Dalam materinya, Zakarias juga menyampaikan sejumlah rekomendasi.
Pertama, masyarakat yang bermukim di daerah rawan harus selalu waspada terhadap potensi gerakan tanah terutama pada saat dan setelah hujan turun karena masih berpotensi terjadinya gerakan tanah susulan;
Kedua, tidak mendirikan bangunan pada jarak yang terlalu dekat dengan tebing (mendirikan bangunan minimal dari tebing adalah 2 kali tinggi tebing);
Ketiga, tidak mengembangkan permukiman mendekat ke arah lereng dan alur air, baik sungai maupun alur-alur air lainnya;
Ketiga, tidak mengembangkan lahan basah, kolam penampungan air di sekitar permukiman untuk menghindari pelunakan dan pembebanan lereng yang dapat memicu gerakan tanah;
Keempat, membuat dinding penahan tebing (DPT) atau perkuatan lereng pada tebing sesuai dengan kaidah geologi teknik. Dinding penahan disarankan menembus batuan dasar/keras dan dilengkapi dengan lubang air dan parit atau selokan kedap air untuk aliran air permukaan.
Kelima, melestarikan vegetasi (pohon) berakar kuat dan dalam di daerah berlereng terjal untuk memperkuat kestabilan lereng;
Keenam, menata aliran air permukaan pada lereng bagian atas dan bawah;
Ketujuh, melandaikan lereng, bisa juga dengan membuat terasering;
Kedelapan, apabila muncul retakan di tanah, segera menutup retakan dengan tanah liat/lempung, memadatkannya, serta mengarahkan aliran air menjauh dari retakan untuk mengurangi peresapan air. Lakukan pengecekan secara rutin;
Kesembilan, segera membersihkan material longsor yang menimbun rumah, fasilitas umum dan jalan dengan selalu mengutamakan keselamatan dan waspada terhadap gerakan tanah susulan;
Kesepuluh, sungai yang tertimbun material longsor agar segera dinormalisasikan untuk menghindari banjir bandang yang dapat mengancam permukiman;
Kesebelas, kegiatan pembangunan agar mengikuti RDTR;
Keduabelas, perlu diperhatikan regulasi tentang jarak aman pemukiman terhadap tebing dan sempadan sungai.
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS