Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Asti Dhema
POS-KUPANG.COM, SEBA - Hari itu Rabu (3/11/2024) pagi di Kampung Nada Desa Eimau, Kecamatan Sabu Tengah, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Henderina (60) berada di dapur, berdiri dekat wajan besar yang tergeletak di tungku bernyala api.
Peluh mengucur di wajahnya. Sesekali dia menyeka keringat dengan lengan bajunya.
Sambil memegang sendok kayu besar, wanita yang akrab disapa Ina Rihi itu sedang mengeluarkan buih-buih dari wajan.
Ina Rihi sedang memasak tuak, minuman yang disadap dari pohon lontar. Aktivitas itu dia lakukan setiap pagi dan sore hari.
Tuak yang dimasak diolah menjadi dua produk, yakni gula lempeng dan Gula Sabu.
Dia telah membuat jadwal harian untuk memasak tuak. Pada pagi hari, tuak yang dimasak diolah menjadi gula lempeng.
Kemudian sore hari, tuak diolah menjadi Gula Sabu.
Ina Rihi tidak membeli tuak untuk dijadikan bahan baku. Dia memperoleh dari hasil sadap Pohon Lontar oleh putranya, Tobias Kadja alias Tobi (28).
Tobi menggantikan peran sang ayah yang telah lama pergi meninggalkan mereka.
Sejak kepergian ayahnya, Tobi tidak bisa melanjutkan pendidikan. Dia putus sekolah ketika kelas 5 SD.
Mengiiris tuak lontar dilakukan saat Tobi mulai beranjak remaja.
Tobi memberi alasan memilih pekerjan yang sangat berisiko dengan nyawa sebagai taruhan.
Menurut Tobi, mengiris tuak lebih menjanjikan. Selain bisa dijual juga bisa menjadi pangan alternatif ketika tak ada beras.