Human Interest Story

FEATURE: Gendang Lentang Gelar Upacara Roko Molas Poco

Tradisi leluhur seperti roko molas poco merupakan salah satu kearifan lokal orang Manggarai, dalam menghargai rumah, hutan dan kehidupan

Penulis: Irfan Hoi | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM/HO
ROKO MOLAS POCO - Dalam upacara roko molas poco, perempuan duduk di atas kayu atau tiang yang digotong. Dia mengenakan kain tenunan songke, kebaya dan payung, serta duduk beralaskan bantal kaki yang terbuat dari anyaman daun pandan (tange re’a). 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tradisi leluhur seperti roko molas poco merupakan salah satu kearifan lokal orang Manggarai, dalam menghargai rumah, hutan dan kehidupan, serta sumber atau pemilik kehidupan orang Manggarai.

WARGA Kampung Lentang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai menggelar upacara adat Roko Molas Poco. Upacara Roko Molas Poco merupakan ritual adat yang membawa tiang utama (siri bongkok) untuk pembangunan rumah adat (rumah gendang) baru Gendang Lentang.

Ritual adat yang digelar pada Senin (29/9/2025) diikuti semua warga Gendang Lentang. Juga perwakilan kampung atau Gendang Raong, Gendang Kalo dan Gendang Rejeng, serta perwakilan beberapa gendang (kampung) di sekitar Kecamatan Lelak.

Upacara Roko Molas Poco dimeriahkan tarian adat ronda dan tabuhan gong-gendang. Sejauh kira-kira 100 meter, mereka berarak melalui jalan mendaki ke ujung kampung hingga pa’ang (beranda kampung) dan natas (halaman) Kampung Lentang. 

Tiang utama atau siri bongkok itu digotong sepanjang jalan menuju kampung. Beratnya sekitar satu ton dengan panjang sekitar 9 meter.

Ketua Panitia Pembangunan Rumah Gendang Kampung Lentang, Aventinus Arson mengatakan, pembangunan rumah adat Lentang telah melalui sejumlah tahapan. Pertama diawali pembongkaran rumah gendang lama yang diawali upacara penti dopo. 

“Setelah pembongkaran itu kita buat acara peletakan batu pertama dan roko molas poco ini,” kata Aventinus.
Dikatakan, upacara roko molas poco ibarat menancap “jantung” rumah gendang yang disebut siri bongkok. 

Ajong, sapaan pria yang juga guru salah satu sekolah ini, mengatakan, pembangunan rumah adat Gendang Lentang juga tak lepas dari bantuan Pemerintah Kabupaten Manggarai, terutama Dinas Pariwisata sebesar Rp 200 juta. Ditambah biaya yang dibebankan kepada 400 kepala keluarga (KK), dengan kisaran Rp 900 ribu per KK.

Dalam upacara roko molas poco, yang duduk di atas kayu itu, katanya, adalah seorang gadis cantik, perwakilan dari pihak anak rona (keluarga pihak ibu dari leluhur Lentang).

Ajong mengatakan, di Kampung Lentang terdapat delapan ame/panga (klan). Semua warga delapan ame ini berpartisipasi dalam upacara roko molas poco. Tugas-tugasnya pun sudah dibagikan.

Sedangkan perwakilan pihak anak rona diwakili anak gadisnya, untuk menduduki kayu yang digotong. Maka disebut roko molas poco.

“Dulu model mbaru gendang (rumah adat) kita itu segi empat. Maka yang dibuat upacara roko molas poco itu haju lando rata (kayu melintang), bukan tiang, dan yang duduk di atasnya adalah laki-laki,” katanya.

Tetapi, sekarang, lanjut Ajong, kayu yang digotong warga Kampung Lentang adalah tiang atau siri bongkok, karena rumah adatnya berbentuk kerucut atau bulat (niang). Hal ini dilakukan semata untuk penyeragaman.

Ketua Seksi Adat Pembangunan Rumah Gendang Kampung Lentang, Silvester Anton Jandur mengatakan, secara sederhana “Roko Molas Poco” berasal dari tiga kata, yaitu, dari kata roko, molas dan poco. Roko artinya membawa lari, molas artinya cantik atau gadis, sedangkan poco artinya gunung. 

Dia mengatakan, menurut tradisi leluhur orang Lentang, saat upacara roko molas poco ada dua istilah, yaitu laki rami dan lando rata. Katanya, kayu yang digotong bersama warga sebenarnya bukan tiang utama (siri bongkok), tetapi kayu melintang (lando rata). 

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved