Ini Sejumlah Stand yang Bisa Ditemui di Festival Epo Wewa Belen Kolontobo Ile Ape
Dia menyebutkan penjualan arak ini sangat membantu perekonomian keluarga karena sudah ada pasarnya yang jelas.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Ini Sejumlah Stand yang Bisa Ditemui di Festival Epo Wewa Belen Kolontobo Ile Ape
POS-KUPANG.COM|KUPANG--Festival Epo Wewa di Desa Kolontobo, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata menawarkan beragam pameran unik dan khas Desa Kolontobo.
Di balik hingar bingar balap motor, teater rakyat dan musik, ternyata sejumlah stand juga menampilkan proses penyulingan arak, tenun ikat dan kuliner tradisional.
Dalam pembukaan festival itu, Kamis (27/6/2019), ditampilkan proses penyulingan arak Kolontobo.
Petrus Payong, seorang penyuling mengungkapkan di kampungnya terdapat tiga tempat penyulingan arak dan dijual di kampung.
Menurut Petrus Satu hari tiga kali dia memasak arak sehingga bisa mendapatkan tiga botol minuman kemasan besar. Ia menjualnya dengan Rp 80 ribu.
Dia menyebutkan penjualan arak ini sangat membantu perekonomian keluarga karena sudah ada pasarnya yang jelas.
• VIDEO: Head Operation TBBM Ende Kuatir Dipenggal Jika Stok Minyak Tanah Kosong
• Tahun Ini, SMK Negeri 1 Wae Rii Kabupaten Manggarai Terima 468 Siswa Baru
• Yuk Simak! Peringatan Dini BMKG, Potensi Angin Kencang, Gelombang Tinggi, dan Kebakaran Hutan
"Sudah pasti ada yang beli," Petrus menambahkan.
Sejumlah pegiat tenun ikat di desa tersebut juga turut menampilkan demonstrasi pembuata tenun Ikat. Salah satunya adalah Kelompok Tenun Ikat Dusun Tiga Baolangu, Desa Kolontobo.
Theresia Kepua Soromaking, seorang penenun, menjelaskan proses pembuatan tenun ikat jadi sarung ini dipamerkan mulai dari sari kapas sampai penggilingan, kemudian haluskan kapas, pemintalan, pembentukan benang, pewarnaan dari akar mengkudu, penenunan, sampai proses penjahitan jadi sarung tenun ikat.
Theresia merincikan harga tenun ikat itu berbeda-beda. Yang jenis Wate Hebeng dibanderol dengan harga Rp 5 - 7 juta, jenis Wate Toppong Rp 2 - 2,5 juta, Wate Meang (sarung adat) dikenakan harga Rp 10 juta ke atas.
"Yang membedakan itu adalah motifnya," ujarnya.
Dia mengaku tenun milik mereka banyak peminatnya, dan tak terpengaruh harga pasaran.
Ada juga kekhasan kuliner lokal. Selain makanannya yang lezat dan unik, kuliner yang dipamerkan semuanya disajikan menggunakan bahan-bahan tradisional alami. Ada senduk, piring, mangkuk yang semuanya berbahan dasar kayu dan bambu.
Pegiat kuliner Kolontobo, Marieta Lema, mengungkapkan semua jenis ikan dan siput berasal dari laut di kawasan Ile Ape.
• Kapolri Tak Perlu Ada Mobilisasi Massa Jelang Penetapan Presiden dan Wapres Terpilih, Ini Harapannya
• Pelatih Arema FC Belum Temukan Tandem Sylvano Jelang vs PS Tira Persikabo, Ini Strateginya
Perihal sajian berbahan dasar alam, lanjut Marieta, sajian seperti itu biasa dilakuka saat pesta kacang di kampung adat atau kamping lama.
"Tidak susah buat semua dengan metode sederhana."
Panganan yang ditawarkan seperti jagung bose, putu pengan dari singkong, pisang rebus, siput lawar (belawa), dan jagung titi.
Semua panganan ini dibikin sendiri oleh ibu-ibu PKK dasawisma dusun tiga Kolontobo.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)