Opini

Opini: Mencari Partai yang Berpihak

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

Akibatnya, banyak yang memilih untuk golput, atau memilih karena pragmatisme, bukan karena kepercayaan. Legitimasi demokrasi pun melemah. 

Sistem yang semestinya membuka ruang partisipasi justru menjauhkan rakyat dari proses pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka.

Rakyat kecil hanya muncul dalam slogan kampanye. Mereka dibutuhkan saat pemilu untuk memberi suara, lalu dilupakan begitu hasil diumumkan. Mereka dihitung, tapi tidak diperjuangkan. 

Demokrasi tanpa keberpihakan sejati hanyalah formalisme; sebuah struktur yang berjalan tanpa ruh. 

Dalam praktiknya, ini tidak jauh berbeda dari oligarki yang hanya berganti baju. 

Kondisi ini menimbulkan keputusasaan politik. Banyak orang tidak lagi percaya pada partai dan wakil rakyat, karena pengalaman mereka selama ini lebih banyak berisi kekecewaan. 

Rasa tidak percaya ini bukan sekadar sikap sinis, tetapi lahir dari kenyataan bahwa politik jarang menyentuh kebutuhan konkret masyarakat. 

Dari harga beras sampai konflik lahan, suara rakyat jarang jadi prioritas. Dalam situasi ini, demokrasi kehilangan vitalitasnya.

Kekuatan Politik

Namun harapan belum sepenuhnya padam. Di luar lingkaran kekuasaan, masih ada kelompok masyarakat sipil yang memperjuangkan keadilan sosial. 

Serikat buruh, organisasi petani, komunitas adat, dan jaringan aktivis terus bergerak dalam senyap. 

Mereka bekerja tanpa sorotan, tapi memperlihatkan bahwa keberpihakan masih mungkin terjadi. 

Di titik inilah semestinya partai politik belajar dan membangun kembali fondasi keberpihakannya.

Beberapa keberhasilan lokal menunjukkan bahwa perubahan tetap mungkin terjadi jika masyarakat terorganisir dan konsisten memperjuangkan hak-haknya. 

Tekanan dari bawah, ketika dilakukan secara kolektif, bisa memaksa kebijakan publik untuk lebih responsif. Tetapi daya dorong ini akan lebih kuat jika memiliki saluran politik formal yang bisa dipercaya.

Halaman
123

Berita Terkini