Oleh: Ridwan Mahendra
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Surakarta dan penulis buku Tinta yang Terbuang (2023).
POS-KUPANG.COM - Perundungan atau bullying merupakan suatu tindakan yang melanggar, menyakiti, atau mengusik pada orang lain. Perundungan menjadi momok tersendiri dalam dunia pendidikan kita.
Lingkup pendidikan sejatinya sebagai tempat bagi kalangan generasi penerus untuk memperoleh wawasan apa yang belum dipahami menjadi paham, apa yang belum diketahui menjadi tahu, dan apa yang belum dimengerti menjadi mengerti.
Bukan sebaliknya, pendidikan bukan sebagai ajang untuk menumbuhkan ego bagi pendidik ataupun peserta didik dengan hal-hal yang sangat tidak terpuji dengan munculnya kasus demi kasus, takterkecuali kasus perundungan.
Karakter di lingkup pendidikan bukan melulu soal nilai akademis semata, jauh lebih dari itu, lingkup akademis harus mengedepankan pendidikan karakter.
Salah satu contoh sederhana dalam menanamkan karakter tersebut adalah dengan sikap unggah-ungguh sebagai manusia yang beradab untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah tempat untuk mewujudkan proses kegiatan agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dirinya, masyarakat, dan negara. Lantas mengapa kasus perundungan di ranah pendidikan kita kembali terjadi hingga saat ini?
Sebagai seorang pendidik, sudah seyogianya apabila terdapat anak didik yang kurang dalam hal pengetahuan serta keterampilan di kelas, peran pendidik sangat signifikan yang tak lain adalah dengan membantu dan mengarahkannya yang lebih baik.
Memiliki rasa empati terhadap peserta didik demi memajukan sebuah generasi yang unggul di bidangnya masing-masing tanpa adanya perlakuan membeda-bedakan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya.
Ironis apabila seorang pendidik mengistimewakan peserta didik yang cerdas dalam hal akademik.
Perlu diingat kembali, muruah seorang pendidik adalah mampu berbuat adil terhadap seluruh anak didiknya tanpa terkecuali dalam memberikan hak yang semestinya didapat.
Peran pendidik sangat diperlukan dalam mencetak generasi muda menjadi manusia yang dicita-citakan oleh bangsa.
Pendidik di ranah pendidikan harus mampu memberi contoh terhadap generasi mengenai adab serta norma-norma yang mengedepankan norma kesopanan.
Melihat kasus perundungan yang terjadi di lingkup pendidikan, pendidik diharapkan mampu memberi contoh bahwa nilai akademis memang penting, tetapi jangan sampai dilupakan bahwa adab jauh lebih penting.
Pendidik harus dapat memberi contoh bahwa ego bukan hanya dikedepankan semata-mata bahwa pendidik selalu benar dan peserta didik selalu salah.
Bukan itu! Di dunia pendidikan, pendidik harus mampu menjadi mentor bagi anak didiknya. Harus mampu memberi arahan serta hal yang dapat memajukan generasi menjadi orang yang mampu berkreasi dan berprestasi.
Pendidik bukan sekadar memberi materi atau hanya menggugurkan kewajiban mengajarnya.
Pendidik harus lebih mengutamakan hal yang sangat penting, yakni dengan memberikan materi tambahan bahwa norma kesopanan sangatlah penting dalam mengatasi kasus perundungan di lingkup pendidikan demi masa depan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.
Tak dapat dipungkiri setiap kasus demi kasus di ranah pendidikan menjadi hal yang sangat cepat berkembang di lingkup masyarakat.
Pesatnya perkembangan teknologi saat ini memiliki peran yang sangat cepat. Akses internet yang hampir tak terkendali menjadi manfaat dan bumerang tersendiri bagi pendidikan kita.
Hal positif (manfaat) yang dapat diperoleh dari internet di era globalisasi seperti saat ini menjadikan dunia akademis semakin mudah dalam mencari informasi dan materi yang berkaitan dengan pembelajaran.
Di sisi lain, semakin mudahnya internet terakses dapat mengancam dunia akademis dengan timbulnya hal negatif, di antaranya kegaduhan dalam dunia pendidikan.
Satuan pendidikan harus mampu memberikan pemahaman mengenai pencegahan perundungan. Pemahaman-pemahaman tersebut dapat dilakukan dari hal-hal kecil, misalnya membuat poster-poster antiperundungan dan dipajang di lingkungan pendidikan.
Kasus perundungan yang terjadi di ranah pendidikan merupakan persoalan yang tidak bisa dianggap sepele.
Menurut Victorian Department of Education and Early Childhood Development, korban perundungan akan memiliki masalah emosi, penurunan prestasi akademik, cenderung memiliki harga diri rendah, merasa tertekan, dan merasa tidak aman.
Sedangkan bagi pelaku, mereka cenderung agresif dan terlibat dalam kenakalan remaja, bahkan kriminalitas. Sejenak menilik ke negara Finlandia.
Negara 1.000 Danau tersebut merupakan salah satu negara yang mampu meredam perundungan di ranah pendidikan dengan programnya bernama Kiva Anti-Bullying.
Program yang mengedepankan cara berempati terhadap sesama, menumbuhkan percaya diri, dan mendukung para korban untuk bangkit dari masalah yang dialaminya.
Pendidikan karakter merupakan kunci yang terpenting dalam membentuk kepribadian generasi untuk menjadikan individu yang berkarakter.
Karakter yang baik tentu harus didasari oleh tanggung jawab apa yang dilakukannya.
Moral anak bangsa harus semakin dipupuk untuk menghindari sikap-sikap yang tidak terpuji, tak terkecuali dengan aksi perundungan di ranah pendidikan.
Selain pendidik, orang tua memiliki andil yang utama. Orang tua selaku madrasah yang utama bagi anaknya harus mampu menasihati bahwa tindakan yang dapat merugikan dirinya dan khalayak harus dihindarkan.
Selanjutnya, peserta didik. Peserta didik harus memiliki pemikiran bahwa lingkup pendidikan merupakan tempat untuk meraih ilmu setinggi-tingginya baik di bidang akademik maupun non-akademik.
Sebagai peserta didik harus bersemangat dan menyingkirkan segala hal yang dapat mencoreng nama baik.
Selain itu, apabila mendapat sebuah perundungan di dalamya, peserta didik sudah selayaknya bersuara terhadap orang-orang terdekat dan mencari solusi atas apa yang dialaminya.
Mari berkomitmen di segala lini pendidikan. Orang tua, pendidik, dan peserta didik harus mampu menjunjung tinggi pendidikan Tanah Air yang berlandaskan dengan akhlak mulia.
Hal-hal yang meruntuhkan institusi pendidikan sebagai tempat yang sakral bagi kehidupan di masa mendatang.
Dengan adanya pendidikan karakter yang lebih digalakkan serta norma-norma kesopanan yang harus dikedepankan di lingkup pendidikan, hendaknya mampu meredam atau bahkan tidak akan terjadi lagi kasus perundungan di hari ini, hari esok, dan hari-hari yang akan datang.
Bagaimanapun kasus perundungan yang telah terjadi di lingkup akademis dapat mencoreng citra pendidikan di Indonesia. Mari seluruh ranah berkomitmen untuk mencegah perundungan di semua jenjang pendidikan! Semoga. (*)