotong bajanji katumu di sini untuk bacarita dan habiskan  waktu sambil lihat- lihat keramaian di Jalan El Tari. Sebelumnya Adi pernah di Kupang tetapi  sekarang sudah pindah ke Kefa. Kami reuni di tempat ini," ujar Voni.

Siswanto, mahasiswa semester IV pada FKIP Undana, memberi alasan, datang di Jalan El Tari  untuk rekreasi. "Kebetulan ada saudara adik yang datang dari Alor untuk lanjutkan sekolah  sehingga kami ajak dia untuk datang ke sini untuk lihat situasi di sini. Sekalian bawa adik  untuk lihat kota Kupang pada malam hari," ujar Siswanto yang datang bersama teman kos dan  adiknya dengan menggunakan dua sepeda motor.

Siswanto mengaku, sebelum ke Jalan El Tari mereka sudah mendatangi pantai Kupang. Namun  suasana di Pantai Kupang semakin sepi sehingga ketiganya beranjak ke Jalan El Tari untuk  nongkrong. Tempat nongkrong, persis di depan rujab Gubernur NTT. Saat ditemui, ketiganya  sudah selesai makan jagung bakar.

Alasan rekreasi juga dikemukakan seorang pemuda dan tiga wanita yang ditemui sedang  menikmati bubur kacang ijo. Bimo, mahasiwa Fakultas Teknik Undana Kupang, mengatakan, dia bersama dua temannya datang ke Jalan  El Tari karena lokasi tersebut ramai. "Sangat susah mencari tempat ramai yang enjoi dan gratis. Jadi pilihan jatuh ke Jalan El Tari," ujar Bimo. Selain anak muda, Jalan El Tari I juga dikunjungi orang tua yang membawa serta anak-anak.

Ferry Natun, misalnya, datang bersama istri dan anak-anaknya. Keluarga Ferry Natun tidak  perlu pusing mencari tempat karena sudah ada tempat favorit. "Anak-anak ingin makan kacang  ijo, jadi kami datang ke sini. Sekalian untuk refreshing," ujar Ferry Natun. Nyonya Ferry  Natun mengatakan, dia selalu membawa anak-anaknya menikmati jajanan di Jalan El Tari I. Banyaknya pengunjung membawa rezeki bagi penjual jagung bakar, kacang ijo dan pedagang  lainnya, di Jalan EL Tari I.

Penjual kacang ijo Na Mone Cafe Mobil, Yuli Adu Redelomi, misalnya, mengaku omzet penjualan  pada malam Minggu lebih besar dibanding hari-hari lainnya. Yuli menjual aneka menu seperti sup ubi yang dijual dengan harga  Rp 7.000/mangkuk,  kolak  Rp 4.000/mangkuk dan es palu butung Rp 5.000/mangkuk. Kalau pada hari biasa omzetnya Rp  400.000 maka pada malam Minggu bisa mencapai Rp 500.000- Rp 600.000.

Yuli menuturkan, awal mulanya, Yuli berjualan di atas kendaraan bak terbuka, di depan kantor  DPRD NTT. Namun karena dilarang petugas Polisi Pamong Praja, pegawai negeri sipil pada salah  satu instansi di lingkup Pemprop NTT ini, pindah tempat di depan kantor Gubernur NTT sejajar  dengan penjual jagung bakar lainnya.

Yuli mengaku memiliki trik khusus untuk menarik pelanggannya, diantaranya tidak menyediakan tempat duduk. Dia justru menggelar beberapa lembar karpet. Biar santai, lesehan. "Kalau ada  tempat duduk, sepertinya terlalu resmi, tetapi kalau duduk lesehan seperti ini terasa lebih  santai," kata Yuli.

Yuli tidak sendirian berjualan kacang ijo. Sepanjang Jalan El Tari I ada delapan pedagang  bubur kacang ijo. Kalau malam Minggu satu pedagang bisa memperoleh pemasukan Rp 600.000,  berarti total uang yang diperoleh delapan pedagang kacang ijo mencapai Rp 4.800.000.  Ini baru omzet penjual kacang hijau. Belum termasuk pedagang lainnya, seperti pedagang  jagung bakar dan penjual nasi. Sepanjang El Tari I juga terdapat 33 penjual jagung bakar.

Satu batang jagung bakar yang dioles mentega beserta sambal, harganya Rp 3.000. Kalau  seorang pedagang menjual 25 bulir jagung muda, maka pada malam minggu pedagang itu mendapat  penghasilan Rp 75.000. Artinya ke-33 pedagang meraub pemasukan  Rp 2.475.000.

Kalau merujuk pada penghasilan pedagang jagung dan pedagang kacang ijo, maka setiap malam  minggu uang yang beredar di bawah Rp 5.000.000. Nilai ini tergolong kecil, karena jenis  usaha masih terbatas. Jika mau uang yang beredar akan lebih banyak maka El Tari perlu  dikelola secara baik. Jalan El Tari bisa dijadikan tempat rekreasi. Perubahan peruntukan ini, diyakini akan membuat almarhum El Tari tersenyum dari tempatnya. (osa/ira)

Tutup Satu Jalur

MENGINGAT Jalan El Tari I sudah menjadi salah satu tempat rekreasi umum warga Kota Kupang, setiap saat semakin ramai, maka diusulkan agar pemerintah menutup salah satu jalur protokok itu pada setiap Sabtu malam (malam Minggu).

Usulan ini datang dari pedagang, pengunjung, baik perorangan maupun anggota komunitas seperti Komunitas Suzuki Thunder (Koster), Komunitas Scooter Ala Kupang (ScAK) dan Komunitas Pengkhianat.
Koster dan ScAK berpendapat, penutupan satu jalur Jalan El Tari dapat memberi kenyamanan bagi pengunjung. Warga tidak terganggu dengan lalu lintas kencaraan. Penutupan satu jalur, menurut mereka, juga bisa meminimalisir aksi kebut-kebutan (balapan liar) pada malam hari di jalan tersebut.

Ide penutupan ini memang bukan yang pertama. Jauh sebelumnya, pernah diusulkan Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FOMI) Propinsi NTT. FOMI mengusulkan agar Jalan El Tari I ditutup pada hari Minggu. Namun ide ini ditentang tokoh agama yang beralasan bahwa akses warga ke Gereja Anugerah di sisi Jalan El Tari akan terganggu.


"Dulu, ada ide dari FOMI untuk menutup ruas Jalan El Tari ini mulai dari Sabtu sore hingga Minggu siang sehingga Jalan El Tari bisa sebagai tempat rekreasi, olahraga. Tapi itu hanya jalan beberapa minggu saja dan setelah itut idak ada lagi. Padahal ide yang dikeluarkan oleh FOMI ini sangat bagus," ujar Fuad Sauki, Humas Koster.

Menurut Sauki, Jalan El Tari tidak sekadar ditutup pada dua hari itu tetapi pemerintah bisa menambah acara lainnya misalnya jualan makanan khas daerah atau hiburan lainnya sehingga warga yang datang ke tempat tersebut bisa mendapatkan pengalaman yang lebih, tak sekadar hanya makan jagung bakar atau bubur kacang ijo.

Terkait dengan ide penutupan ruas Jalan El Tari, ScAK memberi alasan. Menurut ScAK, penutupan bisa dilakukan pada malam Minggu untuk mencegah jangan sampai terjadi kebut-kebutan dengan bunyi knalpot yang sangat mengganggu kenyamaman warga pada malam hari. "Kalau satu jalur digunakan untuk dua arah maka orang akan lebih berhati-hati dan tidak akan kebut-kebutan," ujar Jerry, anggota ScAK Kupang.

Andre Nenabu dari Pengkianat Komunity, mengatakan, Jalan El Tari merupakan salah satu ruas jalan yang strategis. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah bisa memanfaatkan jalan itu seoptimal mungkin, artinya tidak hanya untuk lalu lintas kendaraan.

Menurut Andre, El Tari bisa dimanfaatkan untuk ajang adu kentangkasan, pameran kerajinan serta event lainnya yang mana dari kegiatan tersebut bisa berdampak pada kehidupan pedagang kecil yang berjualan di sepanjang Jalan El Tari.

"Satu jalur bisa ditutup untuk akhir pekan dengan batasan tertentu, seperti soreh hari untuk olahraga, malam hari untuk pedagang kecil, menjelang subuh bisa untuk adu balap sesama komunity," kata Andre.

Ide menutup jalan El Tari juga disampaikan penjual kacang ijo Na Mone Cafe Mobil,  Yuli Adu Redelomi. Warga RT 24 RW 08 Kelurahan Fatululi yang juga sebagai PNS pada Dinas Koperasi Propinsi NTT ini, mengatakan, Jalan El Tari bisa dijadikan sebagai obyek wisata terutama pada malam Minggu sehingga kalau dikelola dengan baik akan membuat hal yang berbeda dengan tempat lainnya.

"Kalau bisa pemerintah menutup salah satu ruas jalan serta menambah paving block di taman agar taman yang ada bisa digunakan untuk tempat bersantai. Pedagang kecil juga ditambah agar bisa lebih ramai sehingga ada banyak pilihan," ujar Yuli Redelomi.

Nyonya Ferry Natun, pengunjung lainnya, mengatakan, pemerintah perlu melakukan penataan ruas Jalan El Tari I. Pedagang kecil perlu diberi tempat. Selain itu, pemerintah juga harus bisa mencipatkan moment penting guna menarik pengunjung untuk datang ke Jalan El Tari I. (ira/osa)


Bisa Jadi Pedestrian Mall?


DOSEN Arsitek pada Fakultas Teknik Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Ir. Robert Raya Wulan Sogen, MT berpendapat, pemanfatan jalan untuk kegiatan rekreasi publik bernilai positip. Sebab, jalan dalam terminologi street memiliki dimensi sosial. Di banyak tempat, jalan bahkan ditutup dan dijadikan pedestrian mall (mall bagi pejalan kaki).

Apakah konsep itu bisa diterapkan di Jalan El Tari? Bagi Raya Wulan, pertanyaan ini penting mengingat jalan El Tari I merupakan jalan utama kota dengan kedudukan sebagai jalan kolektor primer dan juga berstatus jalan protokol.

Ketika digunakan untuk rekreasi publik, lanjut Robert, pasti akan mengganggu fungsi jalan tersebut sebagai penyalur transportasi kota dalam kedudukan sebagai jalan kolektor primer. Pengalihan pemanfaatan jalan untuk rekreasi publik seharusnya dilakukan terhadap jalan lokal dan bukan pada jalan kolektor primer.
Menjadikan Jalan El Tari sebagai pedestrian mall, lanjut Raya Wulan, sangat tidak layak secara konseptual. Tetapi kalau memang mau dipaksakan maka Jalan El Tari perlu didesain ulang dengan memperhatikan aspek demokrasi jalan. Artinya fungsi penyalur transportasi dan rekreasi publik dapat berlangsung tanpa saling mengganggu satu sama lain.

Terlepas dari soal layak tidaknya gagasan menjadikan Jalan El Tari sebagai ruang rekreaksi publik, kata Robert, seharusnya merupakan sasaran antara atau solusi jangka pendek. Oleh karena itu, untuk jangka panjang, Pemkot perlu memikirkan adanya ruang publik yang  representatif  seperti agora atau alun-alun kota. Dengan demikian kegiatan rekreasi publik yang dimaksudkan dapat diwadahi tanpa harus mengganggu lalu lintas. (osa)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved