Liputan Khusus

News Analysis Persoalan Pariwisata NTT, Pengamat: Pemerintah Tidak Serius

Editor: Ryan Nong
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akademisi Undana Kupang, Lasarus Jehamat

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Akademisi Undana Kupang, Dr Lazarus Jehamat, S.Sos, M. Si menilai pemerintah tidak serius menangani persoalan pariwisata di NTT. Hal itu disampaikan Jehamat merujuk kasus kecelakaan kapal wisata yang berulang di Labuan Bajo. Berikut analisanya.

Ada dua hal dalam masalah kecelakaan kapal di Labuan Bajo. Pertama terkait dengan keselamatan wisatawan itu sebetulnya menjadi tugas pengelola dan tugas negara dalam konteks ini.

Perannya dalam hal ini seperti apa? Perannya adalah memastikan kapal-kapal yang dipakai atau disewa wisatawan itu dalam kondisi aman. Artinya memberikan izin itu tidak asal kasih. Itu poinnya. Harus punya standar, kapal yang layak dan tidak.

Baca juga: Lipsus - Persoalan Pariwisata NTT, Tanggung Jawab Moril Disparekraf

Kedua, adalah sumber daya. Orang yang mengoperasikan kapal atau tenaga itu jangan sampai orang yang mabuk-mabukan. Itu harus diperhatikan. Apalagi Labuan Bajo sebagai kota super premium. Itu hal harus dipikirkan pemerintah. Jangan sampai kita mendapat dampak buruk.

Bagi saya pemerintah tidak serius. Pemerintah mau menerima katakanlah dari wisatawan tanpa melayani dengan baik. Saya kira ini catatan penting bagi pengelola wisata Labuan Bajo maupun sekitarnya dan pemerintah.

Mahalnya kuliner itu juga menjadi soal. Bagi saya itu mengenai kebijakan. Menurut saya perlu ada semacam standarisasi harga terkait dengan kuliner itu. Banyak kasus saya kira memang dan menjadi kelemahan dan keteledoran pariwisata di Indonesia. Kalau fokus di Labuan Bajo maka kita tidak punya standarisasi di aspek kuliner.

Kita tidak punya standar bahwa kalau kota di level premium harganya sekian. Kalau pariwisata standar dibawa itu harga sekian. Itu mesti jelas. Lalu grade harus dibatasi, kalau restoran mahal itu wajar. Tapi kalau kuliner yang diusahakan UMKM, kalau mahal juga tidak baik dan berdampak buruk.

Sebaiknya kita belajar ke Bali. Di Bali itu menurut saya menarik, mereka memasang dengan tarif jelas. Dengan jelas maka orang akan punya pertimbangan. Masalah kita itu sering menutupi harga. Ketika orang sudah habis makan baru tahu harganya sekian.

Saya ingat dulu seperti di Jogjakarta. Pernah orang mengkritisi harga yang mahal di warung lesehan. Penyebabnya karena tidak ada warung yang menempel harga kuliner. Pemerintah membuat kebijakan dan meminta warung memasang harga di tiap warung. Kasus Labuan Bajo, saya kira sama dengan kasus lesehan di Jogjakarta itu.

Kalau kita mau wisatawan betah maka pemerintah harus buat standarisasi. Semua warung harus menempelkan harga dengan batasan sekian. Kalau tidak ada maka orang gamang ke tempat itu. Perlu diingat Labuan Bajo itu tempat wisata.

Kita pergi wisata itu mendapat kebahagiaan. Kalau orang pergi wisata dan dirundung hal yang mahal itu repot. Persoalan lainnya adalah kepastian. Sekalipun mahal, harus jelas ditulis sehingga wisatawan bisa tahu. Itu catatan buruk. Kalau mau Labuan Bajo dikenang maka perlu ada standarisasi dan kepastian.

Saya kira perlu ada SOP. Perkara kebijakan, perlu dilihat juga soal manajemen. Pemerintah perlu punya standarisasi, dan macam-macam terkait di Labuan Bajo. Namanya super premium, maka harus ada standarisasi. Kalau tidak ada maka, orang akan mempertanyakan super premium itu. Level Labuan Bajo harus punya standar itu.

Manajemen dan implementasi juga akan dipertanyakan kalau tidak ada standarisasi. Jangan sampai, pemerintah hanya mau mengeruk pendapatan dari wisatawan tapi hak yang mesti diberikan ke pengunjung tidak diberikan dengan baik dan menjadi soal. Aspek pelayanan dan manajemen masih lemah. Justru pelayanan dan manajemen di Labuan Bajo itu masih sangat lemah. Sehingga perlu diperiksa adalah pengelolanya itu. (fan)

 

Ikuti Lipsus POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkini