Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang berhak atas karya tersebut dan bagaimana hak cipta bisa diterapkan dengan adil.
Isu ini menjadi semakin rumit seiring dengan semakin kompleksnya peran teknologi dalam penciptaan sastra.
Selain itu, algoritma juga dapat membatasi keberagaman dalam dunia sastra. Karena algoritma bekerja berdasarkan pola data yang ada, karya-karya yang populer cenderung lebih diperhatikan.
Hal ini berpotensi mengurangi ruang bagi karya-karya yang lebih eksperimental atau berbasis pada ide-ide yang lebih beragam.
Dampaknya, dunia sastra bisa terfokus pada tema atau gaya yang sudah dikenal luas, mengabaikan inovasi. Namun, meskipun ada tantangan, era algoritma juga membawa peluang besar.
Teknologi ini memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi gaya dan konsep baru. Dengan pendekatan yang hati-hati dan reflektif, kita bisa memanfaatkan teknologi ini untuk memperkaya pengalaman sastra.
Sastra tidak perlu digantikan oleh mesin, tetapi bisa diperluas dan diperkaya melalui penggunaan teknologi yang bijaksana. (*)