Berita Kabupaten Lembata
Di Lembata! Mantan Kades Atualupang Dituntut 2 Tahun Penjara
dalam kasus itu, pihaknya selaku jaksa penuntut umum menghadirkan dua terdakwa yang duduk di kursi pesakitan, yakni mantan kepala desa dan pelaksana
Penulis: Frans Krowin | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Frans Krowin
POS KUPANG.COM, LEWOLEBA -- Mantan Kepala Desa (Kades) Atualupang, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata berinisial RAH dan pelaksana pekerjaan berinisial AS, dituntut 2 tahun penjara, dalam sidang kasus dugaan penyelewengan dana desa di desa itu tahun 2018 ini. Dalam kasus ini negara dirugikan Rp 280 juta lebih.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lembata, Aluwi, melalui Kasie Pidsus Erwin Rangkuti, mengungkapkan hal itu, ketika dihubungi Pos Kupang.Com melalui telepon selulernya, Rabu (5/12/2018) petang. Ia menyebutkan, tuntutan atas terdakwa itu telah dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Kupang, Selasa (4/12/2018).
Dikatakannya, dalam kasus itu, pihaknya selaku jaksa penuntut umum menghadirkan dua terdakwa yang duduk di kursi pesakitan, yakni mantan kepala desa dan pelaksana pekerjaan pembangunan sejumlah item pekerjaan di desa tersebut.
Dalam kasus tersebut, katanya, kedua terdakwa itu terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan dana desa sehingga merugikan uang negara Rp 280 juta.
Sampai saat ini, lanjut Erwin, sebagian besar dana yang diduga disalahgunakan itu, telah dikembalikan ke kas negara. Tapi masih sekitar Rp 50 juta uang yang ditilep tersebut, belum dikembalikan. Konsekuensi hukum dari hal itu, adalah ditambah lagi hukuman 1 tahun penjara.
Kasus dugaan korupsi yang sedangkan disidangkan di Pengadilan Tipikor Kupang itu, katanya, merupakan kasus pertama tahun 2018 yang ditangani aparat penegak hukum di Kabupaten Lembata. Kasus itu ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata.
• Gubernur NTT Viktor Laiskodat Titip Bank NTT ke OJK
Kasus lain yang kini sedang ditangani, adalah dugaan penyalahgunaan keuangan negara saat pelaksanaan Hari Nusantara (Harnus) XVI di Lewoleba, Lembata tahun 2016 lalu. Dalam kasus tersebut, dana yang tak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 600 juta lebih. Hal itu berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kini sedang ditindsklanjuti. (*)