Warga Translok UPT Nggorang Manggarai Barat Pertanyakan Sertifikat Tanah Mereka

Ketua DPRD Mabar Blasius Jeramun, hari itu menghadirkan juga Kepala BPN Mabar, I Gusti Made Anom Kaler.

Penulis: Servan Mammilianus | Editor: Agustinus Sape
POS KUPANG/SERVAN MAMMILIANUS
Suasana saat warga translok UPT Nggorang tiba di DPRD Mabar, Rabu (22/11/2017). 

Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Servan Mammilianus

POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Sekitar seratus orang warga Translok UPT Nggorang, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), mendatangi DPRD Mabar, Rabu (22/11/2017).

Mereka mempertanyakan sertifikat tanah mereka untuk dua ratus orang, yang belum diberikan semuanya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Padahal mereka sudah 20 tahun transmigrasi ke wilayah itu atas permintaan dan difasilitasi oleh pemerintah.

Ketua DPRD Mabar Blasius Jeramun, hari itu menghadirkan juga Kepala BPN Mabar, I Gusti Made Anom Kaler.

Baca: Berebut Hp, Perempuan Ini Tega Tikam Suami Menggunakan Pisau, Begini Kondisinya!

Hadir juga satu anggota dewan lainnya, Ino Tanla serta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Maxi Bagul, juga Sekretaris Camat Komodo, menerima kedatangan warga di salah satu ruangan lantai satu Kantor DPRD.

Juru Bicara warga, Yosdarso Mbego, saat itu mengatakan bahwa mereka sekarang ini merasa ditelantarkan oleh pemerintah, berkaitan dengan sertifikat tanah mereka untuk dua ratus orang warga.

“Sudah dua puluh tahun kami tinggal di daerah translok yang sejak awal diatur oleh pemerintah. Sampai saat ini kami merasa ditelantarkan atas sertifikat lahan. Tahun 1997 saat awal kami tinggal di Translok, pemerintah berjanji berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat sekitar,  bahwa kami mendapat tiga bidang tanah. Pertama lahan pekarangan, lahan usaha satu dan lahan usaha dua,” kata Yos.

Baca: Pengusaha Garam Lirik Lembata, Wabup Thomas: Survei Dulu

Lahan pekarangan, kata dia, berukuran lima ribu meter persegi. Demikian juga lahan usaha satu berukuran lima ribu meter persegi. Sedangkan lahan usaha dua, berukuran sepuluh ribu meter persegi. Sehingga totalnya dua puluh ribu meter persegi.

“Setelah dua puluh tahun, kami baru mendapat sertifikat lahan pekarangan. Sedangkan untuk lahan usaha satu, baru 135 sertifikat. Lahan usaha dua sertifikatnya ada, tetapi lahannya belum ada. Kami minta penegasan pemerintah. Masih ada 65 sertifikat yang belum dibagikan untuk lahan usaha satu. Apakah ini kesengajaan atau persoalan lain,” kata Yos.

Kepala BPN Made Anom Kaler saat itu mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan penelusuran dan menemukan ada buku tanah untuk lahan dari 65 orang itu. Kalau ada buku tanahnya, kata dia, maka otomatis sertifikat tanahnya ada karena sertifikat itu isinya adalah kutipan dari buku tanah.

“Minggu lalu kami dapat. Saya cek yang namanya daftar isi 208, yaitu seperti buku agenda, sifatnya buking sekitar empat ratus lebih sertifikat. Kemungkinan termasuk sertifikat lahan usaha dua. Saya perintahkan untuk telusuri buku tanahnya, ternyata ada 65. Kalau ada buku tanahnya berarti sertifikatnya ada. Sertifikat itu kutipan dari buku tanah. Kalau buku tanah ada, artinya sertifikat ada.

Pertanyaan kita, di mana 65 sertifikat itu. Itu yang akan kami telusuri,” kata Made Anom Kaler.

Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Nakertrans Mabar terkait sertifikat itu.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved