Opini

Opini: Peran Masyarakat Adat dalam Pilkada NTT 2024

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pilkada Serentak 2024.

Oleh: Emanuel Boli, S.Pd
Fasilitator Sekolah Lapang Kearifan Lokal di Kabupaten Lembata

POS-KUPANG.COM - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan momen krusial dalam agenda demokrasi di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan, sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota di Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024.

Pilkada serentak 2024 itu termasuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), serta pemilihan bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota di 22 kabupaten/kota.

Dalam konteks ini, perhatian terhadap peran masyarakat adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjelang Pilkada 2024 menjadi sorotan penting.

Keterlibatan dan kontribusi mereka di dalam proses demokrasi menjadi muara dari keberagaman budaya dan tradisi lokal yang perlu dilestarikan dalam konteks pemerintahan yang demokratis.

Kelompok pemuda, seperti Pandu Budaya Lembata di Kabupaten Lembata, ujung timur Flores Timur, NTT, secara berkelanjutan membahas isu-isu yang berkaitan dengan masyarakat adat, terutama dalam konteks Pilkada.

Mereka menyoroti ancaman oligarki terhadap demokrasi dan ancaman oligarki terhadap eksistensi masyarakat adat di NTT menjelang Pilkada serentak tahun 2024.

Sebelum membahas peran masyarakat adat dalam Pilkada NTT 2024, penting untuk memahami makna sebenarnya dari istilah “masyarakat adat” dan urgensi perlunya perhatian serius terhadap mereka.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyamakan istilah “Indigenous Peoples” secara global dengan “Masyarakat Adat”, menggambarkan mereka sebagai kelompok yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, serta hidup dalam kebudayaan dan hukum adat yang diatur oleh lembaga adat (Sumber: Aman.or.id).

Masyarakat adat bukan hanya penjaga warisan budaya yang kaya, tetapi juga penjaga lingkungan dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Oleh karena itu, melibatkan perspektif dan kepentingan mereka dalam Pilkada adalah pengakuan atas kontribusi mereka dalam pembangunan wilayah.

Peran Masyarakat Adat dalam Pilkada

Masyarakat adat di NTT memiliki peran yang signifikan dalam Pilkada 2024. Mereka bukan hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pemegang kearifan lokal dan penjaga nilai-nilai tradisional.

Partisipasi mereka dalam pemilihan kepala daerah dapat memberikan kontribusi berharga dalam pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di wilayah tersebut.

Ada 16 suku dan masyarakat adat NTT yang dikutip dari buku Mengenal Seni
dan Budaya Indonesia (2012) oleh R. Rizky dan T. Wibisono serta buku Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Timur dari Kemdikbud, yakni Belu (Tetun), Helong, Rote, Dawan, Marae, Manggarai Riung, Ngada, Sikka, Kedang, Labala, Sabu, Sumba, Alor Pantar, Ende Lio, Lamaholot, Flores (Sumber: detik.com).

Dalam konteks Pilkada NTT 2024, masyarakat adat memiliki peran sebagai pemilih yang berpengaruh. Hak mereka untuk memilih calon dengan integritas dan visi yang jelas merupakan bagian penting dalam meningkatkan kualitas hidup di NTT.

Selain itu, mereka juga memiliki peran dalam penyelenggaraan Pilkada NTT 2024, baik dalam penyelenggara teknis, pengawasan, maupun kontribusi langsung pada proses demokrasi.

Namun, peran mereka tidak terbatas pada proses pemilihan dan penyelenggaraan Pilkada. Masyarakat adat juga memiliki peran strategis dalam menentukan arah pembangunan wilayah NTT.

Mereka dapat mengawasi pemerintah yang terpilih, serta memberikan kontribusi pada pembangunan wilayah secara keseluruhan (komperhensif).

Tantangan Masyarakat Adat

Meskipun memiliki peran penting, masyarakat adat dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah akses terhadap informasi dan pendidikan politik yang memadai.

Kurangnya aksesibilitas terhadap informasi tentang calon dan program politik dapat menghambat kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang tepat di tempat pemungutan suara.

Tantangan lainnya adalah konflik kepentingan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan serta keberlanjutan budaya. Kepentingan ekonomi yang dominan seringkali mengesampingkan nilai-nilai budaya dan merusak lingkungan yang dianggap penting bagi masyarakat adat.

Insiden perusakan rumah dan “perampasan” tanah adat yang dialami oleh masyarakat adat Besipae di Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur pada 2020, menjadi contoh nyata dari ketegangan antara program pembangunan ekonomi dari pemerintah dan hak-hak masyarakat adat.

Masyarakat adat juga mengalami tekanan dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kehadiran mereka untuk kepentingan politik sempit, mengancam kemandirian dan integritas mereka dalam menjalankan hak-hak politik secara bebas dan adil.

Harapan dan Solusi

Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi masyarakat adat, diperlukan upaya konkret dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, LSM, aktivis mahasiswa dan pemuda, pers, serta komunitas lokal.

Pendekatan inklusif dalam penyediaan pendidikan politik dan perlindungan hak-hak masyarakat adat harus menjadi fokus utama.

Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat harus diperkuat melalui peraturan yang jelas dan penegakan hukum yang tegas.

Kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga terkait, dan masyarakat adat dalam merumuskan kebijakan yang menghormati tradisi lokal, sambil tetap memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan, menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian budaya.

Penguatan kapasitas masyarakat adat dalam partisipasi politik dan pembangunan harus menjadi prioritas.

Melalui pelatihan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi, mereka dapat memiliki peran aktif dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka sendiri.

Kesadaran masyarakat luas akan pentingnya menghormati hak-hak masyarakat adat juga harus ditingkatkan melalui pendidikan dan advokasi publik.

Hal ini akan membantu masyarakat lebih memahami dan menghargai kontribusi yang diberikan oleh masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman hayati dan budaya.

Kesimpulannya, peran masyarakat adat dalam Pilkada NTT 2024 harus diperkuat melalui pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Hanya dengan memastikan keterlibatan dan perlindungan yang adil bagi mereka, pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat terwujud dengan tetap memelihara keberagaman budaya
dan kearifan lokalnya. (*)

Berita Terkini