Oleh: Wise Rogate Silalahi
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Terbuka
POS-KUPANG.COM - Dalam beberapa bulan terakhir, dunia mengalami gejolak, baik faktor geo politik oleh beberapa negara, maupun di sisi ekonomi yang dipicu oleh perubahan tarif impor oleh AS terhadap berbagai negara, yang dikenal dengan istilah tarif Trump.
Di era globalisasi, dengan arus internasonalisasi perdagangan, maka adanya gejolak di suatu negara akan cepat tersebar. Di sisi geo politik, perang Rusia – Ukraina, konflik Timur Tengah, dan konflik India – Pakistan, ikut mempengaruhi.
Rusia dan Ukraina adalah negara-negara penghasil gandum terbesar di dunia, yang diimpor oleh negara lain, termasuk Indonesia, dengan total produksi 12,1 juta ton metrik.
Perang berkepanjangan dapat memicu inflasi pangan, dan berdampak pada kesejahteraan.
Demikian pula pemberlakuan kenaikan tarif impor oleh negara AS, dapat menurunkan ekspor. Volatilas ini merupakan gejolak, yang mengganggu stabilitas dan pertumbuhan perkonomian.
Untuk itu kita perlu memkirkan suatu strategi, yang bukan hanya untuk mengatasi gejolak saat ini, tetapi lebih krusial lagi, haruslah strategi yang bersifat jangka panjang, dengan tujuan menjaga kestabilan dan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
Tidak tertutup kemungkinan adanya konflik lainnya di masa mendatang. Perbedaan ideologi, perbedaan kepentingan, dan juga tekanan ekonomi, dapat memicu konflik.
Volatilas ekonomi dapat terjadi kapan saja. Untuk itu disamping menyiapkan strategi jangka pendek, yang tidak kalah penting adalah menyusu strategi jangka pajang.
Pertumbuhan dan kestabilan adalah yang harus dijaga, untuk mewujudkan negara yang kuat, tangguh, dan mandiri. China dapat bertahan terhadap tekanan Amerika Serikat, tentu tidak terlepas dari pertumbuhan, kekuatan, dan kemandiriannya yang menakjubkan.
Pertumbuhannya yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir, telah menjadikan China sebagai raksasa dunia. Ini tentu tidak terlepas dari kerja keras, kerja cerdas yang telah dilakukan secara kontinyu dalam beberapa dekade terakhir.
Terkait platform rencana pembangunan jangka panjang, maka dalam tatanan global, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menetapkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dengan 16 tujuannya pada tahun 2030.
Sebagai penjabaran dari 16 tujuan tersebut, Bappenas telah membuat 169 target untuk pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah sendiri telah memiliki berbagai kebijakan, dalam hal target pembangunan yang bersifat jangka panjang.
Beberapa kebijakan tersebut di antaranya adalah Indonesia Emas Tahun 2045, target emisi karbon 29 persen tahun 2030, dan Zero Emission di tahun 2060.