Breaking News

Opini

Opini: Potensi Cacat Hukum dalam Penetapan Tersangka Nadiem Makarim

Timbul pertanyaan serius mengenai dasar hukum dan prosedur formil yang digunakan dalam penetapan tersebut.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI FAKHLUR
Fakhlur 

Oleh: Fakhlur
Direktur Humanity Law Firm, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

POS-KUPANG.COM- Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dituduh telah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook tahun 2019-2022. 

Penyidik menduga ada beberapa modus yang terjadi dalam kasus itu antara lain penggelembungan harga, dan pemaksaan penggunaan produk tertentu dengan kerugian negara sekitar Rp 1,92 triliun. 

Atas perbuatannya, Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 untuk Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Meski demikian, penetapan tersangka terhadap menteri dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo ini berpotensi cacat hukum.

Pra Peradilan

Dalam Pasal 1 angka 10 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 

Baca juga: Jadi Tersangka, Nadiem Makarim: Tuhan Melindungi Saya, Kebenaran akan Keluar

Pembahasannya adalah, Pertama, tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. 

Kedua, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi demi tegaknya hukum dan keadilan. 

Ketiga, permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 

Kewenangan tersebut kemudian dipertegas dalam Pasal 77 KUHAP yang secara jelas mengatur kewenangan pengadilan memeriksa dan memutus gugatan praperadilan tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, dan juga permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan. 

Prof M. Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), menyebut praperadilan sebagai pengawasan horizontal terhadap tindakan aparat penegak hukum. 

Praktik hukum pada dasarnya hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur dan memberikan batasan yang dapat dilakukan oleh Negara dalam proses penyelidikan, penyidikan hingga proses peradilandengan metode yang baku untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak individu selama proses hukum berlangsung. 

Hukum acara dirancanguntuk memastikan proses hukum yang adil dan konsisten yang biasa disebut sebagai “due process of law” untuk mencari keadilan yang hakiki dalam semua perkara yang diproses dalam penyelidikan hingga proses pengadilan. 

Setiap prosedur dalam due process of law menguji dua hal: Apakah Negara telah menghilangkan kehidupan, kebebasan dan hak milik Tersangka tanpa prosedur dan jika menggunakan prosedur? 

Apakah prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan due process? 

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved