POS-KUPANG.COM, KUANG - PERISTIWA keracunan massal yang dialami para siswa SMPN 8 Kupang pada Selasa 22 Juli 2025 masih menjadi buah bibir. Lebih dari 100 siswa harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan secara intensif.
Meski tidak semua mengalami dampak luar biasa, namun peristiwa ini membuat siswa SMPN 8 Kupang dan sekolah lainnya trauma hingga menolak Makan Gizi Gratis (MBG) yang menjadi program utama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Peristiwa keracunan itu terang saja membuat para orang tua mulai khawatir dengan kualitas makanan yang disediakan vendor Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditunjuk pemerintah menyediakan MBG.
Hampir sepekan sejak kejadian, vendor yang menyajikan makanan untuk para siswa SMPN 8 Kupang hingga keracunan belum menunjukan rasa tanggung jawab.
Baca juga: LIPSUS: Ratusan Siswa SMPN 5 Tolak MBG, Tiga Sekolah di SBD Keracunan
Jangankan meminta maaf, bersuara saja mengomentari makanan beracun tidak dilakukan. Padahal berbagai elemen masyarakat seperti DPRD, keluarga korban, Ombudsman hingga kelompok masyarakat sipil di NTT sudah bersuara meminta pertanggungjawaban.
Pihak vendor hendaknya tidak diam membisu dengan berlindung atau berdalih bukan kewenangannya menyampaikan pernyataan resmi kepada publik. Perlu diingat masalah ini tidak bebas hukum.
Ada beberapa produk hukum yang bisa menjerat masalah MBG. Dalam UU Pangan disebutkan, pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan makanan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan dan menyebabkan gangguan kesehatan dapat dijerat pidana penjara dan denda.
UU Perlindungan Konsumen: Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan makanan yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu, dan dapat dikenakan sanksi jika melanggar ketentuan ini. UU Kesehatan: Jika keracunan makanan disebabkan oleh zat berbahaya yang ditambahkan pada makanan, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi pidana.
Selain ancaman hukuman pidana, secara perdana vendor MBG juga bisa dituntut ganti rugi. Korban keracunan makanan dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan, seperti biaya pengobatan, kehilangan pendapatan, dan penderitaan fisik.
Baca juga: LIPSUS: 200 Siswa Keracunan MBG di SMPN 8 Kota Kupang, Dirawat di 3 RSU di Kota Kupang
Kasus keracunan makanan seringkali terkait dengan klaim tanggung jawab produk, di mana pihak yang menjual makanan yang terkontaminasi bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan.
Bila vendor yang menyediakan MBG ini dan menyebabkan keracunan maka pihak vendor berpotensi telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Pasal 8 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen khususnya tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
Jika vendor MBG terbukti melakukan perbuatan yang dilarang tersebut, maka dapat dikenai ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Para korban atau keluarga korban bisa melakukan upaya hukum seperti gugatan individu atau gugatan perwakilan kelompok (Class Action). Jika banyak orang mengalami keracunan makanan akibat produk yang sama, mereka dapat mengajukan gugatan perwakilan kelompok.
Apabila keracunan makanan disebabkan oleh kelalaian pemerintah dalam mengawasi keamanan pangan, warga negara dapat mengajukan gugatan hukum.
Dengan memahami implikasi hukum keracunan makanan, korban dapat mengambil langkah-langkah yang tepat demi mendapatkan hak-hak mereka dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS