Pilpres 2024

Pemerintahan Prabowo Subianto Dapat Warisan Utang  Rp 9.000 Triliun

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Capres dan Cawapres terpilih, Prabowo Subianto dan Gubran Rakabuming di Kantor KPU RI, Selasa 24 April 2024. Pemerintahan Prabowo Subianto dapat warisan utang Rp 9.000 triliun.

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Sejumlah ekonom menyoroti besarnya utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan diwariskan untuk pemerintahan Prabowo Subianto.

Ekonom Universitas Paramadina, Handi Risca mengatakan, utang pemerintah yang telah mencapai Rp 8.000 triliun akan menjadi beban pemerintahan selanjutnya.

"Hari ini pemerintah juga mewarisi suatu kondisi yang tidak mudah bagi pemerintahan baru," ujar Handi dalam Diskusi Publik INDEF, belum lama ini.

Handi menduga utang tersebut akan semakin membengkak apabila digabung dengan utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga diperkirakan utang tersebut akan bertambah sekitar Rp 1.000 triliun.

Untuk itu, secara total utang utang yang harus ditanggung oleh pemerintahan selanjutnya akan mencapai sekitar Rp 9.000 triliun.

"Kalau ini tidak terjaga, artinya tiap tahun katakanlah tahun 2024 saja pemerintah baru itu membuka kembali kran utang sekitar Rp 460 triliun, jangan-jangan nanti ketika digabungkan dengan utang BUMN angkanya bisa saja mendekati Rp 1.000 triliun," katanya.

Dikatakannya, kondisi tersebut tidaklah mudah bagi pemerintahan selanjutnya lantaran ada beban yang harus dibayarkan setiap tahunnya seperti pembayaran bunga utang yang nilainya sudah mencapai Rp 480 triliun.

Jika dibandingkan dengan belanja pemerintah, angka pembayaran bunga utang tersebut jauh lebih tinggi nilainya. "Betapa tidak sehatnya APBN kita ini karena hanya habis untuk belanja utang, terutama bunga utang," terang Handi.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan pembayaran bunga utang terus meningkat bahkan saat ini porsinya sudah 14 persen dari belanja APBN.

"Posisinya sangat tinggi, bahkan tahun ini diprediksikan untuk membayar utang saja nilainya dua kali lebih tinggi dari capital expenditure," kata Wijayanto.

Tidak hanya itu, dia menilai posisi debt service ratio (DSR) Indonesia sudah melampaui batas amannya sebesar 30 persen.

"Batas aman yang diyakini banyak ekonom termasuk saya pribadi adalah 30 persen. Tapi Indonesia sejak tahun 2015 sudah melebihi angka 30 persen itu," jelasnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan pemerintahan baru bisa meminimalkan utang. Apalagi saat ini 90 persen utang bersumber dari Surat Utang Negara (SUN) yang mahal.

"Berutang itu mudah, karena yang dilakukan pemerintah cukup menerbitkan SUN. Ketika gak laku, bunganya dinaikkan. Tentunya ini sesuatu yang harus dihindari di masa mendatang," terang Wijayanto.

Ia juga menyarankan pemerintah baru untuk memperbanyak porsi utang program berjangka panjang dan berbunga rendah. Misalnya saja pinjaman dari lembaga internasional seperti World Bank, Asian Development Bank, maupun Islamic Development Bank.

"Karena utang-utang dari lembaga itu sebenarnya banyak yang jangkanya panjang dan jauh lebih murah," katanya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali mengalami peningkatan per akhir April 2024. Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang pemerintah hingga 30 April 2024 tercatat Rp 8.338,43 triliun.

Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp 76,33 triliun atau meningkat sekitar 0,92 persen dibandingkan posisi utang pada akhir Maret 2024 yang sebesar Rp 8.262,1 triliun.

Sementara rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,64 persen. Namun ini menurun dari rasio utang terhadap PDB bulan sebelumnya yang mencapai 38,79 persen.

Kemenkeu menyatakan, rasio utang yang tercatat per akhir April 2024 ini masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40 persen.

Selain itu pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara efektif.

Per akhir April 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8 tahun.

"Pengelolaan utang yang disiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR) yang hingga saat ini tetap mempertahankan rating sovereign Indonesia pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan," tulis pemerintah dalam dokumen APBN Kita, Kamis (30/5/2024).

Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 87,94 persen. Hingga akhir April 2024, penerbitan SBN tercatat sebesar Rp 7.333,11 triliun. Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).

Dalam laporan tersebut, SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 5.899,2 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.714,08 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.185,12 triliun.

Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.433,90 triliun dengan rincian, SUN sebesar Rp 1.077,05 triliun dan SBSN senilai Rp 356,85 triliun.

Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 12,06 persen dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir April 2024 yang sebesar Rp 1.005,32 triliun.

Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 36,04 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,28 triliun.

Untuk pinjaman luar negeri, rinciannya yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 266,24 triliun, pinjaman multilateral Rp 586,13 triliun, dan pinjaman commercial bank sebesar Rp 116,91 triliun.

"Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," jelas Kemenkeu. (*)

Berita Terkini