Divonis Tujuh Tahun, Fredrich Yunadi Anggap Hari Kematian Advokat

Pengacara Fredrich Yunadi merasa keberatan dengan vonis tujuh tahun penjara yang diberikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.COM
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/5/2018). 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Pengacara Fredrich Yunadi merasa keberatan dengan vonis tujuh tahun penjara yang diberikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/6/2018). Fredrich Yunadi merasa momen ini merupakan hari kematian advokat.

"Saya harus memberitahukan hari ini, saya akan bicarakan dengan teman-teman di Peradi, ini hari abu-abu atau kematian advokat," kata Fredrich usai menjalani sidang putusan.

Baca: Tuntut Penyelesaian Kasus Penembakan Poro Duka, Sejumlah Aktivis Lakukan Aksi Massa di Mapolda NTT

"Peran advokat sudah hancur. Karena kita sudah diinjak habis penegak hukum. Jadi ini advokat seperti G30S, ini. Jadi 28 Juni adalah hari kematian advokat," ujarnya.

Fredrich merasa heran ketika majelis hakim memutuskan pertimbangan tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Sebab, sebagai seorang advokat, ia harus membela siapa pun termasuk koruptor. Ia juga merasa tak melakukan korupsi.

Mendengar pertimbangan itu, ia meminta rekan-rekan advokatnya untuk tidak menerima klien dari para koruptor.

"Jadi siapa pun yang membela kliennya itu akan dijerat dengan Pasal 21. Apalagi hakim menggunakan pertimbangan jaksa yang menganggap tidak mendukung pemberantasan koruosi. Apakah seorang koruptor tidak boleh dibela?" kata Fredrich.

Fredrich juga menuding majelis hakim tak memiliki pertimbangan mandiri. Ia menilai majelis hakim diperintah oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Padahal sidang ini punya pengadilan, kelihatannya majelis hakim diperintah KPK. Saya akui, tiada instansi di Republik Indonesia ni yang lebih hebat dari KPK. Putusan ini sudah saya prediksi," kata dia.

Fredrich juga menegaskan akan berbicara dengan seluruh rekan-rekan advokat untuk menetapkan aturan bahwa mantan jaksa dan hakim harus ditolak menjadi advokat.

"Karena mindset-nya berbeda, kita membela mereka yang membutuhkan bantuan hukum, meskipun mereka penjahat. Meskipun dia teroris, tetap dia harus dibela," ujar dia.

Fredrich Yunadi divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Fredrich juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu 12 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan majelis hakim, hal yang memberatkan adalah tindakan Fredrich yang tidak mengakui perbuatannya secara langsung dan terus terang.

Kemudian, Fredrich dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Majelis hakim juga menilai dalam persidangan Fredrich menunjukkan sikap dan tutur kata yang kurang sopan dan mencari-cari kesalahan pihak lain.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved