Wisata NTT

Wisata NTT, Fatunausus Spot Wisata Pegunungan yang Roamantis

Penulis: Alfred Dama
Editor: Alfred Dama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fatunausus Spot Wisata Pegunungan yang Roamantis

POS KUPANG.COM -- Satu lagi spot wisata di Kabupaten Timor Tengah Selatan atau TTS yangkini sedang viral

Perjalanan ke Fatunausus ini merupakan bagian dari perjalanan ke Fatumnasi dan sudah menjadi kekayaan Wisata NTT

Tempat merupakan bekas pertambangan marmer yang pernah ditolak masyarakat

Dan, bekas peninggalan batu-batu marmer yang sudah dipotong dan bekas potongan bukit menjadikan pemandangan yang spektakuler

Dikutip parekrafntt, Fatunausus berlokasi tepatnya di Desa Fatukoto, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki beragam objek dan daya Tarik wisata yang sangat menarik, salah satu diantaranya adalah Pegunungan Fatunausus .

Kawsan ini juga merupakan salah satu destinasi wisata pilihan dan dapat dikunjungi kapan saja, baik oleh wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara serta masyarakat lokal dari berbagai wilayah.

Baca juga: Wisata NTT - Potret Pantai Lasiana Kota Kupang yang Sepi Pengunjung Saat Libur Lebaran 2024

Dari Kota Kupang Jaraknya sekitar 138 km (atau 3 jam perjalanan) dan berjarak 28 km dari kota Soe (Ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan), sehingga dapat ditempuh baik dengan menggunakan kendaraan beroda dua maupun beroda empat.

Akses atau Jalan menuju Fatunausus ini adalah jalan berupa pengerasan namun agak rusak sehingga apabila hendak sampai ke atas bukit ini tentu adanya adu nyali dalam mengarungi bebatuan yang cukup menantang dan juga terdapat sebuah kali kecil yang dapat dilewati oleh semua jenis kendaraan.

Lokasinya juga tidak jauh dari pinggir jalan utama menuju ke destinasi wisata Fatumnasi. Sejak Tahun 1980-an pemerintah daerah secara illegal menerbitkan izin untuk Perusahaan-perusahaan tambang marmer.

Baca juga: Wisata NTT, Pesona Bukit Persaudaraan Sumba Timur, Nikmati Panorama Alam Atas Bukit

Mereka mulai bekerja memotong batu-batu marmer dari gunung keramat Suku Molo tersebut.

Kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus tanpa melakukan konsultasi dengan penduduk desa sekitar sehingga mengakibatkan penggundulan hutan, tanah longsor serta meracuni sungai yang merupakan bahan makanan, obat-obatan dan juga pewarna alam yang biasanya dipakai untuk menenun oleh penduduk di sekitar.

Sejak itu maka munculah pemikiran yang bagus oleh seorang Perempuan (Tokoh Adat) Ibu Aleta Baun Pada Tahun 1990-an ia memutuskan untuk melawan serta melakukan protes kepada Perusahaan penambang tersebut, dengan menggandeng tiga wanita lain mereka menggalang dukungan dari desa ke desa walaupun dengan berjalan kaki selama 6 jam.

Protes tersebut mengakibatkan balasan keras dari penambang sehingga Ibu Aleta pun lari dan bersembunyi ke hutan karena adanya ancaman pembunuhan. Namun beliau tidak berhenti disitu saja tetapi ia terus berupaya dan terus mengkampanye perlawanan selama 11 Tahun.

Baca juga: Wisata NTT , Menikmati Pesona Pasir Putih Pantai Mananga Aba di Sumba Barat Daya

Akhirnya pada tahun 2006, Ibu Aleta berhasil mendapat dukungan dari ratusan penduduk desa, dimana sebanyak 150 wanita yang menenun setiap hari datang dan duduk di depan pintu tambang tersebut dan menduduki bukit Anjaf dan bukit Nausus di kaki gunung selama satu tahun dan terus menenun dengan tujuan untuk menghalangi penambang dimaksud, sehingga pada akhirnya penambangan dihentikan pada tahun 2007.

Halaman
12

Berita Terkini