Sejak menjadi guru honorer pada 5 Februari 2024, setiap harinya ia harus menempuh perjalanan enam kilo meter untuk mengajar anak-anak di Dusun terpencil yang merupakan sekolah jarak jauh dari SDK 064 Watubala.
Setiap pagi, Ervina berangkat ke sekolah pada pukul 06.30 Wita agar sampai ke sekolah tepat waktu, perjalanan panjang dari rumah ke sekolah melewati hutan, mendaki melewati bebatuan dan kadang harus menyebrang kali apabila terjadi banjir.
Pada musim hujan, anak-anak diberi tugas dan belajar di rumah karena akses ke sekolah tidak bisa dilalui. Meski demikian, Ervina hanya diberi gaji Rp 300.000 perbulan dengan perincian dari Komite dibayar Rp 150.000 perbulan dan bantuan Operasional Sekolah sebesar Rp 150.000 perbulan.
Ia mengatakan, gaji sebesar Rp 300.000 perbulan tidak mencukupi biaya hidup sehari-hari, apalagi Ervina sudah berkeluarga. Dengan kondisi gaji demikian, Ervina mencari alternatif pendapatan lain seperti berjualan sembako di rumah.
Di sekolah jarak jauh Wairbukang dari SDK SDK 064 Watubala ini terdapat delapan siswa kelas satu yang belajar mengajar dibawah pondok bekas bangunan mahasiswa kulia kerja nyata(KKN) yang sebelumnya digunakan untuk taman baca.
Sementara itu, kelas 2-6 harus menempuh perjalanan enam kilometer ke sekolah induk di SDK 064 Watubala di Desa Wairterang, Kecamatan Waigete.
Sejak menjadi guru honorer, Ervina yang berlatarbelakang guru pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) itu hanya punya satu komitmen hanya untuk mencerdaskan anak bangsa.
Ia mengaku belum mengetahui pemotongan anggaran untuk pendidikan di Kabupaten Sikka NTT.
Ervina hanya berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan kondisi sekolah jarak jauh Wairbukang dari SDK SDK 064 Watubala meliputi perbaikan gedung sekolah, alat tulis dan akes jalan. (bet)