Di sisi lain, Qodari memprediksi, peta pertarungan di Pilkada Jateng ini akan mengulang Pemilihan Presiden 2024 lalu. Dari hasil survei LSI tampak dua kandidat di Jateng yang mempunyai aura Jokowi, yakni Kaesang dan Luthfi. Jika menilik Pilpres 2024, ada dua kandidat yang mempunyai aura Jokowi, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Mereka yang puas pada kinerja Jokowi akan memilih Prabowo atau Ganjar.
”Nah, yang menang itu adalah yang asosiasinya paling kuat ke Pak Jokowi. Jadi, kolam suara di Pilpres 2024 bisa terulang kembali di Pilkada Jateng. Akan lain kalau Luthfi bergabung dengan Kaesang, itu sama dengan Prabowo berpasangan dengan Ganjar,” ucap Qodari.
Saat Pilpres 2024, variabel Ganjar memang ke Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Namun di Pilkada Jateng nanti, Kaesang dan Luthfi ini tergantung variabel Jokowi dan Prabowo. Sebab, belakangan masih ada nama yang intens muncul, yakni Sudaryono yang merupakan kader Gerindra. ”Jika Luthfi bergabung dengan Sudaryono atau Kaesang bergabung dengan Sudaryono, kalau ini terjadi, menarik. Prabowo gabung dengan Jokowi untuk dukung calon tertentu di Jateng,” tuturnya.
Qodari melanjutkan, berkaca pada Pilpres 2024, bisa dikatakan calon yang didukung Jokowi berbeda dengan calon yang didukung PDI-P. Per hari ini, perseteruan di antara Jokowi dan PDI-P juga sangat terasa karena PDI-P menyatakan siap ”bermusuhan” dengan calon yang didukung Jokowi di Pilkada 2024.
”Jadi tentu akan menjadi menarik, untuk melihat, apakah di Jateng yang menang kandidat dari Koalisi Indonesia Maju atau Pak Jokowi atau kandidat dari PDI-P? Jadi, ini Pak Jokowi versus PDI-P jilid dua, atau Jokowi versus Megawati jilid dua. Apakah Jateng kandang ’Banteng’ (PDI-P) atau kandang Pak Jokowi? Nah, itu akan kita saksikan pada November mendatang,” tegas Qodari.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Philips J Vermonte menyampaikan, hasil survei LSI ini melanjutkan tren bahwa dalam konteks demokrasi elektoral di Indonesia masih sangat kental kepada faktor individu dan latar belakang orang. Tak heran, Kaesang menjadi figur dengan elektabilitas tertinggi karena ada latar belakang dari keluarga politik, yakni Jokowi.
Ia menyayangkan fenomena ini karena responden tidak melihat faktor yang esensial dalam memilih figur calon pemimpinnya. Dilihat dari alasan pemilih memilih figur pemimpin, mereka tidak menjadikan faktor memahami pemerintahan daerah, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai alasan utama.
”Jadi memang kenyataannya dalam konteks kita hari ini, pemilihan itu bukan soal apakah seorang kandidat di daerah Jateng dan daerah-daerah lain, yang paling utama bukan soal pemahaman pada pemerintahan atau bersih KKN, tetapi lebih kepada latar belakang keluarga politik,” ucap Philips.
Padahal, jika ditelaah lebih jauh, menurut hasil sejumlah lembaga survei, kinerja Presiden Jokowi atau calon kepala daerah petahana tinggi karena ditopang masifnya bantuan sosial. Ini patut dipahami karena bansos merupakan bantuan yang bisa dilihat secara langsung. Dalam konteks ini, menurut Philips, inkumben sangat diuntungkan.
”Mereka yang punya power juga diuntungkan karena bisa mengelola dan menyalurkan bansos. Karena itu, faktor Pak Jokowi sangat penting paling tidak dalam pilkada ke depan, dalam konteks dilihat dari figur presiden dan berdasarkan survei yang dilakukan lembaga lain, bansos yang menopang penilaian terhadap kinerja Jokowi,” katanya.
Untuk itu, menurut Philips, penting untuk memastikan bahwa pemilihan bisa berjalan tanpa intervensi dari semua kekuatan politik, termasuk kekuatan aparatur negara. Sebab, belajar dari pengalaman terdahulu, dalam kondisi pemilu tanpa intervensi semacam itu, dapat melahirkan pemimpin yang baik.
”Saya kira memang Pemilu 2024 kemarin itu efeknya lumayan buat PDI-P. PDI-P harus berpikir strategis dalam berbagai hal, termasuk dalam pilkada,” ucap Philips.
PDI-P optimistis
Menanggapi faktor Jokowi yang kuat di Jateng, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, PDI-P berdiri atas kekuatan kolektif yang didasarkan pada ideologi partai dan kepemimpinan strategis yang menyatu dengan kekuatan akar rumput. ”Itu kekuatan partai, bukan kekuatan orang per orang. Dan dengan kekuatan kolektif tersebut, PDI-Perjuangan menyongsong pilkada dengan optimistis,” katanya.
Di dalam Pemilu 2024 saja, lanjut Hasto, PDI-P menghadapi berbagai intervensi kekuasaan dan intimidasi. Namun, PDI-P masih dipercayai oleh rakyat untuk menjadi pemenang pemilu legislatif, baik di pusat maupun di Jateng.
”Tentu saja ini membawa suatu spirit bagi kami untuk bekerja lebih baik, turun ke bawah lebih baik, sehingga pilkada nanti dapat dimenangkan,” ujar Hasto.