Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto, menyebut perbuatan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman indikasi orang sakit.
Apalagi, dia diduga menggunakan narkoba saat melakukan tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak dibawa umur.
"Kita mendengar bersama, keprihatinan banyak orang. Keprihatinan warga NTT. Ini kasus serius, ini kasus jangan main-main. Ini sangat tabu, kejahatan paling atas itu. Kejahatan tadi, pedofil itu tingkat tinggi," katanya saat RDP di Komisi III DPR RI, Kamis (22/5/2025) di Senayan Jakarta.
Politikus Golkar itu mengatakan, tindakan yang dilakukan Fajar Lukman adalah perbuatan luar biasa karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak dibawa umur.
Apalagi, kata dia, kejadian ini justru dilakukan oleh aparat kepolisian. Bahkan peristiwa itu terungkap setelah ada laporan dari otoritas di negara lain.
"Ini jangan main-main. Jangan setengah hati. Ini serius. Mohon maaf, ini orang termasuk orang sakit. Saya tidak tahu di BAP, harusnya ada. Faktor-faktor psikologi mesti dibedah. Saktinya level apa. Sehingga dilepas lagi ke masyarakat, jadi predator lagi nggak," ujarnya.
Rikwanto sepakat dengan penggunaan pasal berlapis untuk menjerat Fajar Lukman. Apalagi, Fajar Lukman disinyalir menggunakan narkoba saat melakukan aksi bejat itu.
"Kalau orang sakit fisik obatnya bisa dicari, orang 'sakit jiwa' perlu mendalami untuk menemukan obatnya. Penyidik itu, Polri sama Jaksa mainnya di situ. Bukan sekedar unsur pasal terpenuhi, harus mendalami lagi," kata dia.
Dia khawatir orang seperti Fajar Lukman ketika bebas dari jeruji besi bisa menjadi momok di tengah masyarakat. Rikwanto berkata, banyak kasus asusila yang terjadi karena traumatik akibat kejadian semacam ini.
Sekalipun berkas Fajar Lukman sudah P21 atau lengkap, Rikwanto menyarankan agar ada pendalaman perkara lain mengenai dugaan penggunaan narkoba oleh Fajar Lukman berdasarkan temuan Mabes Polri.
Selain, pendalaman untuk calon tersangka baru yang merupakan pacar dari tersangka kedua yakni, Fani.
Rikwanto yakin ada tahapan yang dimiliki Polisi dan Jaksa untuk mendalami dugaan narkoba dalam kaitannya dengan dugaan pelecehan seksual oleh Fajar Lukman.
Ia menduga tindakan itu bisa dilakukan dengan menggunakan narkoba terlebih dahulu.
"Ini tolong dikondisikan lagi. F ini tutup buku sudahlah. Ada orang yang bisa diperbaiki, orang yang 'sakit' tidak bisa," kata dia.
Ketua TP PKK NTT Asti Laka Lena yang tergabung dalam Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APP) dalam RDP itu mendorong adanya tersangka lain yang kemungkinan turut serta bersama Fajar Lukman.
Sebab, Fajar Lukman saat itu menjabat sebagai pimpinan di Polres Ngada. Sehingga diduga ada orang lain yang ikut bersama Fajar Lukman.
"Tolong itu juga dikembangkan juga. Apakah tidak ada lagi yang lain. Karena ini kejar udah berkali-kali," kata isteri Gubernur NTT itu.
Asti Laka Lena mempertanyakan kinerja Polda NTT yang tidak menelusuri jejak kepemimpinan Fajar Lukman selama di NTT. Sebelum ke Ngada, Fajar Lukman menjabat sebagai Kapolres Sumba Timur.
Harusnya, kata Asti, ada upaya tracking dari penyidik ke wilayah lain terkait perbuatan Fajar Lukman. Asti juga berharap Jaksa Penuntut Umum yang bakal mengikuti persidangan adalah yang sudah tersertifikasi dan berperspektif gender.
"Kalau saya, saya pasti ada rasa penasaran. Masa hanya disini saja. Sebelumnya, apakah tidak ada," kata Asti Laka Lena.
Pendamping hukum korban, Veronika Ata menambahkan, ada indikasi yang sangat kuat perbuatan Fajar Lukman memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Veronika mempertanyakan kenapa Fajar Lukman tidak dikenakan undang-undang itu.
Sementara Fani sebat tersangka dua, justru dijerat dengan undang-undang TPPO. Padahal Fajar Lukman adalah orang yang menerima korban dan posisinya sebagai pejabat Polri yang melakukan eksploitasi anak.
Veronika juga mendorong adanya penambahan pasal untuk Fajar Lukman, sekalipun saat ini berkas sudah dinyatakan lengkap.
"Menurut saya bisa. Bila dikemudian hari ada unsur TPPO bapak usut aja lagi. Termasuk yang narkoba tadi. Lidik lagi, sidik lagi. Menurut saya sangat bisa, walaupun ini sudah P21," kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman saat memimpin sidang.
Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Zet Tadung Allo menanggapi, pengenaan undang-undang TPPO hanya pada tersangka dua karena ada upaya eksploitasi untuk tujuan ekonomi.
"Jadi kita lebih kepada mens rea-nya tersangka Fani. Memang Fajar ini memang (hanya) untuk kebutuhan biologis saja. Dia tidak tahu darimana. Tetapi kalau mau dikenakan juga itu Jaksa bisa menambahkan pasal," kata Tadung Allo.
Dia menyebut, pihaknya akan merespons berbagai catatan yang disampaikan dalam RDP itu. Tadung Allo mengaku, Kejati NTT mengatensi khusus kasus-kasus berkaitan dengan pencabulan atau persetubuhan.
Dia menyebut tahun 2024 ada 400 lebih perkara yat berkaitan dewan kasus semacam ini, termasuk TPPO. Semuanya, menurut dia berhasil dibuktikan.
"Jadi keseriusan kami soal ini karena memang jadi atensi pimpinan masalah-masalah aktual di masyarakat. Kami pastikan bisa melaksanakan tugas dengan profesional," kata dia.
Dirkrimum Polda NTT Kombes Pol Patar Silalahi mengatakan, biasanya ada SOP untuk tes urine sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Adanya tersangka lain yang turut serta membantu Fani akan jadi catatan kami untuk melakukan pemeriksaan kembali terhadap Fani," kata dia.
Dia menyebut, pihaknya akan berupaya untuk melakukan langkah mitigasi saat penuntutan. Patar mengaku tetap berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi NTT untuk penanganan perkara itu. (fan)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS