POS-KUPANG.COM, MELBOURNE - Perdana Menteri Timor Leste yakin dapat menyelesaikan perselisihan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun mengenai masa depan proyek gas bernilai miliaran dolar dengan pemerintah Anthony Albanese.
Xanana Gusmao ditanya pada hari Selasa apakah menurutnya Australia akan mendukung pemrosesan gas Greater Sunrise di negaranya daripada di Darwin.
“Saya yakin pemerintah Australia saat ini lebih berpikiran terbuka dibandingkan (pemerintahan sebelumnya),” kata Xanana Gusmao pada konferensi Global Citizen Now di Melbourne.
Perdana menteri menghindari untuk memanggil pemerintahan Morrison, dan berkata sambil tertawa, “Saya tidak ingin menyebutkan nama. Ini adalah cara diplomatis untuk mengatakan hal itu… tapi ya.”
Timor Leste masih berupaya mewujudkan proyek tersebut dan berusaha mengatasi masalah legislatif, kata Xanana Gusmao.
Dia sedang dalam pembicaraan dengan CEO Woodside Energy Meg O’Neill, ketika negara Asia Tenggara tersebut mencoba menyelesaikan perjanjian usaha patungan dengan perusahaan Australia.
Timor Leste berencana untuk mulai memproduksi gas alam dari ladang Greater Sunrise pada tahun 2030, sebuah langkah yang penting bagi perekonomian negara tersebut.
Pemerintah Timor Leste menginginkan gas tersebut disalurkan ke lokasi di pantai selatannya, sementara Woodside, yang mengendalikan sepertiga proyek tersebut, ingin agar gas tersebut dikirim ke pusat pemrosesan yang sudah ada di Darwin.
Pemilihan lokasi telah menjadi pokok perselisihan selama bertahun-tahun.
Gusmao menyebut konflik sebagai hambatan utama dalam mengatasi kemiskinan dan masalah lainnya di negara-negara berkembang.
Baca juga: KTT ASEAN-Australia di Melbourne Dihadiri Delegasi Timor Leste
Pada KTT ASEAN, yang juga diadakan di Melbourne, terungkap bahwa vaksin HPV yang dikembangkan Australia akan dikirim ke Timor Leste untuk membantu hampir 430.000 perempuan di atas usia 15 tahun yang berisiko terkena kanker serviks.
Vaksin tersebut akan dikirimkan sebagai bagian dari aliansi vaksin GAVI serta negara donor.
Hal ini akan membawa perubahan besar bagi bangsa ini, kata Marie-Ange Saraka-Yao dari GAVI.
“Kami berharap hal ini tidak berhenti sampai di situ saja karena meskipun ada kemajuan, kita perlu waspada karena masih ada 2,5 juta anak di wilayah ini yang tidak memiliki akses terhadap vaksin sebagai akibat dari pandemi ini,” katanya kepada AAP.
“Sekarang kami harus mengejar ketinggalan, jadi kami berharap dapat melanjutkan hal tersebut bersama Australia – pekerjaan belum selesai”.