POS-KUPANG.COM, MAUMERE - Maraknya kasus perundungan atau bullying di satuan pendidikan maupun di masyarakat mendorong Tim Dosen dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Nipa, melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di SMK Nawa Cita Mego, Rii Pu'a, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka, Kamis, 22 Februari 2024.
Dengan mengusung tema, "Mahasiswa FH Unipa Menyapa," Fakultas ini memberikan edukasi hukum bagi siswa-siswi SMK Nawa Cita Mego.
Satu di antara para dosen, Max. Sarto Dumbaris, S.H., M.H., dalam sambutannya menyampaikan tugas mereka sebagai insan akademis adalah membagikan pengetahuan hukum kepada semua orang. Karena itu hukum hadir untuk melindungi, memberikan kepastian juga rasa keadilan dan menjadi pedoman hidup di masyarakat.
Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi, yakni Pengabdian kepada Masyarakat yang dilakukan oleh para dosen dan mahasiswa Program Studi Hukum Unipa.
Baca juga: Fakultas Teknologi Pangan Pertanian dan Perikanan Unipa di Sikka Gelar Kemah Bahari 2023
Ia mengatakan, maraknya kasus bullying yang sering terjadi di lingkungan satuan pendidikan, memanggil mereka untuk menyampaikan edukasi ini kepada para siswa-siswi SMK Nawa Cita. Data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebutkan bahwa sepanjang 2023 terjadi 30 kasus perundungan di satuan pendidikan.
Mahasiswa Semester 6 Prodi Hukum, Jeyn Lusi sebagai salah satu pemateri menjelaskan bahwa korban perundungan bisa menimpa siapa saja kapan dan di mana pun. Usia korban bullying pun beragam, serta dapat terjadi di satuan pendidikan, baik dari tingkat sekolah fasar, hingga perguruan tinggi.
Perundungan pun kata Jeyn, ada berbagai bentuk baik fisik, verbal, maupun cyber, serta dapat terjadi sekolah, rumah, dunia maya dan lingkungan masyarakat. Target pelaku perundungan adalah siswa-siswi yang terlihat lemah secara fisik, atau terlihat culun atau pendiam. Dan, akibat yang ditimbulkan dari perundungan ini dapat mengakibatkan korban depresi bahkan bunuh diri.
Geraldine Venansi atau Ine Dou, salah satu mahasiswa hukum yang juga sebagai pemateri lebih lanjut menjelaskan tentang sanksi hukum bagi pelaku.
Menurut Ine, "Semua kita berpeluang menjadi pelaku bullying walaupun itu dilakukan dengan candaan. Pelaku penundungan/ bullying dapat dipidana sesuai dengan pasal 80 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yakni pidana penjara tiga tahun enam bulan serta 15 tahun penjara jika mengakibatkan korbannya (anak) meninggal dunia.
Salah satu penyebab bullying menurut Melky Bata Lale, mahasiswa FH Unipa, adalah pelaku ingin mendapat pengakuan dalam pergaulan di sekolah maupun di masyarakat.
Salah memilih teman, relasi sosial yang salah atau berada pada lingkaran pergaulan yang suka melakukan bullying, menyebabkan setiap orang bisa terseret untuk menjadi pelaku perundungan.
Lebih lanjut Oman Kleruk, mahasiswa FH sekaligus anggota Tim PKM FH Unipa, menjelaskan tentang upaya penggulangan bagi korban bullying.
Baca juga: Peran Unipa dalam Membangun Manusia di Nusa Tenggara Timur
Perlu adanya kesigapan dan keseriusan semua pihak dalam menangani masalah perundungan baik oleh satuan pendidikan maupun oleh keluarga. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Lebih pada upaya preventif.
Namun, jika upaya prefentif tidak mampu memberikan efek jerah, maka langkah hukum adalah upaya terbaik. Gervatius Portasius Mude, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Unipa dalam kesempatan ini juga menyampaikan bahwa hukum itu mengatur pribadi/person dan hubungan antara pribadi yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban bagi setiap warga negaranya.
Di mata hukum, kata dia, semua orang sama. Tidak ada orang yang memiliki hak yang lebih besar karena pribadi tersebut lahir terlebih dahulu atau karena dia laki-laki ataupun perempuan, yang sering berlaku dalam kehidupan bersama karena aspek budaya. Hukum memberikan kepastian dan menjamin keadilan bagi masyarakatnya.