Berita NTT 

Penjabat Gubernur NTT Tanggapi Penolakan Kenaikan UMP dari Apindo 

Penulis: Irfan Hoi
Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENJABAT GUBERNUR NTT - Penjabat Gubernur NTT Andriko Noto Susanto saat dimintai tanggapannya mengenai penolakan kenaikan UMP oleh APINDO.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Penjabat Gubernur NTT Andriko Noto Susanto menanggapi penolakan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) wilayah NTT. 

Menurut dia, dari pemerintah pusat memang ada kenaikan UMP sebesar 6,5 persen. Ia sendiri baru mendapat laporan mengenai penolakan APINDO. 

"Dari APINDO kan masih dinamis ya. Nanti kita rapatkan. Kita putuskan," kata Andriko Susanto, Minggu, 8 Desember 2024 di kantor BPMP NTT. 

Ia mengaku belum ada penetapan UMP NTT tahun 2025. Andriko Susanto tidak menjelaskan lebih jauh mengenai UMP NTT tahun 2025 yang ditolak kalangan pengusaha. 

Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) NTT Silvya Peku Djawang memberikan jawaban terkait dengan penolakan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP oleh Apindo NTT. 

Silvya dalam pesan singkatnya, Sabtu 7 Desember 2024 mengatakan dewan pengupahan provinsi sudah melakukan penghitungan berdasarkan Permenaker 16 tahun 2024. 

Hasil sidang dewan pengupahan itu akan akan disampaikan ke Penjabat Gubernur NTT untuk ditetapkan. Pertimbangan dewan pengupahan menjadi keputusan yang diteken Penjabat Gubernur NTT. 

"Dewan Pengupahan Provinsi sudah lakukan sidang dan berhitung, dasarnya Permenaker 16/2024.  hasilnya akan kami sampaikan sebagai bahan pertimbangan pak PJ Gub untuk menetapkannya," ujarnya. 

Baca juga: Buruh Tentang Apindo NTT Soal Penolakan Kenaikan UMP

Mengenai penolakan, dia menegaskan itu merupakan hak dari tiap kalangan.  Baginya itu merupakan dinamika dalam sidang dewan pengupahan. 

"Masing-masing punya hak untuk menerima ataupun menolak. Itu dinamika dalam sidang," katanya. 

Silvya tidak menjawab ketika ditanya lebih lanjut mengenai konsekuensi dari penolakan dan tidak menjalankan aturan mengenai pengupahan itu. 

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Nusa Tenggara Timur menolak kenaikan UMP NTT 2025 sebesar 6,5 persen menurut Permenaker Nomor 16 tahun 2024.

Penolakan ini disampaikan dalam rapat Dewan Pengupahan NTT di Kantor Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT, Jumat (6/12/2024). 

Sekretaris Apindo NTT, Toni Angtariksa Dima menyatakan bahwa dalam Permenaker tersebut ada pasal dan ayat yang saling bertentangan.

"Pada pasal 2 ayat 3 menyatakan Nilai kenaikan UMP adalah sebesar 6,5 persen tetapi pada ayat 5 dinyatakan bahwa Nilai Kenaikan UMP pada ayat 3 mempertimbangkan, a. Pertumbuhan ekonomi, b. Inflasi, c. Indeks tertentu. Pada ayat 5, indeks tertentu itu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi," kata Toni dalam keterangan resminya yang diterima POS-KUPANG.COM. 

Baca juga: Sinkronkan Pemahaman Regulasi Ketenagakerjaan, Apindo NTT Temui Kadisnakertrans NTT

"Artinya penetapan Upah Minimum Provinsi mempertimbangkan ketiga hal itu sesuai dengan yang ada di provinsi," tambahnya. 

Toni menambahkan, pada pasal 3 ayat 1 menyatakan Perhitungan Upah Minimum Provinsi tahun 2025 sebagaimana dimaksud pasal 2 dilakukan oleh dewan pengupahan provinsi. 

Hal ini berarti UMP dihitung oleh dewan pengupahan provinsi dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. 

"Artinya kita di NTT boleh punya perhitungan sendiri. Untuk itu, sementara kami belum dapat menyetujui kenaikan UMP NTT tahun 2025 dan kami juga tidak akan menandatangani rekomendasi hasil perhitungan Upah Minimum Provinsi tahun 2025," ujarnya.

Menurut dia, perhitungan kenaikan UMP NTT adalah UMP2025 = UMP2024 + Nilai Kenaikan UMP 2025 adalah = 2.186.826 + (6, 5 persen x 2.186.826) = 2.186.826 + 142.143,69 = 2.328.969,69.

"Kenaikan UMP ini juga akan berpengaruh kepada biaya tenaga kerja, biaya operasional dan juga pembayaran BPJS jadi naik semua. Nah berarti harga barang akan menjadi naik. Disaat daya beli yang terjun bebas ini, akan sangat menyulitkan pengusaha," tandasnya. 

Baca juga: Musprov VI APINDO NTT, Shinta Kamdani Sebut APINDO Bisa Lebih Berkiprah Bantu Perekonomian di NTT 

Sementara Robby Rawis menyatakan bahwa sesuai tingkatannya ada Undang-Undang, ada Peraturan Pemerintah, selanjutnya baru Peraturan Menteri. 

"Dalam hal ini Permenaker Nomor 16 tahun 2024 tidak merujuk kepada UU maupun PP, bahkan perhitungan kenaikan upah tidak menyertakan angka-angka dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan BPSpun tidak berani mengeluarkan angka sebagai dasar perhitungan UMP," kata Robby Rawis. (fan)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

Berita Terkini