Opini

Opini: Paradoks Migrasi dan Sumber Daya Manusia

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

Atau juga karena memiliki motivasi religius kuat untuk membangun kehidupan ekonomi seperti dikatakan Max Weber dalam thesisnya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism)? 

Semua faktor tersebut di atas adalah faktor psikokultural yang dapat memengaruhi sikap seseorang terhadap proses pebangunan dalam masyarakat (Marzali Amri, 2005, p.90-100).

Migrasi Musiman

Selain itu, masih ada satu bentuk migrasi masuk lain dari orang luar ke wilayah NTT. 

NTT sudah terkenal dalam dunia pariwisata internasional sejak even Komodo Sail 2013 ke Labuhan Bajo, Flores, dan kini Labuhan Bajo menjadi satu dari lima Destinasi Wisata Super Prioritas Indonesia yang terus dipacu pengembangannya oleh pemerintah pusat. Turisme itu juga bisa dikatakan suatu bentuk migrasi masuk musiman. 

Para wisatawan mancanegara datang ke NTT bukan dengan maksud mencari pekerjaan melainkan membawa uang dan mau membelanjakannya untuk menikmati apa saja yang sifatnya lokalitas pada alam, budaya, masyarakat, agama dll di NTT. 

Kehadiran wisatawan mancanegara itu sebenarnya membuka peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal menggarap berbagai usaha  kepariwisataan seperti akomodasi, kuliner, obyek dan atraksi wisata, jasa transportasi, fashion, cindra mata,dan lainnya. 

Peluang usaha ini kurang ditanggapi masyarakat lokal sehingga orang dari luar, khususnya para investor, dan bahkan orang asing datang berebutan membeli tanah di wilayah ini dan membangun berbagai usaha kepariwisataan sementara masyarakat lokal menjadi penonton bahkan juga rela menjual tanahnya tanpa memikirkan generasi penerusnya. 

Pemerintah daerah masih perlu berusaha mendidik dan memberdayakan masyarakat lokal dalam usaha kepariwisataan. 

Boleh juga diharapkan sejauh mana peran lembaga keagamaan di NTT, misalnya Gereja di NTT, memotivasi dan mendorong umatnya menanggapi realitas pengembangan pariwisata dengan membangun berbagai usaha kepariwisataan guna peningkatan kesejahteraan umat dan dapat meminimalisasi migrasi tenaga kerja ke luar NTT? (bdk. Wuryandari Ganewati, ed.dkk. 2015, p.135)

Pengembangan pariwisata di NTT kini tampaknya cenderung memberi peluang lebih besar kepada para investor kapitalis dan kurang membuka peluang untuk pengembangan pariwisata pedesaan dengan pelakunya masyarakat lokal. 

Menanggapi realitas ini, kiranya masih dibutuhkan peran pemerintah memfasilitasi kerja sama antara investor dengan masyarakat lokal pemilik aset wisata alam, budaya dan agama dalam kemitraan setara dan saling menguntungkan demi menciptakan pemerataan pembangunan pariwisata (equity oriented model). 

Dalam kemitraan itu peningkatan pemberdayaan masyarakat lokal hendaknya menjadi pilihan utama kebijakan pembangunan pariwisata oleh pemerintah daerah ( Sunaryo Bambang, 2013, p.137- 138).

Prof.Harry Oshima, ahli ekonomi Asia,mengatakan bahwa tingkat kualitas manusia yang dibutuhkan untuk pembangunan dapat dibedakan dalam dua komponen utama yakni pertama, tingkat keterampilan atau keahlian dan kedua, tingkat etika kerja atau budaya kerja. 

Keahlian dan keterampilan dapat diperoleh melalui pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman kerja. 

Halaman
123

Berita Terkini