Renungan Harian Kristen Protestan Jumat 8 Maret 2019, Tenda duka jadi tenda sukacita? Mengapa tidak!

Renungan Harian Kristen Protestan Jumat 8 Maret 2019, Tenda duka jadi tenda sukacita? Mengapa tidak!

Editor: Eflin Rote
Dok Pribadi/Mesakh A.P. Dethan
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA 

Tenda duka jadi tenda sukacita? Mengapa tidak!

Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh MA

Ada sebagian orang yang nampaknya cemberut dan memprotes atau merasa tidak senang kalau ibadah pengucapan syukur dilaksanakan pada hari yang sama setelah acara Kebaktian pemakaman dan setelah jenazah dibawa ke tempat pemakaman.

 Mereka nampaknya tidak sepakat kepada ajakan orang yang mewakili keluarga, dimana ia mengajak semua sidang perkabungan kembali ke tenda seraya mengatakan: “mohon setelah pemakaman Bapak, Ibu, saudara-saudari semua kembali ke tempat ini supaya kita mengubah tenda duka ini menjadi tenda sukacita”.

Protes atau nada ketidaksenangan ini dari sisi tertentu bisa dipahami. Karena bagi mereka yang pernah merasakan kehilangan orang-orang yang dikasihi tentu tidak mudah untuk segera keluar dari situasi duka tersebut secepat kilat.

Akan tetapi mungkin juga kita bisa pahami mengapa keluarga-keluarga modern sekarang ini melangsungkan acara pemakaman dan acara pengucapan syukur pada hari yang sama. Ini bisa juga dipahami dalam beberapa alasan.

Pada satu pihak karena faktor kesibukan keluarga dan para pelayat yang merasa bahwa melaksanakan pada satu hari yang sama akan menghemat waktu dan tenaga mereka. Mereka tidak perlu bolak balik lagi datang ke rumah duka.

Dipihak lain, biasanya banyak keluarga simati dari tempat yang jauh.

Dan terkadang sudah hadir pada hari kematian hingga hari pemakaman yang kalau ditotal ia sudah hadir di rumah duka sekitar 2 atau 4 hari lamanya sejak ia mendengar kabar duka. Sehingga kalau menunda atau mengundurkan hari pengucapan syukur ke hari lain, maka itu sudah terlalu menyita waktu mereka.

Selain itu pengucapan syukur pada hari yang sama juga menolong keluarga-keluarga pelayat atau para sahabat yang datang dari jauh yang mungkin dalam perjalanan mereka ketempat duka yang sejak dini hari sampai pada acara pemakaman mungkin belum makan, sehingga pengucapan syukur pada hari yang sama sudah menolong mereka.

Dan bagi keluarga duka tidak ada pemborosan karena harus menyiapkan makan bagi keluarga yang datang dari tempat yang jauh pada hari pemakaman maupun juga hari pengucapan syukur yang dilaksanakan pada hari lain.

Pemborosan akan bertingkat tingkat. Bahkan pada keluarga tertentu hewan-hewan sudah disembelih sejak hari kematian untuk memberi makan kepada bukan saja keluarga duka dan keluarga dari jauh bahkan semua pelayat yang datang.

 Jadi alasannya bukan karena orang tidak menghargai rasa duka keluarga, atau orang bisa secepat kilat mengganti dukacita menjadi sukacita, tetapi lebih kepada alasan-alasan praktis yang telah disebutkan di atas. 

Jadi sebetulnya juga soal waktu orang berduka tidak dapat diukur dengan waktu satu jam atau tiga jam, diukur dengan satu dua hari.

Karena ada orang yang keluarganya, misalnya Opanya, Bapak atau ibunya, istri atau suaminya sudah meninggal setahun yang lalu, tetapi setiap menghadiri acara pemakaman orang itu akan menangis atau berduka mengingat orang-orang dekatnya.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved