Jembatan Hanyut Terbawa Banjir, Desa Alorawe-Nagekeo Terisolasi, Kasihan Anak-anak Sekolah
Jembatan kayu yang menghubungkan desa tersebut dengan wilayah lain hanyut terbawa banjir akibat hujan deras pada Rabu (15/11/2017) petang.
Penulis: Adiana Ahmad | Editor: Agustinus Sape
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM | MBAY - Desa Alorawe, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, terisolasi. Transportasi dari dan menuju desa itu putus total.
Jembatan kayu yang menghubungkan desa tersebut dengan wilayah lain hanyut terbawa banjir akibat hujan deras pada Rabu (15/11/2017) petang.
Warga Alorawe yang terjebak banjir tidak bisa lembali ke rumah mereka dan terpaksa tidur di sekitar kali.
Baca: Hebat! Hebat! Putri Penjual Ikan Bakar Ini Lulus Kuliah Dengan Pujian
Ada juga yang terpaksa menginap di rumah keluarga di kampung tetangga, Kampung Thereisa dan baru menyeberang kali pulang ke Alorawe setelah banjir surut pada Kamis (16/11/2017).
Terputusnya transportasi ke Alorawe juga mengakibatkan siswa sekolah harus bertarung dengan derasnya arus sungai dan bersabung nyawa untuk menjangkau sekolah.
Para siswa sekokah dasar dari Desa Alorawe mau tidak mau harus sekolah karena sudah duduk di kelas VI.
Para siswa harus membawa baju ganti ketika menyeberang sungai agar masuk sekolah dalam keadaan kering.
"Dari rumah anak-anak tidak pakai baju seragam. Mereka menggunakan baju bebas agar bisa berenang ke sebelah tepian sungai. Setelah tiba di tepian, mereka baru ganti dengan baju seragam. Demikian juga ketika kembali atau pulang sekolah.
Baca: Mencoba Bunuh Diri, Seorang Perempuan Melompat ke Lubang Galian, Ini Yang Terjadi!
Seorang siswa bernama Alan yang ditemui ketika hendak menyeberang Kali Alorawe, Rabu siang, mengatakan, walaupun dengan perasaan takut, dia dengan kawan-kawannya tetap nekat menyeberang karena mereka harus tetap belajar menghadapi ujian sekolah dan ujian nasional (UN).
Baca: Polisi Ajukan Rp 37 Miliar Untuk Amankan Pemilihan Gubernur
Bagi warga yang memiliki kendaraan roda dua, terpaksa harus meminta bantuan warga lainnya untuk menggotong ke seberang sungai.
Bukan gratis, mereka harus membayar Rp 150.000 per sepeda motor.

Seorang guru, Kornelis Siga mengatakan, pemandangan tersebut sudah berlangsung sejak kampung Alorawe ada.
"Jembatan darurat yang terbuat dari kayu dan papan pada setiap musim hujan pasti hanyut. Dan, dibangun kembali secara swadaya pada musim kemarau," kata Ignasius. (*)