NTT Terkini 

Membangun Pertanian Berkelanjutan sebagai Investasi Masa Depan yang Digerakkan Generasi Muda

Editor: Oby Lewanmeru
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen Faperta Undana, Agustina E Nahas, S.P, M.Si

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Di tengah krisis iklim yang mengancam ketahanan pangan global, pertanian berkelanjutan tidak lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan.

Namun, untuk mewujudkannya, dibutuhkan komitmen jangka panjang yang mengubah pola pikir, sistem produksi, dan cara kita memandang peran generasi muda.

Seperti dikatakan, “membangun pertanian berkelanjutan adalah investasi untuk masa depan—dan masa depan itu harus digerakkan oleh tangan-tangan muda yang visioner.” Kalimat ini bukan retorika kosong, melainkan seruan untuk mengakui bahwa generasi muda adalah aktor utama yang mampu membawa transformasi di sektor pertanian.

Mengapa Pertanian Berkelanjutan Adalah Investasi?

Pertanian berkelanjutan menjawab tiga tantangan sekaligus: ekologi (memulihkan lingkungan), ekonomi (menciptakan lapangan kerja inklusif), dan sosial (mengurangi kesenjangan desa-kota). Dengan menerapkan praktik seperti agroekologi, pertanian presisi, atau sistem sirkular, kita tidak hanya melestarikan sumber daya alam, tetapi juga membangun ketahanan pangan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Baca juga: Mahasiswa dan Masa Depan Pertanian Indonesia: Mengapa Kita Tidak Bisa,  Hanya Menunggu?

Investasi di bidang ini adalah jaminan bahwa generasi mendatang tidak akan mewarisi lahan kritis atau krisis air bersih.

Namun, investasi ini hanya berhasil jika melibatkan generasi muda. Mereka adalah kelompok yang paling terdampak oleh keputusan hari ini sekaligus paling siap menghadapi disrupsi di masa depan.

Peran Krusial Generasi Muda: Dari Visi ke Aksi

Penerjemah Teknologi dan Kearifan Lokal:

Generasi muda berada di persimpangan antara tradisi dan modernitas. Mereka mampu mengintegrasikan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) untuk prediksi panen atau blockchain untuk rantai pasok transparan, tanpa mengabaikan kearifan lokal seperti sistem subak di Bali atau huma di Sunda.

Contohnya, di Filipina, organisasi pemuda seperti Youth for Rice menggabungkan aplikasi pemantauan lahan dengan metode penanaman organik warisan leluhur.

Baca juga: Sinergi BBPP Kementan, Dinas Pertanian NTT dan TNI Dukung Percepatan Swasembada Pangan

Entrepreneur Hijau:

Bagi generasi muda, pertanian bukan sekadar bercocok tanam, melainkan peluang bisnis berbasis nilai tambah. Mereka membangun startup yang mengubah hasil pertanian menjadi produk bernilai tinggi, seperti tepung mocaf, minyak kelapa organik, atau fashion dari serat pisang. Di Afrika, platform seperti AgriTech Hub memfasilitasi petani muda untuk mengakses pasar global melalui e-commerce. Ini membuktikan bahwa pertanian bisa menjadi sektor yang menarik, kreatif, dan menguntungkan.

Agen Diplomasi Iklim:

Generasi muda tidak hanya aktif di lapangan, tetapi juga di forum global. Mereka menjadi suara yang mendorong kebijakan pertanian berkelanjutan, seperti partisipasi dalam COP (Conference of the Parties) atau advokasi subsidi untuk energi terbarukan di sektor pertanian. Greta Thunberg mungkin fokus pada emisi, tetapi banyak aktivis muda lain yang memperjuangkan transisi sistem pangan global.

Halaman
123

Berita Terkini