POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia menggeledah kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Pegangsaan, Menteng, Jakarta, Kamis (4/7/2024). Langkah ini terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan penerangan jalan umum tenaga surya atau PJUTS pada 2020.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, Kamis (4/7/2024) mengatakan, pihaknya terus mendukung kepolisian maupun aparat penegak hukum lainnya dalam penegakan hukum di sektor ESDM.
Pada Kamis, Bareskrim Polri datang ke Kementerian ESDM guna memperoleh data serta informasi terkait proses tersebut. ”Untuk melengkapi data yang sudah ada untuk kepentingan penyidikan. Berlangsung kondusif dan lancar,” ujar Agus.
Kementerian ESDM pun menyerahkan proses selanjutnya kepada pihak Kepolisian. ”Informasi selanjutnya, terkait substansi, bukan menjadi kewenangan kami dan dapat ditanyakan langsung kepada pihak kepolisian,” katanya.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Arief Adiharsa, kepada wartawan, menyampaikan, saat ini pihaknya tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi Pengadaan PJUTS tahun 2020. Pengadaan proyek tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM secara nasional dan terbagi menjadi tiga wilayah, yakni wilayah barat, tengah dan timur.
”Status saat ini sudah penyidikan adalah yang di wilayah tengah,” kata Arief (Kompas.id, 4/7/2024).
Baca juga: Mahasiswa Asal Swiss Melintasi Pedalaman Australia dengan Mobil Tenaga Surya
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, menuturkan, dari informasi yang diperolehnya dari pemberitaan, kasus tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara. Ia mendorong agar kasus dugaan korupsi itu diusut secara tuntas dan terang benderang. "Pihak-pihak terkait harus diselidiki dan ditindaklanjuti,” katanya.
Proses penegakan hukum yang transparan dan tuntas penting agar tidak terulang di kemudian hari. Menurut Akmaluddin, kasus tersebut menyangkut kredibilitas di sektor energi, khususnya energi terbarukan.
Sebab, Indonesia tengah berupaya memacu peningkatan realisasi energi terbarukan, demi masa depan lingkungan yang lebih baik. Upaya-upaya itu bisa tercoreng dengan korupsi di subsektor energi terbarukan.
Program ataupun proyek pengadaan fasilitas penyediaan energi harus direncanakan dengan matang serta sesuai kebutuhan daerah. ”Penentuan titik-titik yang mendapatkan PJUTS harus berdasarkan parameter yang jelas. Jangan sampai ada subyektivitas dari pihak-pihak terkait atau ada kepentingan politik tertentu. Ke depan, pelaksanaannya harus lebih selektif,” ujar Akmaluddin.
(kompas.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS