POS-KUPANG.COM, NABIRE - Pasukan keamanan Indonesia (TNI) menembakkan gas air mata dan peluru karet dalam bentrokan dengan pengunjuk rasa yang menandai peringatan 62 tahun perjanjian PBB yang membuka jalan bagi aneksasi Jakarta atas wilayah Papua.
Setidaknya satu pengunjuk rasa terluka oleh peluru karet dan 95 orang ditangkap selama kerusuhan di Nabire, ibu kota provinsi Papua Tengah, kata Kimot Mote, salah satu penyelenggara protes.
Demonstrasi pada hari Kamis dipimpin oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebuah kelompok pro-kemerdekaan yang menentang pemerintahan Indonesia di Papua.
Protes serupa juga dilaporkan terjadi di beberapa kota lain, termasuk Manokwari, Sorong Raya, Wamena, dan Yahukimo, kata para aktivis.
Para pengunjuk rasa mendesak badan-badan internasional, termasuk PBB, Melanesia Spearhead Group, dan Forum Kepulauan Pasifik, untuk campur tangan dan menekan Indonesia agar menghentikan operasi militer di Papua.
Ketua KNPB Warpo Wetipo mengeluarkan permohonan langsung kepada Paus Fransiskus, memintanya untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.
Pemimpin Gereja Katolik itu dijadwalkan mengunjungi Indonesia bulan depan, disusul Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.
“Kami meminta Paus untuk mengadvokasi diakhirinya penindasan terhadap masyarakat Papua,” kata Wetipo.
Meski protes di Nabire dimulai dengan damai, ketegangan meningkat ketika polisi mengerahkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa, kata Mote.
“Ada banyak polisi yang hadir, dengan sekitar 100 petugas menggunakan truk dan kendaraan pengendali massa untuk memadamkan para demonstran,” katanya kepada BenarNews.
Kapolsek setempat Wahyudi Satrio Bintoro mengatakan aparat keamanan mengambil tindakan setelah pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah petugas dan melakukan vandalisme, termasuk membakar sepeda motor.
“Polsek Nabire melakukan tindakan terukur dan tegas,” ujarnya.
Baca juga: Geoffrey Foster Beri Kesaksian Soal Tindakan KKB Papua Bunuh Pilot Glen Conning: Dia Sudah Ditembak
Perjanjian New York merupakan perjanjian antara Belanda dan Indonesia mengenai pemerintahan Papua, yang kemudian disebut Western New Guinea.
Peraturan ini menetapkan bahwa pada awalnya PBB akan mengambil alih kendali, namun jika PBB mengizinkan, Indonesia dapat mengambil alih pemerintahan dengan syarat-syarat tertentu.
Perjanjian tersebut, yang dinegosiasikan dalam pertemuan yang diselenggarakan AS, ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 1962, di markas besar PBB di New York City.
Namun, banyak warga Papua yang percaya bahwa perjanjian tersebut dibuat tanpa persetujuan mereka, dan hal ini membuka jalan bagi apa yang mereka lihat sebagai pencaplokan tidak sah oleh Indonesia atas tanah air mereka.
Papua Barat secara resmi diintegrasikan ke dalam Indonesia pada tahun 1969 setelah referendum kontroversial, yang dikenal sebagai "Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)".
Di bawah kehadiran militer yang besar, sekelompok kecil lebih dari 1000 orang Papua terpilih dengan suara bulat memilih integrasi, sebuah hasil yang masih dibantah oleh banyak orang.
Sejak itu, wilayah ini telah menjadi lokasi konflik berkepanjangan antara pasukan keamanan Indonesia dan pemberontak separatis, dengan seringnya laporan pelanggaran hak asasi manusia.
Meskipun ada upaya untuk mengatasi pembangunan ekonomi di wilayah tersebut, banyak masyarakat Papua yang terus mendorong penentuan nasib sendiri, dengan alasan diskriminasi, kekerasan militer, dan eksploitasi tanah dan sumber daya selama berpuluh-puluh tahun.
Di Jayapura, pengunjuk rasa tidak diberi akses ke lokasi protes yang direncanakan di Abepura.
“Kami sudah mendapatkan izin untuk melakukan protes, namun polisi masih menghalangi kami,” kata Wetipo dari KNPB.
Di Abepura, sekelompok mahasiswa berkumpul di bawah bendera “Mahasiswa Peduli Papua”, menyampaikan orasi dan meminta perhatian terhadap perjuangan yang sedang berlangsung di Papua.
Polisi Jayapura membenarkan intervensi tersebut, dengan alasan bahwa protes tersebut sangat mengganggu.
Di Nabire, situasi menjadi tegang pada hari Kamis ketika warga non-Papua, yang diidentifikasi sebagai “Warga Nusantara”, bentrok dengan pengunjuk rasa, kata Taksen Giyai, seorang warga setempat.
“Mereka bersenjatakan batang besi, kayu, dan parang sehingga menghalangi jalan demonstran,” ujarnya. Tidak ada bentrokan yang dilaporkan.
Penjabat Gubernur Papua Tengah, Ribka Haluk, menyerukan ketenangan.
“Saya mendesak semua pihak untuk memastikan keselamatan dan keamanan,” katanya, seraya menambahkan bahwa keluhan harus ditangani melalui saluran yang tepat dan bukan melalui kekerasan.
Di kota-kota lain, protes serupa juga diatasi oleh polisi.
Di Manokwari, petugas memasang penghalang jalan untuk mencegah demonstran mencapai daerah-daerah penting. Pengunjuk rasa Erick Aleknoe mengatakan para perunding berusaha bekerja sama dengan polisi.
“Perunding kami menawarkan agar polisi mengawal massa hingga ke lokasi, namun ditolak,” ujarnya.
Dua simpatisan KNPB tertembak dan satu anggota polisi terluka
Laman berita seputarpapua.com juga melaporkan demonstrasi yang sama di Nabire, Provinsi Papua Tengah, Kamis (15/8/2024). Dilaporkan bahwa dua simpatisan KNPB tertembak dan satu anggota polisi terluka.
Dua simpatisan KNPB yang tertembak, yakni Yosua Pigome terkena tembakan di bagian paha dan Andi Gobai terkena peluru karet di bagian paha. Saat ini kedua simpatisan KNPB sedang menjalani perawatan medis di RSUD Nabire.
Tidak hanya itu, puluhan massa aksi juga ditangkap di sejumlah tempat di Nabire seperti di SP 2 Perempatan, Sampaing RSUD Siriwini dan di Pasar Karang Tumaritis.
Kapolres Nabire, AKBP Wahyudi Satrio Bintoro mengatakan, sejumlah massa aksi diamankan polisi lantaran diduga telah melakukan tindakan anarkis.
“Penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian kita sudah laksanakan, mulai dari kehadiran kita, kita sudah memberikan himbauan, ternyata posisinya mereka melakukan tindakan anarkis berupa lemparan batu sehingga kita lakukan tindakan terukur berupa gas air mata,”jelas Kapolres.
Puluhan massa aksi yang ditangkap hingga saat ini berada di Polres Nabire untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Karena, selain tindakan anarkis, aksi lemparan massa menyebabkan satu anggota polisi terluka dan sedang dirawat di RSUD Nabire.
“Anggota kami juga terkena lemparan hingga luka-luka. Ada motor milik warga juga dibakar dan tiang besi di jembatan juga dilepas semua oleh massa aksi,”katanya.
Sementara itu, anggota KNPB Yosua Pigome mengatakan tindakan aparat kepolisian di Nabire dinilai hanya menampilkan arogansi kekuasaan.
“Kami hanya mau menyampaikan aspirasi sebagai peringatan hari New York Agreement tapi tindakan polisi Nabire ini berlebihan dan tidak manusiawi,”kata Pigome.
Soal tindakan anarkis, Pigome menjelaskan bahwa pihaknya tidak berkehendak melakukan tindakan anarkis namun melampiaskan bentuk kekecewaan.
“Kami lempar batu itu bentuk balasan, jadi tindakan lempar batu dinilai anarkis maka, buang gas air mata dan penembakan juga anarkis,”jelasnya.
Pantauan Seputarpapua di lapangan, aksi anarkis berupa lemparan batu dilakukan massa aksi ketika polisi memaksa massa untuk mundur dan membubarkan diri secara paksa dengan membuang gas air mata dan tembakan peringatan. Selain itu, tindakan anarkis itu juga berawal dari penangkapan dan penembakan oleh polisi terhadap massa aksi sehingga terjadi pelemparan.
(rnz.co.nz/seputarpapua.com)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS