Sekolah Tari Mada Pentas Sendratari di Sumba Barat Daya Besok Malam. Inilah Keistimewaannya

Sebagai satu dari 10 peraih Hibah Cipta Perdamaian 2018, Sekolah Tari Mada-Belantara Budaya Indonesia akan menyelenggarakan pentas

Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/PETRUS PITER
Tarian massal Kataga pelajar SD, SMP dan SMA se-Sumba Barat di Lapangan Manda Elu beberapa waktu lalu 

POS-KUPANG.COM, WEETEBULA -- Menari dan bermusik merupakan bagian hidup sehari-hari masyarakat Sumba khususnya di Sumba Barat Daya.

Melihat potensi tersebut Sekolah Tari Mada-Belantara Budaya Indonesia (Mada-BBI) mengajukan permohonan dalam skema hibah Cipta Perdamaian 2018 dari Yayasan Kelola-Kedutaan Besar Denmark untuk mementaskan sendratari dengan mengangkat cerita rakyat setempat.

Sebagai satu dari 10 peraih Hibah Cipta Perdamaian 2018, Sekolah Tari Mada-Belantara Budaya Indonesia akan menyelenggarakan pentas sendratari “Inya Nyale”.

Pentas akan berlangsung di Panggung Mada di Kelimbu Ngaa Bangga, Desa Weelonda kecamatan Kota Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 20 Mei 2018, mulai pukul 18.30 Wita.

Sendratari ini digagas pendiri bersama sekolah tari Mada-BBI, yaitu Maria D. Andriana, Diah Kusumawardani Wijayanti dan Anggriani Lele Biri Irwanto, serta mendapat dukungan dari Sanggar Tari Wano Tura, sanggar tari SMA St. Alfonsus Sumba Barat Daya dan kelompok tari dari Desa Kadiroma di Wewewa Barat.

Maria D Andriana
Maria D Andriana (ISTIMEWA)

Dalam siaran pers yang diterima Pos Kupang, Sabtu (19/5/2018), Maria D Andriana menjelaskan, tujuan pementasan tari ini adalah untuk mengajak generasi muda mencintai budaya dan mengembangkan kesenian tari dan musik tradisional serta menampilkan kemampuan pegiat seni dan memberi kegiatan positif.

“Kami sebagai penyelenggara berkeyakinan bahwa melalui kegiatan seni dapat memberikan dorongan untuk melembutkan hati dan meredam potensi konflik antargolongan, antaretnis antar agama,” kata Maria.

Maria menjelaskan, menghidupkan seni budaya melalui sanggar tari atau sekolah tari diharapkan juga memberikan keterampilan yang bisa mencetak para penari professional yang dapat mengharumkan nama daerah, bangsa dan memajukan pariwisata serta ekonomi.

Terdapat banyak aktivitas ekonomi yang terlibat selain tari dan musik, yaitu kerajinan tenun, pariwisata, kuliner sehingga meningkatkan perekonomian mereka yang terlibat.

Cerita Inya Nyale

Kisah Inya Nyale diangkat untuk mengenalkan salah satu tradisi Nyale yaitu masa memanen cacing laut yang dilakukan oleh masyarakat Kodi.

Kisahnya mirip di Lombok dengan legenda Putri Mandalika, yaitu seorang putri yang menceburkan diri ke laut dan menjelma menjadi nyale, demi menghindari ancaman perang dari dua pemuda yang memperebutkan dirinya untuk menjadi istri.

Bagi orang Kodi, Nyale dianggap sebagai lambing kesuburan, anugerah untuk mendapat panen raya. Fenomena kehadiran nyale yang banyak dipercaya sebagai lambang masa panen yang akan subur sehingga masyarakat pun bersuka cita menyambutnya.

Masyarakat Lombok berburu nyale di pantai
Masyarakat Lombok berburu nyale di pantai (KOMPAS.COM)

Bagi warga Kodi, Sumba Barat Daya, kehadiran Nyale dipercaya sebagai lambang kemakmuran dan kesuburan. Kehadiran Inya Nyale (personifikasi cacing nyale/laor) dinantikan setahun sekali dan menjadi simbol perdamaian antara dua desa di Kodi.

Cacing laut yang disebut Nyale bisa dipanen pada musimnya, yaitu sekitar Februari dan Maret karena pada saat tersebut hewan laut itu akan melimpah dan bisa dipanen oleh warga.

Masyarakat pesisir di Lombok dan Sumba mengonsumsi nyale sebagai salah satu sumber protein hewani dan menghargai pemberian alam tersebut.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved